Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

13 Orang Pengedar Narkoba di Filipina Tewas Ditembak Polisi

Kompas.com - 22/03/2018, 18:10 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber Reuters

MANILA, KOMPAS.com - Otoritas penegak hukum Filipina mengumumkan telah menggelar operasi anti-narkoba di Provinsi Bulacan.

Dilaporkan Reuters.com Kamis (22/3/2018), operasi tersebut dilaksanakan Rabu (21/3/2018) dan menyasar sembilan kota di sana.

Kepala Polisi Bulacan Romeo Caramat mengatakan, jajarannya mengelar 60 operasi tangkap tangan transaksi. Hasilnya, mereka menembak mati 13 orang pengedar narkoba.

Caramat menjelaskan, polisi terpaksa menewaskan para pengedar tersebut setelah diketahui mereka menyembunyikan senjata.

"Para pengedar itu merasa bahwa mereka dijebak oleh polisi yang menyamar, dan mulai melancarkan tembakan," kata Caramat dalam keterangan resminya.

Baca juga : Duterte Umumkan Filipina Keluar dari Mahkamah Kriminal Internasional

Selain itu, dalam operasi yang berlangsung selama 24 jam tersebut, polisi juga menahan 100 orang, dan mengamankan 250 paket yang diduga narkoba, dan 19 pucuk senjata.

"Operasi ini merupakan bentuk komitmen kami untuk memberantas narkoba, dan aksi kriminal lain yang ada di provinsi ini," tegas Caramat.

Diberitakan Reuters.com, di provinsi yang sama, polisi melakukan operasi dan menewaskan 32 orang pada Agustus 2017.

Adapun pada Februari lalu, tempat yang sama juga menjadi sasaran penyerbuan polisi, dan menembak mati 10 orang pengedar narkoba.

Sejak naik menjadi Presiden Filipina 30 Juni 2016, kampanye anti-narkoba yang didengungkan Rodrigo Duterte mendapat kecaman dari dunia internasional.

Sebab, kebijakan The Punisher, julukan Duterte, untuk memerangi narkoba berujung kepada banyaknya pembunuhan ekstrayudisial di Filipina.

Versi pemerintah, sejak Juli 2016, perang melawan narkoba sudah merenggut nyawa sekitar 4.000 orang.

Namun, Aliansi Pengacara HAM Filipina (PAHRA) maupun Human Rights Watch mengestimasi, korban kebijakan Duterte telah menembus 12.000 orang.

Operasi yang dilakukan Duterte membuat Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) pada Februari lalu memutuskan untuk menggelar pemeriksaan awal.

Gusar dengan tindakan ICC, Duterte pekan lalu (14/3/2018) mengumumkan bakal menarik Filipina keluar dari Statuta Roma, kesepakatan yang menjadi dasar berdirinya ICC.

Presiden 72 tahun itu berkata, ICC tidak mempunyai yurisdiksi di negaranya jika merujuk kepada Undang-Undang Sipil yang baru.

Berdasarkan peraturan tersebut, sebuah hukum baru bisa berlaku secara efektif jika dipublikasikan di jurnal pemerintah Official Gazette, atau media massa lain.

Selain itu, Duterte juga menjelaskan kalau hukum internasional tidak boleh mengerdilkan hukum domestik.

Mantan Wali Kota Davao itu menuturkan, pasukan yang memburu pengedar maupun pemakai narkoba tidak bermaksud untuk membunuh.

"Jika ada orang yang tewas, semata-mata karena penegak hukum kami berusaha membela diri," papar presiden berjuluk yang akrab disapa Digong tersebut.

Duterte menuduh ICC telah dipolitisasi, dan dijadikan alat untuk melawan Filipina.

Baca juga : Keluar dari Mahkamah Kriminal Internasional, Akhir bagi Duterte

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Reuters
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com