Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Tokoh Dunia: Franklin D Roosevelt, Presiden AS

Kompas.com - 12/04/2018, 17:02 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Jika pernah menonton film Pearl Harbor, pasti pernah melihat sosok Presiden Amerika Serikat (AS) yang menggunakan kursi roda.

Dia bernama Franklin Delano Roosevelt, presiden k3-32 dalam sejarah berdirinya Negeri "Paman Sam".

Roosevelt dianggap sebagai salah satu presiden terbesar AS. Sebab, dia membawa negara tersebut melewati Depresi Besar (Great Depression) dan Perang Dunia II.

Selain itu, Roosevelt merupakan satu-satunya presiden yang berhasil terpilih hingga empat kali pemilihan.

Dilansir dari berbagai sumber, berikut adalah biografi dari salah satu sosok berpengaruh dunia di abad 20 tersebut:

Baca juga : Franklin D Roosevelt, Presiden AS dengan Empat Masa Jabatan

1. Masa Muda
Roosevelt lahir pada 30 Januari 1882 di Hudson Valley di Hyde Park, New York, dari pasangan James Roosevelt I dan Sara Ann Delano.

Lahir dari keluarga berada membuat Roosevelt kecil bisa belajar apapun. Antara lain menembak, polo, golf, hingga berlayar.

Dia bersekolah di Sekolah Episkopal Groton di Massachusetts. Di sana, dia berkenalan dengan sang kepala sekolah, Endicott Peabody.

Nantinya, Peabody bakal menjadi figur berpengaruh di kehidupan Roosevelt. Dia menjadi saksi pernikahan, dan mengunjungi Roosevelt ketika dia menjadi presiden.

Roosevelt mengikuti teman-temannya di Groton masuk ke Universitas Harvard, dan mengambil jurusan Sejarah.

"Saya sempat mengambil kursus ekonomi selama empat tahun. Apa yang saya pelajari di sana ternyata salah," kata Roosevelt kala itu.

Baca juga : Surat Einstein kepada Roosevelt, Kisah Dokumen yang Mengubah Dunia

Roosevelt tergolong mahasiswa yang biasa-biasa saja selama di Harvard. Meski begitu, dia sempat menjabat sebagai Pemimpin Redaksi di harian The Harvard Crimson.

Sebuah jabatan yang tergolong prestisius karena mmebutuhkan ambisi besar, tenaga, dan kemampuan untuk mengatur segalanya.

Pada 1901, sepupu Roosevelt, Theodore Roosevelt, menjadi Presiden AS. Gaya kepemimpinan serta semangat reformasi yang digaungkan membuat Roosevelt menjadikannya panutan.

Roosevelt lulus dari Harvard pada 1903, dan sempat masuk ke Sekolah Hukum Columbia setahun berselang.

Namun, tiga tahun kemudian, Roosevelt keluar setelah dinyatakan lolos tes pengacara di New York.

Di 1908, dia bekerja pada firma terkenal di Wall Street, Carter Ledyard & Milburn, dan masuk di divisi hukum maritim.

Baca juga : Hari Ini dalam Sejarah: AS Resmi Terlibat dalam Perang Dunia I

2. Pernikahan, Keluarga, dan Perselingkuhan
Di pertengahan 1902, Roosevelt mulai berpacaran dengan Eleanor Roosevelt, yang terhitung masih keluarga jauh.

Eleanor merupakan anak dari Elliott Roosevelt yang berstatus sebagai adik bungsu dari Presiden Theodore Roosevelt.

Setelah saling mengenal selama dua tahun, pada Oktober 1904, Roosevelt melamar Eleanor, dan kemudianya menikah di New York pada 17 Maret 1905.

Pernikahan itu sempat ditentang oleh ibu Roosevelt, Sara Delano. Dia sebenarnya menyukai menantunya itu. Namun, Delano merasa putranya terlalu muda untuk menikah.

Setelah menikah, pasangan muda tersebut pindah ke Springwood, ke rumah keluarga Roosevelt di Hyde Park.

