KOMPAS.com - Pada 15 maret 44 SM, Gaius Julius Caesar, diktator Roma, ditikam hingga tewas di gedung Senat Romawi oleh 60 orang konspirator pimpinan Marcus Junius Brutus dan Gaius Cassius Longinus.
Caesar, lahir dari keluarga Julii, yang meski merupakan keluarga yang sudah ada sejak lama tetapi bukan keluarga aristokrat terkemuka.
Julius Caesar memulai karier politiknya pada 78 SM sebagai seorang penuntut untuk Partai Rakyat.
Dia mendapatkan posisi di partai itu karena pandangan reformis dan kemampuannya berpidato.
Baca juga : Arkeolog Temukan Mumi dari Periode Yunani-Romawi di Mesir
Caesar juga membantu Kekaisaran Roma dengan cara membentuk sebuah pasukan tentara swasta untuk memerangi raja Pontus pada 74 SM.
Caesar adalah sekutu Pompey, pemimpin Partai Rakyat yang amat disegani. Dia menjadi pemimpin partai setelah Pompey meninggalkan Roma pada 67 SM untuk memimpin pasukan Romawi di sisi timur.
Pada 63 SM, Caesar terpilih menjadi pontifex maximus atau "pendeta agung". Banyak yang menduga Caesar melakukan suap besar-besaran untuk mendapatkan jabatan tersebut.
Dua tahun kemduian, dia diangkat menjadi gubernur Spanyol dan pada 61 SM Caesar pulang ke Roma dengan ambisi menjadi seorang konsul.
Konsul, jabatan tertinggi di Republik Roma, diduduki dua orang politisi dengan masa jabatan masing-masing satu tahun.
Konsul ini menjadi komandan tentara, memimpin Senat dan melaksanakan dekrit Senat, serta mewakili negara dalam urusan luar negeri.
Caesar kemudian menciptakan sebuah aliansi politik yang disebut Triumvirat Pertama dengan Pompey dan Marcus Licinus Crassus, dua orang terkaya di Roma.
Baca juga : Terungkap, Jejak Kejayaan Romawi di Dataran Inggris
Akhirnya, ambisi politik Caesar terwujud dan pada 59 SM dia terpilih menjadi konsul.
Beberapa keputusannya, seperti reformasi tanah ditentang sebagian besar anggota Senat, tetapi membuatnya populer di kalangan rakyat.