SEOUL, KOMPAS.com - Berbicara tentang sungai di Korea Selatan, mungkin orang akan banyak menyebut sungai Han, yang dikenal sebagai salah satu sungai utama di negara itu.
Namun di ibu kota Seoul, terdapat sungai kecil yang memiliki peranan besar dalam sejarah Korea Selatan. Sungai yang dimaksud adalah sungai Cheonggyecheon.
Saat ini, sungai yang mengalir di tengah kemegahan gedung bertingkat itu menjadi salah satu daya tarik wisatawan lokal maupun mancanegara.
Sungai sepanjang sekitar enam kilometer tersebut bahkan kerap menjadi lokasi syuting film maupun drama.
Tapi ternyata, sungai yang mengalir dari barat ke timur melintasi pusat kota Seoul itu bukanlah sungai yang sebenarnya.
Sungai Cheonggyecheon adalah sungai buatan yang dibangun melalui proyek restorasi antara 2003 hingga 2005.
Baca juga: Restorasi Makam Yesus Berbiaya Rp 49 Miliar Rampung, Apa yang Berubah?
Sungai tersebut pada awalnya bernama Gaechoen yang berarti "aliran yang terbuka". Aliran sungai dimanfaatkan untuk sistem pengairan selama masa Dinasti Joseon (1392-1897).
Pada masa itu banyak dilakukan pekerjaan pemugaran tepi sungai dan pembangunan jembatan.
Namun saat Jepang di bawah kekaisaran Hirohito menduduki Korea, krisis terjadi yang menyebabkan proyek sungai terhenti. Pada masa ini pula nama sungai diubah menjadi Cheonggyecheon.
Para pendatang kemudian mulai mendirikan tempat tinggal di sepanjang sungai Cheonggyecheon, mengubah kawasan itu menjadi daerah kumuh.
Selama bertahun-tahun, pesisir sungai Cheonggyecheon kian dipdati rumah-rumah warga. Kondisi itu diperparah dengan banyaknya sampah dan limbah di sepanjang sungai yang menjadikan wajah kota Seoul semakin buruk.
Baca juga: Di Tengah Restorasi, Masjid Bersejarah Era Ottoman di Yunani Terbakar
Hingga akhirnya, pada 1958, pemerintah kota Seoul memutuskan merelokasi warga dan menutup sungai.
Selama 20 tahun sungai Cheonggyecheon ditutup dan dilanjutkan dengan membuat jalan layang tepat di atas bekas aliran sungai.
Jalan layang Cheonggyecheon akhirnya rampung pada 1976 dengan panjang 5,6 kilometer dan lebar 15 meter. Pada masa ini, kota Seoul mulai memasuki masa industrialisasi.
Selama hampir 30 tahun, sungai Cheonggyecheon seolah dilupakan. Namun pada Juli 2003, di masa pemerintahan Wali Kota Lee Myung-bak muncul niat menghadirkan kembali sungai tersebut.
Saat itu, sebuah proyek restorasi yang menuai banyak pertentangan dan juga kritik, digelar.
Lee Myung-bak, yang kemudian menjabat Presiden Korea Selatan periode 2008-2013 itu, ingin menghidupkan kembali Cheonggyecheon karena dianggap penting dan sejalan dengan gerakan mengembalikan sejarah dan budaya kawasan tersebut.
Baca juga: Ribuan Warga Korea Selatan Ikut Festival Kimchi
Merestorasi sungai Cheonggyecheon dan membuatnya kembali mengalir berarti harus merobohkan jalan layang yang sudah beroperasi selama 20 tahun lebih.
Banyak pihak mengkhawatirkan akan terjadinya kekacauan lalu lintas jika proyek itu benar-benar dilaksanakan.
Namun Lee Myung-bak berhasil meyakinkan banyak pihak sehingga restorasi sungai bisa berlangsung. Selama dua tahun lebih dua bulan, pekerjaan restorasi berjalan.
Hingga pada bulan September 2005, aliran baru sungai Cheonggyecheon kembali dibuka dan dengan cepat menjadi primadona masyarakat Seoul.
Tidak hanya karena memberi ruang publik bagi para pejalan kaki, namun juga membawa kembali air dan tumbuhan ke tengah kawasan metropolitan itu.
"Cheonggyecheon memberi jawaban pasti atas perdebatan kontroversial dalam perencanaan kota. Antara mereka yang menekankan kota berorientasi kendaraan dengan mereka yang percaya kota seharusnya lebih ramah pejalan kaki," kata Kim Youngmin, asisten Profesor Departemen Tata Kota dan Arsitektur dari Universitas Seoul, dalam wawancara radio peringatan 10 tahun restorasi sungai Cheonggyecheon.
Baca juga: Kunjungan Turis Indonesia ke Korea Selatan Naik 50 Persen
"Banyak ahli lalu lintas memperingatkan bencana lalu lintas di dalam kota dan turunnya pendapatan daerah akibat restorasi. Namun semua hal yang ditakutkan tidak terjadi."
Meskipun menjadi semakin sulit untuk mobil masuk ke kota dalam, tapi sebaliknya menjadi tempat yang lebih baik bagi orang-orang yang menggunakan kendaraan umum atau berjalan kaki," tambahnya.