Penulis biografi Roosevelt, James MacGregor Burns pernah berkata, pasangan itu mempunyai kepribadian yang bertolak belakang.

Baca juga : Diprotes Warga, Tugu Peringatan Perang Dunia II Batal Diresmikan

Roosevelt merupakan pribadi yang percaya diri, dan bergaul dengan kalangan atas. Sedangkan istrinya pemalu, dan lebih suka berada di rumah untuk mengurus anak mereka.

Meski Eleanor adalah perempuan yang enggan untuk berhubungan seks, keduanya mempunyai enam orang anak. Putra keduanya, Franklin, meninggal di 1909.

Roosevelt pernah jatuh dalam skandal perselingkuhan. Antara lain dengan sekretaris pribadi Eleanor, Lucy Mercer, yang dimulai pada 1914.

Perselingkuhan itu diketahui Eleanor ketika dia tidak sengaja menemukan surat suaminya kepada Mercer pada September 1918.

Roosevelt sempat berniat menceraikan istrinya, namun, ditentang keras oleh ibunya. Selain itu Mercer tidak mau menikahi duda beranak lima.

Pada akhirnya, Roosevelt dan Eleanor tetap mempertahankan rumah tangga mereka, dan Roosevelt berjanji untuk tidak lagi menemui Mercer.

Namun, Eleanor sudah tidak percaya. Pada titik ini, pernikahan mereka tak lebih dari sebuah kesepakatan politik.

Pada 1941, Roosevelt melanggar janjinya. Dia dan Mercer kembali saling berhubungan. Ketika Roosevelt meninggal di 1945, adalah Mercer yang menemaninya di saat terakhir.

Selain Mercer, putra Roosevelt berkata kalau ayah mereka menjalin perselingkuhan dengan wanita lain. Seperti sekretaris pribadinya Marguerite "Missy" LeHand.

Selain itu, Roosevelt dirumorkan pernah berhubungan dengan Putri Martha dari Swedia, ketika dia tinggal di Gedung Putih selama masa Perang Dunia II.

Baca juga : Ilmuwan Coba Prediksi Kemungkinan Pecahnya Perang Dunia III

3. Awal Karir Politik
Termotivasi oleh sepupunya Theodore Roosevelt, Roosevelt mulai menjajaki kemungkinan untuk berkarir di dunia politik.

Kesempatan itu datang pada 1910, ketika pimpinan Partai Demokrat di Duchess County, New York, membujuk Roosevelt untuk mencalonkan diri pada pemilu legislatif negara bagian.

Roosevelt sempat ragu-ragu. Sebabnya, sang sepupu merupakan kader Partai Republikan. Dia takut jika Theodore menentangnya.

Namun, Theodore tetap mendukung keputusan keluarganya itu meski mereka berbeda pandangan politik. Dia kemudian menang pemilihan saat usianya masih 29 tahun.

Menjadi Senator New York, Roosevelt mempelajari kompromi politik, dan pelan-pelan menanggalkan sikap kebangsawanannya.

Baca juga : Ada Bungker Era Perang Dunia II Tersembunyi di Bawah Stasiun Kereta di Paris

Menjabat sejak 1 Januari 1911, Roosevelt bergabung dengan kelompok "pemberontak" yang menentang mesin politik Tammany Hall.

Pada pemilu sela 1911, Roosevelt kembali terpilih sebagai senator meski saat itu terserang tipus, yang membuatnya harus menepi selama masa kampanye.

Kesuksesan Roosevelt tak lepas dari peran jurnalis kota Albany, Louis McHenry Howe. Dia melihat Roosevelt tidak hanya sebagai sosok yang tinggi nan tampan.

Howe melihat Roosevelt sebagai politisi dengan karir cemerlang di masa depan. Sejak itu, dia mengabdikan hidupnya untuk memberitakan Roosevelt.

Maret 1913, Roosevelt dilantik menjadi Asisten Sekretaris Angkatan Laut AS, di bawah Sekretaris Josephus Daniels.

