Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

"Jika Kita Dapat Melepaskan Diri dari Politik Ras, Kita Akan Jadi yang Lebih Baik"

Kompas.com - 21/12/2017, 13:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

  • Jumlah masyarakat India-Malaysia mencapai 7,4 persen dari total penduduk Malaysia.
  • Ada perdebatan bahwa sebagian masyarakat masih merasa merugi dan terpinggirkan, termasuk merasa tidak memiliki kewarganegaraan.
  • Suara dari kelompok masyarakat India-Malaysia dianggap sangat menentukan perolehan suara partai oposisi, seperti yang terjadi pada Pemilu 2008, dan bukan tidak mungkin, situasi itu terulang pada Pemilu 2018.

SAYA sedang menyeruput secangkir teh di sebuah kafe berdekorasi eclectic dan bergaya hipster di Penang, Malaysia. Kafe yang dulunya sebuah ruko tua yang telah dipugar itu penuh sesak.

Wisatawan dari Singapura hingga China berbaur dengan anak muda urban Malaysia menikmati sepotong cheesecake. Di sekitarnya, gerombolan backpacker memadati gang-gang Georgetown, memenuhi bar-bar, dan berswafoto dengan latar belakang lukisan-lukisan dinding jalanan. 

Sejak 2008, Penang telah bertransformasi dari semula hanya sekadar tempat jajanan makanan lokal hingga menjadi magnet bagi turis global.

Negara bagian ini, untuk perubahan yang lebih baik atau lebih buruk, terlihat mengalami perkembangan yang pesat.

Tapi, Prashanth, seorang dokter berusia 33 tahun yang bekerja di Rumah Sakit Umum Penang memiliki sikap sendiri atas situasi perubahan itu.

"Perubahannya terlalu berlebihan,” ucapnya. “Betul, perekonomian kita sedang dipacu, tapi perubahan bergerak terlalu cepat tanpa diiringi konsultasi yang tepat.”

"Ketika Anda berolahraga, otot-otot Anda akan terbentuk. Itu bagus. Tapi kalau olah raganya berlebihan dan pembentukkan otot-ototnya terlalu cepat, tubuh Anda akan menderita. Selalu ada harga yang harus dibayar,” tuturnya lebih lanjut.

Dan ternyata benar, beberapa pekan setelah kami bertemu, Penang dikejutkan dengan bencana banjir terburuk sepanjang ingatan, yang menyebabkan 7 orang meninggal dan ribuan orang mengungsi.

Prashanth, anak laki-laki dari seorang pegawai admin dan pengacara ini tumbuh besar di Bayan Baru, Penang. Kakeknya, seorang peternak sapi yang bermigrasi dari India Selatan ke Malaysia.

Dr Prashanth duduk di ruang pengarsipan.Dok Karim Raslan Dr Prashanth duduk di ruang pengarsipan.
Tumbuh sebagai seorang pemuda yang cerdas, Prashanth belajar di sekolah bergengsi, Penang Free School hingga melanjutkan kuliah untuk mendapatkan gelar kedokteran di Rusia.

Prashanth adalah tipe dokter yang dapat mendiagnosis dan selalu punya resep untuk setiap masalah yang Anda hadapi, termasuk masalah negara-negara bagian dan bahkan nasional.

"Di Penang ini, masalah yang sebenarnya malah tidak teratasi. Pertama, kurangnya perumahan-perumahan dengan harga terjangkau. Kedua, biaya hidup terlalu tinggi. Penang juga kekurangan transportasi umum," paparnya.

"Itu masalahnya. Bukan orangnya, tetapi sistemnya...Ketika kita menendang keluar para politisi ini atau politisi itu, kita hanya seperti mengobati gejalanya. Kita tidak pernah mengatasi akar masalah, penyakit sebenarnya," katanya.

Dan apa penyakitnya?

"Politik rasial,” jawabnya. “Kunci utama untuk mengatasi perbedaan antara kita adalah bahasa. Saya dapat berbahasa Inggris, Melayu, Hokkien, Mandarin, Tamil, dan saya bahkan dapat berbicara dengan orang Rusia saat saya kuliah dulu. Kita perlu melakukan upaya untuk dapat berkomunikasi satu sama lain," kata Prashanth.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com