WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Untuk pertama kalinya, Pemerintah Amerika Serikat menyebut kekerasan dan pembantaian terhadap etnis Rohingya di Myanmar sebagai aksi pembersihan etnis.
Dilansir dari The Washington Post, pernyataan itu keluar pada Rabu (23/11/2017), setelah Menteri Luar Negeri AS, Rex Tillerson, pada pekan lalu berkunjung ke Myanmar.
"Penyiksaan yang dilakukan oleh militer Myanmar, telah menyebabkan penderitaan luar biasa dan memaksa ratusan orang dewasa dan anak-anak untuk meninggalkan rumah mereka untuk mencari perlindungan di Bangladesh," kata Tillerson dalam sebuah pernyataan.
Tillerson menyalahkan militer Myanmar dan aparat keamanan, atas peristiwa yang disebutnya sebagai "kekejaman yang menghebohkan", dan telah menyebabkan 600.000 penduduk etnis Rohingya mengungsi ke Bangladesh.
Baca juga : Menlu Tillerson Sebut Sanksi ke Myanmar Tidak Akan Selesaikan Krisis Rohingya
Dia juga meminta pemerintah Myanmar untuk menghormati hak asasi manusia dan menghukum pihak yang bersalah.
"AS akan mengajukan pertanggungjawaban melalui Undang-undang AS, termasuk kemungkinan sanksi yang akan diberikan (ke Myanmar)," ucapnya.
Banyak anggota Kongres dan kelompok HAM yang mendesak Tillerson untuk menggunakan istilah "pembersihan etnis" terkait krisis Rohingya.
Presiden Perancis Emmanuel Macron menyebut aksi militer Myanmar terhadap etnis Rohingya sebagai genosida. Amnesti Internasional juga memberikan label kekerasan di Myanmar sebagai aksi mirip "politik apartheid yang tidak manusiawi".
Sebelumnya, berulang kali, PBB telah menyebut krisis Rohingya sebagai pembersihan etnis.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.