Jabatan itu diberikan setelah Roosevelt mendukung secara langsung pencalonan Gubernur New Jersey Woodrow Wilson sebagai kandidat presiden Demokrat.

Baca juga : Penemuan Bom Perang Dunia II di Sungai Thames, Bandara London Ditutup

Wilson kemudian terpilih sebagai presiden ke-28 AS, dan menjabat sejak 4 Maret 1913 hingga 4 Maret 1921.

Roosevelt mengklaim sebagai sosok yang mencintai laut, dan tradisi angkatan laut dibandingkan atasannya tersebut.

Selama di Departemen AU, Roosevelt mencoba untuk mereformasi sistem birokrasi di sana, termasuk bernegosiasi dengan serikat pekerja.

Ketika Perang Dunia I pecah di Eropa pada 1914, Roosevelt menjadi sosok yang mendukung kesiapan militer Negeri "Paman Sam".

Ketika akhirnya negara tersebut terjun ke perang pada 1917, Roosevelt membangun reputasi sebagai pemimpin di AU yang sangat efektif.

Sepanjang musim panas 1918, dia berkeliling di pangkalan angkatan laut dan medan pertempuran di kawasan yang dikuasai AS.

Setelah Jerman menandatangani perjanjian penyerahan diri pada November 1918, Roosevelt mengoordinir secara langsung penarikan pasukan matra laut AS.

Baca juga : Jepang Gelar Latihan Evakuasi Militer Pertama Sejak Perang Dunia II

4. Kampanye Sebagai Wakil Presiden
Dengan semakin dekatnya batas akhir masa jabatan Wilson, Roosevelt mulai mempersiapkan langkahnya untuk menjadi pemimpin di AS.

Roosevelt dan para pendukungnya menghadap Herbert Hoover, dan mengemukakan keinginannya untuk bertandem dengan Hoover di Pemilu 1920.

Namun, keinginan itu batal setelah Hoover mendeklarasikan diri bakal mencalonkan diri dari jalur Republikan.

Asa untuk bertarung di panggung pemilu masih terbuka setelah Gubernur Ohio, James Cox, menang pencalonan kandidat presiden dari Demokrat.

Cox kemudian menominasikan Roosevelt sebagai wakilnya. Meski mengejutkan, pencalonan tersebut berlangsung mulus dengan Demokrat menyetujuinya secara aklamasi.

Selama kampanye, Cox-Roosevelt mempertahankan gaya pemerintahan Wilson, termasuk mendukung AS tetap berada di Liga Bangsa-bangsa.

Namun, kampanye tersebut ternyata tidak populer di AS. Mereka kalah oleh pasangan Warren G Harding dan Calvin Coolidge.

Roosevelt menerima kekalahan tersebut dengan lapang dada. Dia pernah mengatakan, kepercayaan yang dibangun selama kampanye 1920 nyatanya membantunya selama Pemilu 1932.

Baca juga : Pernikahan di Jepang Makin Sedikit sejak Akhir Perang Dunia II

5. Kelumpuhan dan Kembali ke Dunia Politik
Setelah pemilu, Roosevelt kembali ke New York di mana dia melakukan praktik sebagai pengacara, dan sempat bekerja di Perusahaan Fidelity and Deposit.

Roosevelt juga mulai membangun dukungan yang dipersiapkan untuk menyongsong Pemilu 1922. Namun, kehidupannya langsung runtuh ketika berlibur di Pulau Campobello.

Saat berlibur pada Agustus 1921, Roosevelt menderita sakit. Awalnya, dokter menyimpulkan dia mengalami demam.

Namun, perlahan-lahan dia mengalami kelumpuhan yang dimulai dari wajah, disfungsi usus dan kandung kemih, mati rasa, dan pemulihannya mengalami penurunan.

Oleh dokter, dia didiagnosis dengan polio. Sara Delano kemudian menyarankan anaknya untuk berhenti dari politik.

Namun, istri dan Howe, yang kini menjadi penasihat politik Roosevelt, mendukungnya untuk tetap berkarir di dunia politik.

