Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/03/2018, 12:26 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Bagi para penggemar sejarah perang, tentu tidak asing dengan sosok Erwin Rommel yang dijuluki "Rubah Gurun" di Front Afrika saat Perang Dunia II.

Namun, jauh sebelum Rommel, di Afrika pernah berdiri seorang jenderal bernama Paul von Lettow-Vorbeck, yang mendapat julukan Der Lowe von Afrika (Singa dari Afrika).

Julukan tersebut tidak berlebihan. Sebab pada Perang Dunia I, reputasinya begitu mengilap karena tidak terkalahkan di medan perang Afrika.

Dia baru bersedia berhenti setelah Perang Dunia I memasuki masa akhir, dan menandatangani kesepakatan gencatan senjata di November 1918.

Berbekal 14.000 pasukan yang terdiri dari 3.000 orang Jerman dan 11.000 Askaris (prajurit asli Afrika), Lettow-Vorbeck mampu melawan 300.000 pasukan gabungan Inggris, Belgia, dan Portugal.

Baca juga : Ilmuwan Coba Prediksi Kemungkinan Pecahnya Perang Dunia III

Prestasi terhebat Lettow-Vorbeck adalah dia satu-satunya perwira Jerman yang mampu menginvasi tanah jajahan Inggris di Afrika.

Selain itu, menurut sejarawan militer asal Amerika Serikat (AS) Edwin Palmer Hoyt, Lettow-Vorbeck dianggap sebagai pencetus perang gerilya modern.

"Paul von Lettow-Vorbeck adalah penggagas gerakan gerilya paling sukses dalam sejarah perang modern," puji Hoyt.

1. Karir Militer
Terlahir dari keluarga bangsawan, Lettow-Vorbeck bergabung dengan korps kadet di Postdam dan Berlin-Lichterfelde setelah lulus dari sekolah asrama.

Pada 1890, dia dilantik sebagai Letnan, ditempatkan di tentara Kekaisaran Jerman, dan awalnya ditugaskan di Staf Jenderal Agung.

Medan perang pertama Lettow-Vorbeck adalah saat dikirim ke China sebagai bagian dari pasukan gabungan internasional untuk memadamkan Pemberontakan Boxer di China pada 1900.

Setelah itu, dia digeser ke Afrika Barat Daya Jerman (sekarang Namibia) untuk menumpas Pemberontakan Herero dan Hottentot (1904-1907).

Seperti dilansir situs Britannica, pada masa itulah, Lettow-Vorbeck mendapatkan pengalaman tentang taktik penyergapan.

Pada Maret 1909 sampai Januari 1913, dia menjadi Komandan II Seebataillon (Batalion Laut Kedua) di Wilhelmshaven.

Karirnya kembali melesat setelah di Oktober 1913, dia menjadi Letnan Kolonel, dan ditugaskan sebagai Komandan Schutztruppe (Pasukan Pertahanan) Jerman di Kamerun Jerman (kini bernama Kamerun).

Baca juga : 5 Teknologi Militer yang Diciptakan di Masa Perang Dunia I

2. Perang Dunia I
Pada Agustus 1914, Perang Dunia I pun pecah, Lettow-Vorbeck hanyalah komandan dari sebuah garnisun kecil yang berisi 2.600 tentara Jerman, dan 2.472 Kompi ke-14 Askaris.

Dikutip dari situs War History Online, khawatir bahwa perang bakal sampai ke Afrika, Lettow-Vorbeck berusaha untuk menambah jumlah personel tempurnya.

Namun, rencananya ditentang oleh Gubernur Koloni Jerman di Afrika, Heinrich Schnee, yang meminta Lettow-Vorbeck untuk menaati Perjanjian Kongo 1885, di mana Eropa bakal menjadikan Afrika sebagai wilayah netral.

Lettow-Vorbeck mendapat angin dia mendapat informasi kalau Inggris berencana untuk tidak menghormati Perjanjian Kongo dengan berusaha menyerang Tanga.

Dia mempersiapkan operasi militer untuk membendung serangan Inggris di Tanga. Berbekal 1.000 prajurit, Lettow-Vorbeck harus melawan 8.000 serdadu Inggris.

Baca juga : Kisah Gadis Australia Menyamar Jadi Prajurit Pria Saat Perang Dunia I

Meski begitu, Lettow-Vorbeck tetap melancarkan serangan pada 2 November 1914, dan meraih kemenangan empat hari berselang.

Lettow-Vorbeck melanjutkan kampanye militernya dengan menyerang jalur kereta api Inggris di Afrika Timur, dan merebut Jassin pada 19 Januari 1915.

Kemenangan di Jassin tidak hanya memberi Lettow-Vorbeck segala persenjataan modern. Namun juga suntikan moral bagi anak buahnya.

Meski begitu, dalam dua serangan tersebut, Lettow-Vorbeck harus kehilangan perwira terbaiknya. Antara lain Kapten Tom von Prince yang disebutnya "tidak tergantikan".

Sadar bahwa dia bakal kehilangan orang-orang terbaiknya jika meladeni perang terbuka, Lettow-Vorbeck menggunakan taktik yang sangat dibencinya; perang gerilya.

Selama tiga tahun berikutnya, Lettow-Vorbeck menggelar operasi gerilya paling sukses dalam sejarah Perang Dunia I.

