Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Pembunuhan Julius Caesar

Kompas.com - 15/03/2018, 15:01 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

KOMPAS.com - Pada 15 maret 44 SM, Gaius Julius Caesar, diktator Roma, ditikam hingga tewas di gedung Senat Romawi oleh 60 orang konspirator pimpinan Marcus Junius Brutus dan Gaius Cassius Longinus.

Caesar, lahir dari keluarga Julii, yang meski merupakan keluarga yang sudah ada sejak lama tetapi bukan keluarga aristokrat terkemuka.

Julius Caesar memulai karier politiknya pada 78 SM sebagai seorang penuntut untuk Partai Rakyat.

Dia mendapatkan posisi di partai itu karena pandangan reformis dan kemampuannya berpidato.

Baca juga : Arkeolog Temukan Mumi dari Periode Yunani-Romawi di Mesir

Caesar juga membantu Kekaisaran Roma dengan cara membentuk sebuah pasukan tentara swasta untuk memerangi raja Pontus pada 74 SM.

Caesar adalah sekutu Pompey, pemimpin Partai Rakyat yang amat disegani. Dia menjadi pemimpin partai setelah Pompey meninggalkan Roma pada 67 SM untuk memimpin pasukan Romawi di sisi timur.

Pada 63 SM, Caesar terpilih menjadi pontifex maximus atau "pendeta agung". Banyak yang menduga Caesar melakukan suap besar-besaran untuk mendapatkan jabatan tersebut.

Dua tahun kemduian, dia diangkat menjadi gubernur Spanyol dan pada 61 SM Caesar pulang ke Roma dengan ambisi menjadi seorang konsul.

Konsul, jabatan tertinggi di Republik Roma, diduduki dua orang politisi dengan masa jabatan masing-masing satu tahun.

Konsul ini menjadi komandan tentara, memimpin Senat dan melaksanakan dekrit Senat, serta mewakili negara dalam urusan luar negeri.

Caesar kemudian menciptakan sebuah aliansi politik yang disebut Triumvirat Pertama dengan Pompey dan Marcus Licinus Crassus, dua orang terkaya di Roma.

Baca juga : Terungkap, Jejak Kejayaan Romawi di Dataran Inggris

Akhirnya, ambisi politik Caesar terwujud dan pada 59 SM dia terpilih menjadi konsul.

Beberapa keputusannya, seperti reformasi tanah ditentang sebagian besar anggota Senat, tetapi membuatnya populer di kalangan rakyat.

Pada 58 SM, Caesar mendapatkan empat legiun tentara untuk ekspedisinya ke Galia dan Illyricum. Selama satu dekade berikutnya Caesar memperlihatkan kehebatannya dalam strategi militer untuk memperluas wilayah Romawi.

Di antara sejumlah keberhasilannya antara lain menaklukkan Galia (sekarang menjadi Perancis, Belgia, dan Luksemburg), membuat jalan raya di Inggris, dan mendapatkan kesetiaan legiunnya.

Namun, keberhasilan Caesar ternyata memicu kecemburuan di hati Pompey, salah seorang sekutu Caesar saat membentuk Triumvirat pertama.

Kecemburuan Pompey ini kemudian berujung para bubarnya aliansi politik dengan Caesar pada 53 SM.

Baca juga : Mesir Temukan Makam Kuno Berusia 2.000 Tahun dari Zaman Romawi

Senat Roma mendukung Pompey dan meminta Caesar menyerahkan pasukannya. Permintaan Senat ini ditolak Caesar yang kemudian bersama pasukannya kembali ke Roma.

Pada Januari 49 SM, Caesar dan pasukannya melintasi Sungai Rubicon dari Galia menuju Italia. Dia kemudian menyatakan perang melawan Pompey dan pasukannya.

Awalnya, Caesar mendapatkan kemenangan dalam perang saudara ini dengan mengalahkan pasukan Pompey di Italia dan Spanyol. Namun, kemudian pasukan Caesar harus mundur hingga ke Yunani.

Pada Agustus 48 SM, saat dikejar pasukan Pompey, Caesar berhenti di di dekat kota Pharsalus di Tesalonika, Yunani dan mendirikan perkemahan di lokasi yang strategis.

Dengan taktik yang jitu, Caesar yang pasukannya lebih kecil bisa membinasakan pasukan Pompey yang jumlahnya lebih banyak.

Alhasil, Pompey kabur ke Mesir tempat dia kemudian dibunuh oleh seorang perwira militer Kerajaan Mesir.

Caesar kemudian terpilih kembali menjadi konsul. Namun, sebelum kembali ke Roma dia terlebih dahulu berkeliling negeri selama beberapa tahun untuk memantapkan kekuasaannya.

Pada 45 SM, Caesar akhirnya kembali ke Roma dan diangkat menjadi diktator seumur hidup, sekaligus menjadi akhir Republik Roma.

Sebagai satu-satunya penguasa Roma, Caesar meluncurkan program ambisius untuk melakukan reformasi di dalam kekaisarannya.

Salah satu hasil kerjanya yang masih bertahan hingga hari ini adalah penggunaan kalender Julian, yang mendapatkan penyesuaian dan modifikasi pada abad ke-16.

Dia juga berencana memperluas wilayah hingga ke wilayah tengah dan timur Eropa. Sayangnya, Caesar tak menyadari sekelompok politisi menginginkan kematiannya.

Pada 14 Maret 44 SM, sekelompok konspirator yang meyakini kematian Caesar akan menghidupkan kembali Republik Roma.

Baca juga : Kokoh 2.000 Tahun, Rahasia Kekuatan Beton Romawi Kuno Terungkap

Namun, hasil konspirasi yang kini dikenal dengan istilah "Ides of March" itu malah menjerumuskan Roma ke dalam perang saudara baru yang melibatkan Oktavianus, cucu keponakan Caesar.

Oktavianus kemudian akan berkuasa dengan gelar Augustus, menjari Kaisar Roma pertama sekaligus menghancurkan republik untuk selamanya.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com