Karena masih berusaha memulihkan diri dari polio, Roosevelt mengandalkan sang istri untuk tetap menyelamatkan reputasinya di Demokrat.

Meski sosok pemalu, Eleanor terbukti menjadi pembicara yang hebat bagi sang suami, dan analis politik dengan bantuan Howe.

Di 1924, Roosevelt membuat kemunculan yang mengejutkan dalam konvensi Demokrat untuk mencalonkan Gubernur New York Alfred Smith sebagai presiden.

Dukungan itu kembali disampaikan Roosevelt empat tahun kemudian. Sebagai balasan, Smith mendesak Roosevelt agar bersedia maju sebagai calon Gubernur New York.

Baca juga : Paus Ingatkan Bahaya Perang Nuklir lewat Foto Anak Korban Perang Dunia II

6. Menjadi Gubernur New York
Awalnya, Roosevelt tidak mengiyakan desakan Smith. Selain tidak ingin meninggalkan Warm Springs, dia juga mengkhawatirkan pengaruh Republikan di 1928.

Namun, para petinggi Demokrat meyakinkan Roosevelt hanya dia yang bisa mengalahkan kandidat Republikan, Jaksa Agung New York Albert Ottinger.

Segera saja dia membentuk persekutuan dengan beberapa politisi seperti Samuel Rosenman, Frances Perkins, dan James Farley.

Ketika Smith kalah di Pilpres, Roosevelt justru menang di pemilihan gubernur dengan perbedaan suara di antara Roosevelt dan Ottinger hanya satu persen.

Kemenangan di negara bagian paling terkenal di AS membuat nama Roosevelt mulai digadang-gadang menjadi calon presiden di masa mendatang.

Baca juga : Memoar Kaisar Hirohito tentang Perang Dunia II Terjual Rp 3,7 Miliar

Resmi menjabat orang nomor satu di New York pada 1929, Roosevelt menyadari bahwa dia perlu membuat pemerintahan yang berbeda dari pendahulunya.

Dia menolak tawaran Smith untuk memasukkan Robert Moses, yang langsung membuat Smith sakit hati, dan hubungan mereka merenggang.

Selain itu, dia mengajukan usulan pembangunan pembangkit listrik, dan berusaha menangani krisis pertanian yang terjadi di dekade 1920-an.

Pada periode pertamanya, Roosevelt berkonsentrasi terhadap keringanan pajak petani, dan memberikan harga murah bagi pengguna transportasi publik.

Langkah itu membuatnya terpilih kembali dengan meraup 725.000 suara pada pemilihan 1930. Ketika itu, AS dilanda krisis ekonomi terbesar bernama Great Depression.

Menghadapi krisis membuat Roosevelt menjadi sosok pemimpin berhaluan kiri. Dia mengatur pemerintah untuk memberikan bantuan bagi pemulihan ekonomi.

Roosevelt juga melakukan manuver dengan mendekati Republikan pada musim gugur 1931. Dia mengajak rival untuk membentuk Bantuan Darurat Pemerintah.

Program itu memberikan bantuan kepada 10 persen keluarga di New York yang tidak mendapat pekerjaan.

Baca juga : Kawasan Eks Bandara Perang Dunia II Bakal Disulap Jadi Kota Pintar

7. Pemilu Presiden 1932
Kecemerlangannya dalam menatap New York membuat Roosevelt mulai mengalihkan perhatian kepada politik nasional.

Dengan isu Depresi Besar yang terjadi di era pemerintahan Herbert Hoover, Demokrat memanfaatkannya untuk kembali menempatkan kadernya sebagai presiden sejak Woodrow Wilson.

Namun, bukan hal mudah bagi Roosevelt untuk menggenggam tiket sebagai calon presiden yang diusung Demokrat. Dia membutuhkan dua per tiga suara dalam konvensi.

Lawan yang dihadapi Roosevelt merupakan kelompok konservatif Eastern Democrats yang dikenal loyal terhadap Smith.