Sebagai langkah awal, schutztruppe melalukan perekrutan, hingga terbentuklah 14.000 pasukan yang sebagian besar merupakan Askaris.

Dalam melaksanakan tujuannya, Lettow-Vorbeck menggunakan bahasa Swahili, sehingga dia berhasil meraih simpati dan hormat di kalangan prajurit Afrika.

Baca juga : 100 Tahun Perang Dunia I Diperingati di Berbagai Negara

Sejarawan menulis, Lettow-Vorbeck adalah perwira yang tidak membeda-bedakan anak buahnya. "Kita semua adalah orang Afrika di sini," kata Lettow-Vorbeck pada salah satu perwira Afrika.

Selain menambah personil, Schutztruppe juga menerima bantuan senjata dari kapal SMS Koenigsberg yang berlabuh di delta Sungai Rufiji.

Pada September 1916, Inggris dan Belgia mengerahkan 48.000 pasukan di bawah pimpinan Jenderal JC Smuts dan Jenderal Charles Tombeur di Tabora.

Pasukan gabungan itu pertama kali berhadapan dengan Mayor Kurt Wahle yang hanya membawa 5.000 tentara, sehingga memaksanya mundur untuk bergabung dengan skuad utama.

Lettow-Vorbeck kemudian melancarkan penyergapan menggunakan iklim dan tebing Afrika sebagai sekutunya.

Dalam pertempuran di Mahiwa Oktober 1917, Schutztruppe mampu menewaskan 2.700 tentara Inggris, dan hanya kehilangan 519 orang.

Di 1917, Lettow-Vorbeck membawa pasukannya bergerak ke selatan di mana Kerajaan Inggris masih melakukan pengejaran.

Dia menyeberangi Sungai Rovuma, dan maju menuju Mozambik Portugal. Di sana, Lettow-Vorbeck melakukan langkah berani dengan memutus jalur perbekalannya.

Keputusan tersebut membuat pasukannya harus berpindah-pindah demi mendapatkan suplai makanan, obat, dan amunisi.

Pada 26 November 1917, Lettow-Vorbeck menyerang garnisun Portugal di Ngomano, dan berhasil mendapatkan segala kebutuhan logistik untuk pasukannya.

Selama setahun, Schutztruppe mengisi perbekalannya dengan menyerang pos-pos Inggris dan Portugal.

Saat Perang Dunia I berakhir di 11 November 1918, pasukan Lettow-Vorbeck masih bisa  merebut Kasama, Katanga, dan sempat menyeberangi Sungai Chambeshi.

Kiprahnya baru berakhir setelah Pejabat Pengadilan Inggris Hector Croad, menyerahkan bendera putih dan surat dari Jenderal Jacob van Deventer.

Isinya, Jerman kalah dalam Perang Dunia I, dan Lettow-Vorbeck harus melakukan gencatan senjata, serta menuju Abercorn (kini Mbala) untuk menyerahkan diri.

Lettow-Vorbeck, saat itu berpangkat Letnan Jenderal, setuju dengan surat tersebut di saat pasukannya masih belum terkalahkan dalam medan tempur Afrika.

Pada 25 November 1918, Lettow-Vorbeck menyerahkan diri bersama 30 perwira Jerman, 125 perwira cadangan Jerman, 1.168 Askaris, dan 3.500 pengangkut.

Baca juga : Ada Bungker Era Perang Dunia II Tersembunyi di Bawah Stasiun Kereta di Paris

3. Kehidupan Pasca-perang
Setelah perang berakhir, Lettow-Vorbeck dan tahanan perang Jerman lainnya dipindahkan ke Dar es Salaam, Tanzania, dan dipulangkan ke Jerman pada awal Maret 1919.

Dia disambut bak pahlawan melalui parade di Jembatan Brandenburg, dan diakui sebagai satu-satunya komandan yang mampu merebut teritori Inggris selama Perang Dunia I.

Sekembalinya di Jerman, dia menikahi Martha Wallroth di 1919, dan mempunyai dua putra dan dua putri.

Baca juga : Penemuan Bom Perang Dunia II di Sungai Thames, Bandara London Ditutup

14 bulan pasca-kembali, Lettow-Vorbeck masih memimpin pasukan untuk memadamkan Pemberontakan Spartacist di Hamburg.

Ketika itu, banyak orang berusaha menariknya untuk berpartisipasi dalam Republik Weimar. Namun, Lettow-Vorbeck menolaknya.

Di musim semi 1920, Lettow-Vorbeck keluar dari militer, dan bekerja di Bremen sebagai manajer ekspor-impor.

Di dekade 1930-an, Lettow-Vorbeck menjabat sebagai Reichstag di Partai Rakyat Nasional Jerman.

Selama karir politiknya, Lettow-Vorbeck selalu mengecam segala manuver yang dilakukan Pemimpin Nazi, Adolf Hitler. Bahkan, dia sempat menolak ketika ditawari jabatan di Pengadilan St. James.

Pada 1964, Lettow-Vorbeck meninggal dunia 11 hari sebelum ulang tahunnya yang ke-94.

Baca juga : Jepang Gelar Latihan Evakuasi Militer Pertama Sejak Perang Dunia II

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com