Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Ketika Konflik Politik Si Merah vs Si Kuning Mengakar hingga Desa-desa

Kompas.com - 27/12/2017, 19:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Beberapa orang berpendapat, faktor demografi dan ekonomi menimbulkan tekanan yang besar di Chiang Mai.

“Ini bukan hal yang mudah. Kadang-kadang dapat menimbulkan sebuah konflik. Orang-orang dapat menjadi sangat frustrasi, dan itu semua tergantung saya sebagai pemimpin setempat untuk bisa mengatasinya,” papar Boonthawee.

Berjalan-jalan mengelilingi desa, Boonthawee dapat menyebutkan nama dan menerangkan secara detil kehidupan penghuni di setiap rumah. Boonthawee sangat mengenal desanya seperti punggung tangannya sendiri dan selalu siap membantu mengatasi permasalahan sehari-hari mereka.

“Jika terjadi kebakaran, perkelahian, atau masalah lain, warga desa biasanya menghubungi saya terlebih dahulu sebelum memanggil pihak yang berwenang. Mereka tahu bahwa saya akan merespons lebih cepat dari siapapun, dan saya juga selalu sedia setiap saat. Itulah mengapa saya tidur di samping ponsel, dan saya pasang nada dering dengan volume tinggi!” ujarnya.

Karena Boonthawee aktif terlibat sebagai pihak yang berwenang dalam kehidupan sehari-hari penduduk, saya menanyakan pendapatnya tentang Thaksin dan pengaruhnya di Thailand Utara.

Boonthawee menghindari pertanyaan tersebut, dan lebih memilih untuk menceritakan panjang lebar tentang tugasnya di desa.

“Sebagai kepala desa, tugas saya adalah menyatukan semua kelompok, bukan memecahnya. Kaos merah ataupun kuning, kami semua harus hidup bersama. Saya tidak boleh membiarkan pengaruh politik mempengaruhi keputusan yang saya ambil, karena itu dapat menyebabkan perselisihan dan menghambat saya saat melayani mereka,” papar Boonthawee.

“Pemerintah pusat dapat membuat suatu kebijakan tetapi implementasinya tergantung saya,” kata dia. Kepala desa masih sangat lekat dengan masyarakat setempat dan memiliki hubungan yang dibutuhkan, untuk mewujudkan sebuah realitas kebijakan. 

“Negera kami tidak lain hanyalah dari satu argumen ke argumen lain dalam 10 tahun terakhir ini. Hal itu telah membuat hubungan antar masyarakat menjadi rusak. Saya bisa saja tidak setuju dengan Anda, meski akhirnya kita tetap ‘bertetangga’,” katanya.

Meskipun Boonthawee tertutup akan rencana-rencananya ke depan, tapi dia berterus terang kepada saya akan ambisi politiknya.

“Lima tahun lagi, usia saya 60 tahun dan pensiun dari Dewan Desa. Saya ingin bertarung di wilayah kecamatan dan mencoba membuat perbedaan di wilayah yang lebih luas,” katanya.

Tentu, bertarung di pemilihan umum berarti mengharuskan untuk bergabung dengan partai politik dan mengacu pada kebijakan tertentu.

“Saya memiliki pendapat sendiri,” kata Boonthawee, “tapi saya pikir lebih baik untuk menunggu dulu. Semuanya masih belum pasti. Tidak ada gunanya membuat keputusan dan menyatakan sesuatu yang bisa saja tidak terjadi.”

Pemilihan Umum telah dijadwalkan pada November 2018. Setelah terjadi kudeta militer pada 2014, Jenderal Prayut yang menjadi Perdana Menteri mengatakan bahwa pemilihan selanjutnya akan diadakan awal 2015. Namun, pemilihan diundur hingga 2016, dan sekarang diundur hingga tahun depan.

Akankah pemilihan umum dilaksanakan? Boonthawee merasa optimistis.

“Saya percaya, pemilihan umum akan dilaksanakan. Pelan-pelan, Thailand telah sembuh dari perpecahan, dan saya rasa, semuanya telah lelah untuk berdebat. Ada semangat untuk berubah menjadi lebih baik, dan dengan adanya Raja yang baru maka saatnya untuk membangun era baru politik Thailand,” katanya.

“Saya melihat orang-orang seperti Toon, vokalis dari band rock Bodyslam. Dia berlari sejauh 2.192 km melintasi negara untuk menggalang dana pembangunan rumah sakit. Toon adalah simbol persatuan dan sikap seperti itulah yang saat ini dibutuhkan Thailand,” Boonthawee melanjutkan.

Karena penasaran, saya bertanya kepada Boonthawee tentang harapannya untuk Thailand. Meraih keuntungan dari perekonomian yang sedang booming? Menjadi pemimpin di ASEAN? Atau, memajukan masyarakat miskin di pedesaan?

Dengan senyumnya yang penuh percaya diri pada wajah letihnya, Boonthawee menjawab, 
“Saya ingin masyarakat Thailand menjadi masyarakat yang baik di antara sesamanya.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com