Kalangan oposisi semakin kuat setelah John Nance Garner, Ketua House of Representatives atau DPR AS, menang di konvensi California.

Baca juga : Tentara Perang Dunia II Baru Dikenali Setelah 74 Tahun Meninggal

Pemilihan kandidat presiden sempat melalui tiga balot, setelah tiba-tiba Garner menyerahkan mandatnya kepada Roosevelt, yang membuatnya meraup dua per tiga suara.

Resmi menjadi kandidat presiden, Roosevelt yang dibantu tim kampanyenya langsung merumuskan program bernama New Deal.

Tanpa menjabarkan programnya secara spesifik, Roosevelt menjanjikan New Deal bakal memanfaatkan seluruh kekuatan pemerintah pusat untuk memulihkan ekonomi.

Dalam perkembangan selanjutnya, dibantu oleh tim kampanye berjuluk Brain Trust, secara hati-hati Roosevelt mulai memaparkan apa itu New Deal.

Nantinya, Roosevelt bakal memberi bantuan kepada petani, membangun listrik publik, menyeimbangkan anggaran negara, dan menghukum perusahaan swasta.

Selain mempunyai kampanye berbeda, baik Roosevelt dan Hoover menunjukkan pribadi yang sangat bertolak belakang.

Jika Roosevelt memancarkan kepercayaan diri dan selalu yakin, Hoover terus menunjukkan dirinya sebagai sosok pemuram, namun hati-hati.

Pada Pilpres 1932, Roosevelt meraup 23 juta suara pada popular vote, dan 472 di electoral vote berbanding 59 yang diterima Hoover.

Empat bulan sebelum pelantikan, Hoover sempat berusaha mendekati Roosevelt, dan ingin dia membantu Hoover menyelesaikan krisis.

Namun, Roosevelt menolak ajakan tersebut. Ketika dilantik pada 4 Maret 1933, ekonomi AS begitu terpuruk.

Banyak bank tutup, pengangguran mencapai 13 juta, dan produksi dari sektor produksi turun hingga 56 persen.

Baca juga : 6 Pesawat Tempur Paling Penting Bagi AS di Masa Perang Dunia II

8. Program 100 Hari
Dalam pidato pelantikannya, Roosevelt menjanjikan tindakan yang tegas, dan dengan percaya diri menjanjikan kemakmuran kepada jutaan rakyat Amerika.

"Satu-satunya yang perlu kita takutkan adalah ketakutan itu sendiri," kata Roosevelt dalam pidatonya tersebut.

Pada 9 Maret 1933, Roosevelt meminta digelar audiensi dengan Kongres AS, dan mereka menyepakati Undang-undang Darurat Perbankan.

Dia memperkenalkan "Program 100 Hari" sebagai tahap pertama dari program New Deal yang dijanjikannya.

Baca juga : 5 Teknologi Militer yang Diciptakan di Masa Perang Dunia I

Dua kebijakan penting dalam Program 100 Hari Roosevelt adalah UU Pengaturan Agrikultur (AAA), dan UU Pemulihan Industri Nasional (NIRA).

AAA dibentuk dengan tugas untuk meningkatkan harga komoditas agrikultur, dan memperluas kans petani menerima keuntungan besar.

Caranya, pemerintah memberi subsidi untuk tujuh komoditas utama; gandum, jagung, babi, kapas, tembakau, beras, dan susu.

Adapun NIRA mempunyai dua sub-program. Satu berfokus kepada penganggaran 3,3 miliar dolar AS untuk pekerjaan publik.

Sedangkan satu lagi merupakan Dinas Pemulihan Nasional (NRA) yang tugasnya mencegah perdagangan tidak adil, menetapkan upah minimum, hingga mengontrol harga dan produksi.

Roosevelt juga melakukan memenuhi janji kampanyenya dengan melakukan penghematan anggaran negara.

Antara lain memotong anggaran militer dari 752 juta dolar AS menjadi 531 juta dolar AS di 1934, dan memotong 40 persen pengeluaran veteran.

