Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Apakah ASEAN Sudah Membosankan?

Kompas.com - 14/11/2017, 09:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

ASEAN: perkenalkan Donald Trump.

Donald Trump: perkenalkan ASEAN.

Siapakah yang akan menang dalam pertemuan antara "Si Pengacau Besar" dan kelompok regional penjaga protokol yang paling membosankan di dunia? Saya tidak akan bertaruh pada Trump.

Menghadiri pertemuan ASEAN itu seperti mencoba berjalan mundur melalui gula aren yang dilelehkan—terjebak, tak bisa ke mana-mana.

Setelah beberapa saat, Anda hanya akan menyerah dan mengikuti arus… bahkan Rodrigo "Dirty Harry" Duterte harus berperilaku dengan baik saat menghadapi pertemuan ASEAN yang tidak berujung dan membuat kantuk.

Lebih dari setahun yang lalu, saya memiliki ide untuk meluncurkan kembali kolom saya—yang Anda sedang baca sekarang—yaitu "Ceritalah ASEAN" atau "Ceritakan kepada saya sebuah cerita, ASEAN".

Konsepnya, menemui dan mewawancarai orang-orang biasa dari 650 juta rakyat di seluruh ASEAN. Ini terlihat sangat menyenangkan.

Namun, ketika saya turun langsung ke lapangan, mendengarkan cerita para petani, pekerja rantauan, pemandu wisata, pekerja (buruh) harian dan guru sekolah dari Bassein, Nam Dinh, Manado dan Bacolod, saya mulai menyadari bahwa saya telah membuat sedikit kesalahan.

Asia Tenggara itu menggetarkan, seksi, dan penuh energi. ASEAN—sebagai organisasi supranasional—itu muluk, angkuh, dan sangat membuat kantuk, membosankan.

Intinya, ASEAN adalah antitesis terhadap segala hal yang membuat Asia Tenggara menarik. Jalanannya gaduh. Tidak dapat diprediksi.

Sebagai perbandingan, ASEAN itu elitis yang lebih nyaman di hotel, resor, dan pusat konvensi yang mewah. Pertemuan-pertemuannya pun seperti obrolan-obrolan yang telah dilatih dengan baik.

Jadi, di saat saya masih sangat terpesona dan jatuh cinta terhadap kawasan ASEAN ini, beserta orang-orangnya dan berbagai ceritanya, saya merasa sulit untuk mengumpulkan antusiasme yang tinggi mengenai para birokratnya.

Saya masih berpikir bahwa pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara yang sangat besar—dengan GDP gabungan sebesar USD 2,4 triliun pada 2013 dan diprediksi McKinsey akan menjadi ekonomi terbesar ke-4 dunia pada 2050—mempunyai potensi yang tidak terbatas.

Tetapi saya harus jujur, ASEAN tidak memiliki esensi. Nol. Zero.

Perkumpulan itu tidak memiliki hubungan emosional yang saling dirasakan, kecuali kalau Anda menghitung makan durian sebagai bentuk kebersamaan.

Bahkan apa yang kita sebut "ketidaksepakatan"—sebagian besar tentang Laut China Selatan—telah dapat diprediksi karena pengaruh geopolitik dan ekonomi Cina di wilayah kita bertumbuh.

Tentunya, saya akan merekomendasikan buku apa pun (dan banyak kolom) tentang ASEAN sebagai penyembuh insomnia.

Hal yang lebih serius, ASEAN belum benar-benar membantu dalam menyediakan infrastruktur dan pekerjaan yang dibutuhkan 650 juta penduduknya. Hal itu yang masih menjadi tugas berat bagi masing-masing negaranya.

Bahkan lebih sedikit lagi tindakan ASEAN dalam melindungi 650 juta penduduknya yang sangat rentan (beberapa yang saya temui melalui kolom ini) dari penyiksaan, eksploitasi dan kekebalan hukum, khususnya pekerja rantauan di wilayah ini. Sekali lagi, nol.

Inilah sebabnya mengapa saya tidak dapat merasa antusias untuk pertemuan yang diadakan di Manila, walaupun itu dalam rangka ulang tahun ASEAN ke-50 dan Trump tampaknya hadir di keseluruhan acara. Hoooaaam... (menguap).

Mengingat betapa membosankan pertemuan-pertemuan ASEAN, saya merasa Trump akan menyesal hadir pada pertemuan tersebut. Terus terang, sebenarnya tidak terlalu penting juga, dalam skema besar, jika dia hadir atau tidak.

Pakar kebijakan luar negeri akan berpendapat bahwa kehadiran Trump adalah untuk meyakinkan Asia Tenggara bahwa Amerika tidak "mundur dari Asia Pasifik atau dunia", tetapi apakah benar ini yang dipermasalahkan?

Barometer kekuatan dan pengaruh Amerika (dan juga China) di wilayah ini tidak bergantung dengan kehadiran pemimpin tersebut di acara yang diisi dengan pidato membosankan dan "foto keluarga" canggung dalam pakaian tradisional negara tuan rumah.

Mungkin orang akan berteriak, "Tapi itu yang akan menjadi bukti yang terlihat." Percayalah, ini adalah satu kasus di mana "yang kelihatan" itu tidak penting, setidaknya dalam jangka panjang.

Mungkin sudah saatnya kita berhenti percaya bahwa kedamaian, kemakmuran, dan reputasi wilayah kita dipertaruhkan di setiap pertemuan tingkat tinggi. Namun, mungkin saya terlalu keras pada ASEAN.

Bagaimanapun, tujuan ASEAN untuk menjaga Asia Tenggara yang relatif damai dan netral pada dekade-dekade ini sejak terbentuknya melalui Deklarasi Bangkok 1967 telah dicapai.
Dan, mungkin membosankan itu baik, setidaknya untuk agenda diplomatik ASEAN.

Ketika organisasi tersebut dibentuk pertama kali pada puncak Perang Dingin, Asia Tenggara adalah sebuah kawah yang penuh dengan ketidakpercayaan, kecurigaan, dan kekerasan dari Vietnam sampai Kamboja, Malaysia, dan Indonesia.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengadakan pertemuan trilateral dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull disela-sela KTT ASEAN di Manila, Filipina, Senin (13/11/2017)ANTARA FOTO/REUTERS/JONATHAN ERNST Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengadakan pertemuan trilateral dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull disela-sela KTT ASEAN di Manila, Filipina, Senin (13/11/2017)
ASEAN menyediakan platform netral untuk membawa negara-negara tersebut dalam membangun kepercayaan dan kekeluargaan. Prosesnya lama dan sulit dengan, boleh dibilang, normalisasi Indonesia dan negara-negara Indochina yang merupakan inti dari agendanya.

Kebosanan dan kekakuan dalam proses ASEAN—dengan pernyataannya dan pidatonya yang telah ditata—melelahkan semua pemimpin kita sedemikian rupa sehingga mereka tidak memiliki energi atau minat untuk merencanakan serangan ke satu sama lain.

Sebaliknya, yang mereka ingin lakukan hanyalah melarikan diri. Dan mungkin, hanya mungkin, itu sudah cukup bagi kita di wilayah ini.

Kita bisa dan tentu saja harus fokus dalam membangun hubungan bisnis ke bisnis, media ke media dan orang ke orang terlepas dari apa yang terjadi di ASEAN. Integrasi regional, terutama di Asia Tenggara, harus didorong dari bawah.

Jadi Donald, jangan coba-coba menjadi merasa terlalu pintar. ASEAN terstruktur dan dibuat untuk mengalahkan dan meraih kedudukan yang megah dan mencetak skor. Ambil saja durian dan silakan duduk di pojok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com