Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Perhimpunan Pelajar Indonesia
PPI

Perhimpunan Pelajar Indonesia (www.ppidunia.org)

Peternakan Inovatif Berbasis Lingkungan dan Kesejahteraan Hewan di Belanda

Kompas.com - 17/11/2017, 22:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

BEBERAPA hari lalu, secara tidak sengaja saya menemukan sebuah artikel yang cukup menarik. Sebuah peternakan ayam Kipster di Castenray, Provinsi Limburg, Belanda, berhasil memproduksi telur ayam bebas CO2.

Hal ini tentu sebuah prestasi besar, mengingat mereka mampu memproduksi telur ayam tanpa harus mencemari lingkungan.

Seperti diketahui, kegiatan peternakan dan pertanian pada umumnya akan mengeluarkan emisi karbon dalam proses produksinya. Produksi telur bebas CO2 oleh peternakan tersebut diklaim sebagai produksi telur bebas CO2 pertama di dunia.

Sebagai seorang mahasiswa ilmu lingkungan, saya melihat hal ini sebagai sesuatu yang tidak mudah dilakukan. Jangankan menjamin produksi bebas karbon, untuk menghitung karbon yang sudah dihasilkan saja tidak mudah.

Biasanya, perusahaan ramah lingkungan hanya bisa mengurangi emisi karbon namun tidak sampai nol. Lebih jauh lagi, Kipster mengakui bahwa peternakan mereka adalah peternakan ayam paling ramah lingkungan di dunia.

Ada beberapa faktor yang menjadi perhatian mereka, terutama penggunaan energi dan pemilihan jenis ayam dan makanan. Peternakan yang berbasis di Limburg tersebut menggunakan panel surya untuk mencukupi kebutuhan energi dalam proses produksi hariannya. Tak tanggung-tanggung, peternakan tersebut memasang sekitar 1100 buah panel surya.

Selain sumber energi yang ramah lingkungan, jenis ayam yang dibudidayakan juga benar-benar diperhatikan. Peternakan tersebut hanya menggunakan ayam putih, di mana ayam jenis ini dipercaya memiliki bobot lebih ringan daripada ayam coklat dan mengonsumsi lebih sedikit makanan.

Hebatnya lagi, ayam-ayam yang dibudidayakan di peternakan tersebut tidak diberi makanan segar seperti jagung atau biji-bijian lain maupun makanan instan. Peternakan tersebut menggunakan limbah (residual flows) seperti sisa roti dan produk pertanian sebagai bahan makanan untuk ayam. Selain lebih hemat energi dan biaya, hal ini juga sangat bermanfaat dalam mengurangi limbah.

Hal lain yang ingin saya soroti adalah kesejahteraan hewan (animal welfare). Di peternakan Kipster tersebut, kesejahteraan hewan sangat diperhatikan.

Dengan masukan dan dukungan dari Dierenbescherming, sebuah organisasi perlindungan hewan di Belanda, ayam tersebut tinggal di sebuah kebun yang tertutup kaca dengan beberapa pohon dan ranting pohon untuk burung-burung.

Ayam tersebut tidak diternakkan di kandang ayam konvensional yang terkesan sempit, seperti yang kita kenal selama ini. Ayam yang diletakkan di kandang konvensional tentu membatasi pergerakan mereka sehingga rentan menimbulkan stres bagi si ayam.

Dengan sistem kandang kaca tersebut, ayam yang dibudidayakan tersebut lebih leluasa bergerak dan ini diharapkan dapat mengurangi tingkat stres mereka. Dengan demikian, produktivitas mereka diharapkan akan meningkat.

Di Belanda, sebenarnya isu kesejahteraan hewan seperti ini bukanlah hal baru. Beberapa peternakan ayam dan sapi sudah mengaplikasikan isu ini dengan baik dalam produksi sehari-hari mereka.

Pada awal 2017, saya berkesempatan mengikuti ekskursi ke De Hooilanden, sebuah peternakan sapi di Belanda yang berbasis kesejahteraan hewan.

Di tempat itu, saya berkesempatan mempelajari sistem budidaya sapi secara langsung dari pemilik peternakan tersebut. Di sana, sapi benar-benar dirawat sesuai dengan "kemauan" mereka.

Halaman:



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com