Kebijakan tersebut memicu aksi protes dari kelompok veteran seperti American Legion dan Veteran Perang Luar Negeri.

Baca juga : Mencemaskan, Trump Berpotensi Picu Perang Dunia III

9. Terpilih untuk Periode Kedua di 1936
Program New Deal yang dijalankan Roosevelt menunjukkan perkembangan positif ketika AS memasuki masa Pilpres 1936.

Angka pengangguran turun menjadi delapan juta orang, dan ekonomi mulai berangsur pulih. Situasi itu membuat Roosevelt menjadi figur populer.

Usaha untuk mendongkel Roosevelt, seperti yang dilakukan Huey Long dengan kelompok sayap kiri Demokrat, tidak menemui hasil.

Pada masa pemilihan melawan kandidat Partai Republikan Alf Landon, Roosevelt menang dengan meraup 60,8 persen suara, dan unggul di hampir semua negara bagian, kecuali Maine dan Vermont.

Baca juga : Ditemukan 225 Kg Bom Sisa Perang Dunia II, Sebuah Penjara Dikosongkan

10. Periode Ketiga dan Perang Dunia II
Ketika berhasil meraup periode ketiga, Roosevelt menghadapi situasi politik internasional yang sangat pelik; Perang Dunia II.

Ketika Jerman menginvasi Polandia di 1939, Roosevelt dan para pejabat top militernya langsung memberi perhatian kepada Eropa.

Namun, di saat bersamaan, AS juga menangani hubungan mereka yang renggang dengan Jepang sejak invasi Negeri "Matahari Terbit" le Manchuria di 1931.

Relasi itu makin memburuk setelah Roosevelt mengumumkan dukungan terhadap China, saat Perang Sino-Jepang Kedua.

AS bahkan memberi pinjaman 100 juta kepada China sebagai buntut pendudukan Jepang di kawasan utara Indochina Perancis.

Baca juga : Hari Ini dalam Sejarah: Perang Dunia II di Eropa Resmi Berakhir

Jepang langsung membentuk persekutuan dengan Jerman dan Italia melalui Pakta 3 Pihak, dan mereka kemudian dikenal dengan nama Kekuatan Poros (Axis).

Juli 1941, ketika Jepang menduduki sebagian besar Indochina Perancis, Roosevelt langsung memerintahkan penghentian penjualan minyak ke Jepang.

Tidak hanya itu, dia juga meminta agar militer Filipina bisa berada di bawah komando AS, dan menempatkan Jenderal Douglas MacArthur di sana.

Kebijakan itu membuat Jepang berang. Sebab, penghentian penjualan minyak berarti Jepang kehilangan 95 persen pasokan minyaknya.

Tokyo mengancam bakal menyerang AS jika embargo tersebut tidak dihentikan. Namun, Roosevelt tetap kukuh dalam pendiriannya.

Setelah rangkaian diplomasi, Parlemen Jepang menyetujui serangan ke markas AS di Asia (Filipina), dan Pasifik (Pearl Harbor, Hawai).

7 Desember 1941, militer Jepang melakukan serangan mendadak ke markas angkatan laut AS di Pearl Harbor, dan menewaskan 2.403 orang militer dan sipil.

Sehari berselang, dalam pertemuan di Kongres, Roosevelt berbicara dalam pidatonya yang terkenal, dan membuat Kongres mendeklarasikan perang kepada Jepang.

11 Desember 1941, Pemimpin Jepang Adolf Hitler, dan Perdana Menteri Italia Benito Mussolini juga menyatakan perang kepada AS.

Baca juga : Mengenal V-Mail, E-Mail yang Populer di Era Perang Dunia II

11. Strategi "Europe First"
Pada Desember 1941, Roosevelt dan Perdana Menteri Inggris Winston Churchill bertemu di Konferensi Arcadia di Washington.

Kedua belah pihak sepakat membentuk strategi gabungan untuk menangkal Nazi Jerman, atau yang dikenal dengan Europe First.

Inggris dan AS kemudian membentuk Kepala Staf Gabungan untuk mengatur kebijakan militer, dan Dewan Munisi Gabungan untuk mengatur logistik.

