Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Reuters: Jurnalis Kami Ditahan karena Meliput Pembantaian Rohingya

Kompas.com - 10/02/2018, 12:16 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

NAYPYDAW, KOMPAS.com - Kantor berita Reuters memaparkan apa yang sebenarnya dialami oleh dua jurnalisnya yang ditahan aparat Myanmar.

Dilansir Al Jazeera Jumat (9/2/2018), Reuters menyatakan Wa Lone dan Kyaw Soe Oo ditahan karena meliput pembantaian terhadap Rohingya.

Pemimpin Redaksi Reuters, Stephen J Adler berkata, sebelumnya fokus utama mereka adalah memastikan keselamatan Lone dan Oo.

Setelah mendengar kondisi terkini, Adler menjelaskan mereka langsung memutuskan untuk mempublikasikan temuan dua reporternya.

Temuan itu adalah gambar eksekusi yang dilakukan militer Myanmar terhadap 10 orang laki-laki Rohingya di Desa Inn Dinn, 2 September 2017.

Baca juga : Liput Krisis Rohingya, Dua Wartawan Hadapi Tuntutan 14 Tahun Penjara

10 orang itu ditembak di sebuah lapangan, sebelum kemudian jenazah mereka dimasukkan dalam kuburan massal.

Tidak hanya foto. Reuters mengatakan Lone dan Oo telah menerima keterangan pengakuan dari warga Myanmar yang ikut dalam pembantaian tersebut.

"Kami memutuskan mempublikasikannya karena hal ini sudah menjadi perhatian global," kata Adler dilansir dari BBC.

Reuters via Al Jazeera melaporkan, usia ke-10 korban Rohingya itu berkisar antara 17-45 tahun.

Mereka semua berasal dari latar belakang berbeda; siswa sekolah, nelayan, petani, maupun pemilik toko.

Abdu Shakur, ayah salah satu korban yang bernama Rashid Ahmed berkata, awalnya militer Myanmar mengatakan bahwa putranya bakal baik-baik saja.

"Mereka (militer) berkata kepada saya untuk jangan khawatir. Sebab, mereka hanya membawanya untuk ikut suatu pertemuan," kata Shakur.

Hingga berita ini diturunkan, pemerintah Myanmar tidak memberikan sepatah komentar.

Namun, sebelumnya, juru bicara Zaw Htay kepada BBC tidak menyangkal jika terdapat tuduhan pelanggaran HAM.

Baca juga : Simpan Dokumen Penting, Dua Wartawan Reuters Ditahan Polisi Myanmar

Htay berkata, pemerintah bakal menggelar investigasi jika terdapat bukti kuat bahwa militernya melakukan pelanggaran HAM.

"Kami bakal menindak dengan keras sesuai dengan hukum yang berlaku di negeri kami," kata Htay.

Htay melanjutkan, dia membela operasi militer di Rakhine. Sebab, militer hanya melakukan penumpasan teroris.

"Jika aksi teror ini terjadi di London, New York, atau Washington, apa yang media katakan?" tanya Htay.

Sebelumnya, Lone dan Oo ditangkap oleh kepolisian Myanmar pada 12 Desember 2017.

Mereka ditahan karena dituding telah melanggar hukum kerahasiaan nasional, serta menyimpan dokumen penting.

Mereka bakal menjalani sidang pada Rabu (14/2/2018), dan terancam mendekam di penjara selama 14 tahun.

Sebulan setelah penangkapan keduanya, militer Myanmar mengeluarkan pernyataan bahwa mereka telah melakukan eksekusi terhadap 10 orang teroris di Desa Inn Dinn.

Baca juga : Pemerintah Myanmar Diduga Membiarkan Warga Rohingya Kelaparan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com