NEW DELHI, KOMPAS.com - Kerusuhan dilaporkan pecah di seluruh India menyusul demonstrasi yang dilakukan oleh Dalit, kasta paling bawah di India.
BBC melaporkan Senin (2/4/2018), delapan orang dilaporkan tewas dalam aksi protes yang dilakukan puluhan orang anggota Dalit.
Korban paling banyak terjadi di negara bagian Madhya Pradesh, di mana enam orang dikabarkan tewas.
Layanan internet dihentikan di banyak tempat untuk mencegah protes agar tidak semakin menjalar.
Tentara disebar di beberapa negara bagian yang mempunyai populasi kasta rendah besar, seperti Punjab.
Baca juga : Politisi dari Kasta Terendah Berpeluang Jadi Presiden India
Mereka turun ke jalan, dan memprotes Mahkamah Agung yang dianggap memperlemah undang-undang pencegahan kekerasan terhadap kasta bawah, atau dikenal dengan SC/ST.
Diperkenalkan pada 1989, peraturan itu mengizinkan terduga pelaku kekerasan pada kasta bawah untuk langsung ditahan dengan sedikit kemungkinan dia bebas menggunakan jaminan.
Selain itu, undang-undang tersebut juga memperbolehkan publik untuk menuntut polisi yang dianggap lalai menjalankan tugasnya.
Sebabnya, orang dari kasta bawah seperti Shudra atau Dalit sering mengeluhkan polisi tidak mau memproses laporan mereka jika pelaku berasal dari kasta yang sama dengan polisi tersebut.
Apalagi, sepanjang 2016, Amnesti Internasional mencatat lebih dari 40.000 kasus kejahatan yang menyasar orang dari kasta rendah.
Namun, oleh Mahkamah Agung, aturan SC/ST kemudian mengalami perubahan. Sebabnya, dalam laporan mereka, 15 persen laporan di 2015 merupakan laporan palsu.
Karena itu, Mahkamah Agung menerbitkan keputusan, dan menghapus pasal tentang penahanan otomatis.
Selain itu, polisi juga diwajibkan melakukan penyelidikan selama tujuh hari sebelum melakukan tindakan terhadap terduga pelaku kekerasan.
KP Choudhary, sekretaris jenderal organisasi kasta bawah India mengaku syok dengan keputusan Mahkamah Agung tersebut.
Choudhary berkata, Peraturan SC/ST diberlakukan untuk menjamin segala tindakan kekerasan terhadap kasta bawah bisa langsung dihukum.
"Kini, dengan keputusan Mahkamah Agung, segala kewajiban legal ini telah berakhir. Kami semua jelas sangat sedih," beber Choudhary.
Pemerintah federal, seperti diwartakan BBC, telah meminta Mahkamah Agung untuk meninjau kembali keputusannya.
Baca juga : Terkait Pemilu, MA India Larang Politisi Usung Isu Agama dan Kasta
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.