Di 1942, Roosevelt mendirikan badan baru bernama Gabungan Kepala Staf untuk merumuskan strategi militer AS di Perang Dunia II.

Roosevelt tidak turut campur dalam kebijakan perang, dan membiarkan para jenderalnya yang bekerja. Dia lebih condong kepada pengurusan sumber daya manusia dan alat.

Baca juga : Presiden AS Ini Nyaris Dipenggal Jepang di Perang Dunia II

12. Pengembangan Nuklir
Ketika Perang Dunia II berkecamuk, dua ilmuwan terkenal, Leo Szilard dan Albert Einstein, mengirim surat kepada Roosevelt pada 2 Agustus 1939.

Dalam surat itu, mereka memperingatkan akan adanya kemungkinan Jerman bakal mengembangkan senjata nuklir.

Szilard percaya, penelitian soal pembelahan nuklir dapat digunakan untuk menciptakan reaksi berantai nuklir, yang bisa menjadi senjata pemusnah massal.

Roosevelt takut jika Jerman benar-benar menggunakan teknologi itu, dan menyetujui penelitian awal tentang senjata nuklir.

Setelah serangan Pearl Harbor, Roosevelt berhasil mendapatkan dana yang cukup untuk melanjutkan penelitian.

Dia menugaskan Jenderal Leslie Groves untuk mengawasi Proyek Manhattan, di mana mereka mengembangkan bom atom pertama.

Baca juga : Bom Perang Dunia II Ditemukan di Berlin, Warga Diungsikan

13. Kematian
Sejak 1940, kesehatan Roosevelt sebenarnya sudah menurun jauh yang diakibatkan kebiasaannya sebagai perokok berat di masa muda.

Maret 1944, Roosevelt didiagnosa mengidap darah tinggi, atheroclerosis, hingga gagal jantung kongestif dalam usia 62 tahun.

Meski begitu, dia tetap mencalonkan diri untuk periode keempat pada Pilpres 1944 melawan Gubernur New York Thomas Dewey yang diusung Republikan.

Roosevelt menang tipis pada popular vote dengan 25 berbanding 22 juta. Sedangkan electoral vote, dia unggul jauh 432-99.

Pada 4-11 Februari 1945, Roosevelt bertemu dengan Churchill dan Pemimpin Uni Soviet Joseph Stalin di Yalta, kota pesisir di Semenanjung Crimea.

Baca juga : 11 Makam Pelaut Indonesia yang Gugur Semasa Perang Dunia II Ditemukan Kembali

Pertemuan itu dimaksudkan untuk membahas rencana selanjutnya blok Sekutu jika kemenangan di Perang Dunia II sudah tercapai.

Sebab, Jepang mulai mengalami kekalahan di pertempuran kawasan Pasifik. Sementara kekuatan Jerman di Eropa semakin tergerus.

Pulang dari Yalta, banyak yang terkejut ketika melihat perubahan dalam diri Roosevelt. Dia begitu tua, kurus, dan rapuh.

29 Maret 1945, dia pergi ke kediamannya di Warm Springs untuk beristirahat sebelum dia menghadiri konferensi pendiri PBB.

Siang hari di 12 April 1945, Roosevelt mengeluhkan sakit kepala, dan langsung tidak sadar serta merosot dari kursinya.

Oleh dokter kepresidenan Howard Bruenn, Roosevelt menderita pendarahan di otak. Pukul 15.35 waktu setempat, dokter menyatakan Roosevelt wafat dalam usia 63 tahun.

Roosevelt tidak sempat melihat kemenangan resmi yang diraih AS di Perang Dunia II, atau menyaksikan tewasnya Mussolini di 28 April 1945.

Setelah upacara pemakaman di Gedung Putih pada 14 April 1945, jenazah Roosevelt dibawa ke peristirahatan terakhir di Rose Garden sehari berselang.

Baca juga : Trump: Hillary akan Memicu Perang Dunia III di Suriah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com