Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Perhimpunan Pelajar Indonesia
PPI

Perhimpunan Pelajar Indonesia (www.ppidunia.org)

China Versus AS: Perang Ideologi Jilid 2

Kompas.com - 02/04/2018, 17:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA 11 Maret lalu, parlemen China telah menghapuskan batas dua periode masa jabatan presiden. Hal ini membuka jalan kepada Xi Jinping untuk menjadi presiden seumur hidup. Kesempatan itu hanya pernah terjadi pada pemerintahan Mao Zedong.

Jika Xi benar-benar akan menjadi presiden seumur hidup, maka visi diseminasi sosialisme ala China yang diungkapkan Xi pada Kongres Nasional ke-19 Partai Komunis China akan terus digencarkan penyelenggaranya.

Hal ini jelas akan menggiring sosialisme ala China berhadapan dengan kapitalisme ala barat. Dengan demikian, perang ideologi bukan tidak mungkin akan terjadi di mana fondasinya telah jelas terlihat.

Pada umumnya, perang ideologi diasosiasikan dengan eksistensi perang dingin setelah berakhirnya perang dunia kedua. Perang tersebut dapat dikatakan sebagai kompetisi antara Washington dan Moskwa.

Pada 1990-an, konstelasi ide-ide komunis Moskwa dan kapitalis Washington dalam percaturan politik internasional berakhir dengan runtuhnya Uni Soviet yang bertransformasi menjadi Rusia.

Dengan runtuhnya Uni Soviet, Amerika Serikat berdiri pada tahta kepemimpinan dunia. Ia merupakan kekuatan paling adidaya di muka bumi. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas aktif dari Washington mengenai konflik-konflik dunia.

Selain itu, banyak negara yang dulu merupakan "pengikut" dari cita-cita komunis beralih pandagan pada sistem kapitalis-demokrat barat.

Para negarawan tersebut menganggap kapitalis-demokrat barat bukanlah suatu sistem terbaik, melainkan sistem yang telah terbukti lebih berhasil bila disandingkan dengan sistem komunis yang dahulu mereka gunakan.

Namun demikian, dekade kedua di tahun milenium merepresentasikan gerak sejarah baru di mana Negeri Naga mampu bersaing ketat dengan Paman Sam.

Negeri Naga China adalah negeri yang menempatkan ide komunisme dalam sistem politik. Pada pemerintahan Mao Zedong, China mampu membuktikan kemampuannya dalam merekonstruksi negaranya dengan sistem komunis.

Namun kemudian, pada 1966-1976, China berada pade fase krusial di mana cultural revolution membawa dampak negatif bagi banyak masyarakat China.

Deng Xiaoping, suksesor Mao, membuka arah baru dalam sejarah China. Deng melakukan reformasi ekonomi dan politik internasional. China kemudian berjabat tangan dengan banyak negara yang dahulunya merupakan lawan politik.

Dalam hal ini, ASEAN pun menjadi perhatian Deng Xiaoping. Pada 1978, ia mengadakan safari politik ke tiga negara pendiri ASEAN, yakni Malaysia, Singapura, dan Thailand, untuk merestorasi hubungan buruk yang telah tertanam di ASEAN.

Kebijakan buka pintu oleh China berbuah manis di mana hal tersebut mampu mereparasi ekonomi China.

Pada tahun 2000-an, China menunjukkan potensi besar untuk menjadi kekuatan ekonomi dunia. Hal ini tentunya disambut dengan rasa waswas oleh kalangan barat, terutama Amerika.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com