Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Sergei Skripal, Rusia Minta Pertemuan Dewan Keamanan PBB

Kompas.com - 05/04/2018, 14:14 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber BBC,CNN

NEW YORK, KOMPAS.com - Rusia dilaporkan telah meminta digelarnya pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB pada Kamis (5/4/2018).

Permintaan tersebut dilayangkan setelah pengajuan proposal baru Rusia soal penyelidikan kasus percobaan pembunuhan terhadap Sergei Skripal kandas.

Sergei Skripal merupakan mantan agen rahasia Rusia yang kemudian membelot ke Inggris, dan ditemukan dalam keadaan tidak sadar 4 Maret lalu.

Dilansir BBC, di Den Haag, Belanda, telah digelar pertemuan Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) Rabu (4/4/2018).

Rusia sebagai inisiator mengajukan proposal penyelidikan dugaan adanya senjata kimia berupa racun saraf yang ditemukan dalam tubuh Skripal dan putrinya, Yulia.

Baca juga : Permintaan Rusia, Badan Pengawas Senjata Kimia Bakal Gelar Pertemuan

Racun saraf tersebut merupakan Novichok, yang diciptakan pada era Uni Soviet 1970-an, dan diklaim sebagai racun paling mematikan di dunia.

Selain meminta pembagian sampel bukti yang dikumpulkan Inggris, Rusia juga ingin ada penyelidikan gabungan dengan Kremlin di dalamnya.

Namun, proposal yang diajukan gagal setelah dalam pemilihan, hanya enam suara yang mendukung suara, berbanding 15 yang menolak adanya Rusia di investigasi itu.

Karena itu, Rusia kemudian meminta adanya sesi terbuka Dewan Keamanan PBB pada pukul 20.00 waktu Inggris.

"Dalam rangka menjaga prinsip bahwa penggunaan senjata kimia harus diusut tuntas, kami meminta adanya sesi terbuka," kata Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia, seperti dikutip TASS.

Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pertemuan dengan Turki dan Iran berujar, dia ingin melihat sebuah proses politik yang berdasarkan hukum internasional.

Baca juga : Kasus Mantan Agen Ganda Diracun, Rusia Sindir Inggris Lewat Twitter

"Kami menunggu akal sehat untuk menang, dan tidak ada lagi bahaya karena kerenggangan hubungan internasional," beber Putin kepada TASS via CNN.

Sejak kasus Skripal mencuat, Perdana Menteri Inggris Theresa May menuduh Rusia sebagai dalamg serangan tersebut.

Pada 14 Maret, May mengumumkan pengusiran terhadap 23 diplomat Rusia yang diidentifikasi sebagai mata-mata.

Aksi Inggris kemudian diikuti oleh sejumlah negara di dunia. Lebih dari 151 diplomat Rusia diusir dari 27 negara.

Amerika Serikat (AS) menjadi negara yang paling banyak melakukan pengusiran, dengan 60 orang diplomat harus angkat kaki.

Selain itu, Washington juga mengumumkan telah menutup Kantor Konsulat Rusia di Seattle.

Kremlin membalasnya dengan mengusir diplomat dalam jumlah yang sama, dan menutup konsulat mereka di Saint Petersburg.

Selain itu, Rusia juga mengumumkan pengusiran terhadap diplomat negara yang mengikuti Inggris mem-persona non grata-kan diplomat mereka.

Baca juga : Rusia: AS dan Inggris Berupaya Hentikan Perhelatan Piala Dunia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber BBC,CNN
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com