KOMPAS.com — Amerika Serikat, Senin (18/12/2017), memveto rancangan resolusi yang didukung 14 anggota Dewan Keamanan PBB terkait Yerusalem. Rancangan resolusi itu meminta Presiden Amerika Serikat Donald Trump membatalkan pernyataannya yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Amerika Serikat bersikukuh menggunakan hak veto atas resolusi yang diinisiasi Mesir tersebut. Namun, negara-negara Arab yang selama ini dikenal sebagai sekutu Amerika meminta dilakukan pemungutan suara untuk memperlihatkan banyaknya penentangan bahkan dari sekutu negara adidaya itu.
Seperti dikutip Associated Press, Duta Besar Amerika untuk PBB, Nikki Haley, menyebut resolusi itu sebagai penghinaan yang tak akan terlupakan. Dia menyebut PBB telah memaksa Amerika menggunakan hak veto hanya demi hak menentukan lokasi kedutaan besarnya akan berada di suatu negara.
Dalam rancangan resolusi ini, semua negara diminta pula menahan diri melakukan misi diplomatik di kota suci Yerusalem, merujuk resolusi yang dikeluarkan PBB pada 1980. Lalu, tanpa menyebut nama negara, rancangan itu menyatakan penyesalan mendalam atas sebuah keputusan belum lama ini dibuat mengenai status Yerusalem.
Poin berikutnya dari rancangan resolusi yang diveto Amerika tersebut adalah mendesak semua negara mematuhi 10 resolusi terkait Yerusalem, yang terbit sejak 1967, termasuk soal status Yerusalem yang hanya bisa diputuskan dalam perundingan langsung antara Israel dan Palestina.
Selanjutnya, rancangan resolusi ini juga menegaskan bahwa setiap keputusan dan tindakan yang dimaksudkan untuk mengubah karakter, status, atau komposisi demografis kota suci Yerusalem tidak memiliki efek hukum, tidak berlaku, batal, dan harus dibatalkan.
Sebelumnya, Rabu (6/12/2017), Trump membuat pernyataan yang menghapus netralitas Amerika selama beberapa dekade terkait Yerusalem. Dia menyatakan bahwa Amerika Serikat mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan akan memindahkan kedutaan besarnya di Israel ke sana.
Menurut Trump, setelah berkali-kali kegagalan upaya damai antara Israel dan Palestina, pendekatan terakhir Amerika adalah dengan mengatakan bahwa keputusan harus diambil berdasarkan kenyataan.
Pernyataan Trump telah memicu beragam reaksi penolakan dan demonstrasi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan, pernyataan Trump tersebut telah efektif menghapus peran Amerika Serikat sebagai mediator di Timur Tengah dan karenanya sudah tiba waktu untuk mencari pengganti.
Sementara itu, Pemerintah Palestina seperti dikutip kantor berita AFP mengecam keras veto Amerika atas rancangan resolusi ini. Lewat pernyataan juru bicaranya, Palestina menyebut veto itu sebagai tindakan yang tak dapat diterima dan mengancam stabilitas masyarakat internasional.
Adapun kantor berita Reuters menyebut, Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki telah menyerukan penyelenggaraan pertemuan darurat Majelis Umum PBB terkait veto Amerika ini.
"Kami bergerak dalam waktu 48 jam ... untuk menyerukan sebuah pertemuan darurat Majelis Umum," kata Riyad al-Maliki kepada wartawan di Ramallah, Senin, seperti dikutip Reuters.
Menurut Riyad al-Maliki, masyarakat internasional semestinya mempertimbangkan pernyataan Trump soal Yerusalem batal demi hukum.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.