Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penangkapan di Saudi, Pemberantasan Korupsi atau Pembersihan Politik?

Kompas.com - 05/11/2017, 10:59 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

RIYADH, KOMPAS.com — Gelombang penangkapan 11 orang pangeran, sejumlah menteri, dan mantan menteri di Arab Saudi amat mengguncang tak hanya bagi kerajaan itu, tetapi juga bagi dunia.

Apalagi, penangkapan ini dilakukan hanya sehari setelah badan anti-korupsi yang dipimpin putra mahkota Pangeran Mohammed bin Salman dibentuk berdasarkan dekrit raja pada Sabtu (4/11/2017).

Stasiun televisi milik Pemerintah Saudi, Al Arabiya, mengabarkan, para pangeran dan menteri yang ditahan itu terkait dengan penyelidikan sejumlah kasus lama, salah satunya banjir yang "menenggelamkan" kota Jeddah pada 2009.

Sementara itu, kantor berita SPA menyebut komisi anti-korupsi yang baru dibentuk ini merupakan cara negara untuk melindungi uang rakyat, serta menghukum para koruptor dan mereka yang menyalahgunakan wewenang.

Baca juga: Raja Salman Ganti Sejumlah Menteri di Kabinet Arab Saudi

Selain melakukan penangkapan, aparat keamanan Saudi juga melarang jet-jet pribadi yang berada di Jeddah mendapat izin terbang.

Hal ini diyakini untuk mencegah para tokoh-tokoh ternama yang menjadi sasaran meninggalkan negeri itu.

Penangkapan dengan alasan pemberantasan korupsi ini mendapatkan dukungan dari para ulama Saudi yang menyebut langkah ini sama pentingnya dengan memerangi terorisme.

Pembersihan politik?

Namun, apakah benar penangkapan sejumlah pangeran, menteri, dan mantan menteri ini adalah upaya pemberantasan korupsi?

Arab Saudi adalah negara monarki tanpa sebuah konstitusi tertulis atau memiliki institusi pemerintahan yang independen seperti parlemen atau pengadilan. Karena itu, tuduhan korupsi amat sulit untuk dievaluasi. Apalagi, batasan antara uang rakyat dan harta keluarga kerajaan amat tipis.

Baca juga: Pemerintah Arab Saudi Tahan 11 Pangeran dan Empat Menteri

Jadi, sebagian kalangan menduga penangkapan sejumlah pangeran ini adalah untuk semakin memperkuat posisi Pangeran Mohammed bin Salman yang kini berstatus putra mahkota.

Penangkapan para pangeran itu terjadi hanya beberapa jam setelah Raja Salman bin Abdul Aziz melakukan perombakan kabinet.

Sebelumnya, Raja Salman memberhentikan Pangeran Mutaib bin Abdullah, menteri yang menangani keamanan nasional yang juga adalah komandan tentara ketiga Arab Saudi.

Pasukan yang berada di bawah Pangeran Mutaib inilah yang belum berada di bawah kendali putra mahkota Pangeran Mohammed bin Salman atau akrab disebut MBS.

Pada 2015, Raja Salman menunjuk Pangeran Mohammed sebagai menteri pertahanan. Awal tahun ini, Raja Salman memberhentikan Pangeran Mohammed bin Nayef sebagai menteri dalam negeri dan menjadikan dia sebagai tahanan rumah.

Setelah menyingkirkan Pangeran Mohammed bin Nayef, Raja Salman memperluas wewenang MBS atas pasukan kementerian dalam negeri yang selama ini dianggap sebagai tentara kedua Arab Saudi.

Dugaan lain terkait latar belakang penangkapan besar-besaran ini adalah terkait dengan kebijakan Arab Saudi mengisolasi tetangganya, Qatar.

Sejumlah analis menduga, para pangeran, menteri, dan mantan menteri yang ditahan adalah para penentang kebijakan luar negeri Pangeran Mohammed bin Salman terkait Qatar.

Baca juga: Siapa Pangeran Alwaleed bin Talal yang Ditangkap Pemerintah Saudi?

Selain kebijakan soal Qatar, beberapa kebijakan Pangeran Mohammed bin Salman juga banyak ditentang, misalnya soal privatisasi aset negara dan memangkas subsidi.

Para diplomat asing memprediksi Pangeran MBS segera menjadi generasi milenial pertama yang menduduki takhta Saudi. Jika Pangeran Mohammed bin Salman naik takhta, dia setidaknya bisa berkuasa hingga setengah abad ke depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com