KOMPAS.com — Aksi kekerasan yang terus terjadi di Mandat Palestina berujung pembentukan Komite Investigasi Anglo-Amerika pada 1946.
Pembentukan komite ini diharapkan bisa menyelesaikan berbagai masalah, khususnya terkait imigrasi Yahudi ke Palestina.
Komite ini kemudian menyetujui rekomendasi AS terkait pemindahan segera 100.000 pengungsi Yahudi di Eropa ke Palestina dan merekomendasikan tak ada negara Arab atau Yahudi di Palestina.
Namun, implementasi rekomendasi ini ternyata tak semudah yang dibayangkan.
Baca juga : Presiden Palestina Tolak Bertemu Wakil Presiden AS
Bahkan, Presiden AS Harry S Truman membuat Partai Buruh Inggris berang karena dukungannya terhadap imigrasi 100.000 pengungsi Yahudi, tetapi menolak temuan komite lainnya.
Kondisi inilah yang membuat Inggris mengumumkan niatnya menyerahkan Mandat Palestina ke tangan PBB.
Akibat niat Inggris ini, PBB membentuk Komite Khusus untuk Palestina (UNSCOP) pada 15 Mei 1947.
UNSCOP yang terdiri dari 11 negara ini melakukan sidang dan kunjungan ke Palestina untuk melakukan investigasi. Pada 31 Agustus 1947, UNSCOP memaparkan laporannya.
Dalam salah satu bagian laporannya, UNSCOP merekomendasikan kepada Sidang Umum PBB sebuah skema pembagian wilayah Palestina dalam masa transisi selama dua tahun yang dimulai pada 1 September 1947.
Pembagian itu terdiri atas negara Arab merdeka (11.000 km persegi), negara Yahudi (15.000 km persegi). Sementara kota Yerusalem dan Betlehem akan berada di bawah kendali PBB.
Usulan ini tidak memuaskan kelompok Yahudi maupun Arab. Bangsa Yahudi kecewa karena kehilangan Yerusalem.
Namun, kelompok Yahudi moderat menerima tawaran ini dan hanya kelompok-kelompok Yahudi radikal yang menolak.
Sementara itu, kelompok Arab khawatir pembagian ini akan mengganggu hak-hak warga mayoritas Arab di Palestina.
Baca juga : AS Sebut PBB Merusak Perundingan Damai Israel-Palestina
Dalam pertemuan di Kairo, Mesir, pada November dan Desember 1947, Liga Arab mengeluarkan resolusi yang menyetujui solusi militer untuk mengakhiri masalah ini.
Dalam kenyataannya, sejumlah negara Arab memiliki agenda tersendiri. Jordania ingin menguasai Tepi Barat, sementara Suriah menginginkan bagian utara Palestina, termasuk wilayah yang diperuntukkan bagi Yahudi dan Arab.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.