AFRIN, KOMPAS.com - Sabuk amunisi tergulung dengan rapi di pundak puluhan anak muda Kurdi di Afrin, Suriah.
Beberapa dari anak muda itu mengenakan perlengkapan militer yang sebenarnya tidak cocok. Bahkan, mereka mengaku ini merupakan pengalaman pertama dalam memegang senjata.
Namun, mereka meneriakan satu kalimat yang sama: perlawanan terhadap operasi militer yang dilakukan Turki.
Diwartakan AFP Senin (5/2/2018), mereka adalah warga sipil yang dengan sukarela terjun ke medan perang.
Salah satunya adalah anak muda bernama Samaa. Dia rela meninggalkan kuliahnya di jurusan Jurnalistik Universitas Afrin Januari lalu demi bergabung dengan paramiliter.
"Afrin adalah tempat saya dibesarkan. Sama seperti orangtua, dan kakek-nenek saya," tegas warga bernama Asmaa.
Baca juga : Erdogan Umumkan Serangan ke Wilayah Kurdi Suriah
Pemerintah kota memang mencanangkan "mobilisasi massal" untuk menghadapi Turki yang tengah menyerang Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG).
Dari ajakan tersebut, pemerintah Afrin mengklaim telah menerima ratusan permohonan sukarelawan.
Kebanyakan ditempatkan di garis depan menjadi pejuang. Sementara sisanya menjadi perawat di rumah sakit, dan petugas penyelamat.
Sementara untuk Asmaa, dia lebih memilih untuk berjuang di garis depan berbekal penutup kepala bewarna putih-hitam.
"Hari ini, saya tidak melihat diri saya sebagai mahasiswa, namun pejuang," ujar remaja perempuan 19 tahun tersebut.
Penasihat bidang media YPG, Rezan Haddu menyatakan, permintaan akan sukarelawan terus meningkat sejak Turki mengumumkan serangan 20 Januari lalu.
"Mereka mendaftarkan diri sesuai dengan pengalaman dan kemampuan mereka," kata Haddu.
Khusus mereka yang mendaftar untuk berperang, mereka menerima pelatihan di bawah komando Pemimpin Pergerakan Pemuda Kurdi cabang Afrin, Jinda Tulhaldan.
Baca juga : Para Relawan Inggris dan AS Siap Bantu Kurdi Melawan Tentara Turki
Anak muda tersebut menerima pelatihan selama sepekan untuk menembak, dan memahami situasi di medan perang.