Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi "Korban" Presiden Erdogan, Wali Kota Ankara Mengundurkan Diri

Kompas.com - 30/10/2017, 11:26 WIB

ISTANBUL, KOMPAS.com - Wali Kota Ankara Melih Gokcek mengundurkan diri setelah mendapat tekanan dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Dalam beberapa minggu terakhir, Erdogan telah memaksa enam wali kota dari Partai AKP yang berkuasa mengundurkan diri.

Hal itu sebagai bagian dari upaya merevitalisasi partai menjelang pemilu yang akan segera dilaksanakan.

Pengunduran diri Melih Gokcek menyusul tekanan kuat Presiden Erdogan yang memuncak dengan pernyataan terbuka tentang konsekuensi berat jika Gokcek tidak mengundurkan diri.

Baca juga : Terdakwa Kudeta Pakai Kaus Hero, Inikah Reaksi Presiden Erdogan?

Dalam pidato pengunduran diri, Gokcek menegaskan, bukan kehendaknya untuk meletakkan jabatan setelah 23 tahun berada di tangannya.

"Saya berhenti bukan karena saya gagal. Saya berhenti karena Erdogan meminta saya berhenti. Saya mematuhi perintah Erdogan dan meninggalkan jabatan saya," ungkap dia.

Gokcek adalah wali kota keenam dari Partai AKP di mana Erdogan bernaung, yang dipaksa mengundurkan diri dalam beberapa minggu terakhir.

Mereka yang mundur adalah walikota di kota-kota terbesar di Turki, termasuk Istanbul.

Pembersihan itu bagian dari upaya Erdogan merevitalisasi partai tersebut setelah kinerja yang buruk dalam referendum tahun ini.

Selain itu juga demi memperluas kekuasaan presiden negara itu.

Referendum itu disahkan dengan kemenangan tipis, dan ditolak di banyak kota terbesar di Turki, termasuk Ankara dan Istanbul.

Padahal, dua kota itu selama ini menjadi kubu presiden.

Sementara, jajak pendapat terus memungkinkan Partai AKP memimpin.

Jajak pendapat yang sama mengindikasikan semakin banyak pemilih yang belum menentukan pilihan ,dan berkurangnya suara pendukung.

Analis politik Atilla Yesilada dari Global Source Partners mengatakan, karena pemilihan presiden dan pemilu dijadwalkan tahun 2019, Erdogan tahu apa yang harus dilakukan.

"Bahwa AKP kehilangan dukungan sangat jelas."

"Jadi, Presiden Erdogan berpikir dengan mengganti wali kota dan pejabat pemerintah daerah yang tidak populer, yang menurut dia tidak lagi bergairah untuk melayani masyarakat."

"Dia bisa mengubah situasi," ulas Yesilada.

"Pemecatan" wali kota yang terus berlangsung menuai tantangan yang belum pernah terjadi terhadap wewenang Erdogan.

Beberapa wali kota mengundurkan diri hanya setelah presiden menyampaikan ancamannya berulangkali.

Menurut pengamat, presiden terbiasa tuntutannya segera dipatuhi. Akibat Turki dalam keadaan darurat sejak kudeta yang gagal tahun lalu, Erdogan mempunyai wewenang besar untuk menyingkirkan wali kota terpilih dari jabatan.

Wewenang itulah yang ia gunakan pada lebih dari 80 kesempatan melawan wali kota yang termasuk dalam partai HDP yang pro-Kurdi.

Pemecatan wali kota oleh Erdogan juga disertai pembersihan serupa terhadap pejabat partai dan pejabat lokal yang terus berlanjut untuk tingkat nasional.

Analis Yesilada memperingatkan, strategi Erdogan mungkin salah.

Sebab, semakin banyak laporan tentang meningkatnya perselisihan di dalam Partai AKP yang berkuasa, meskipun hanya sedikit anggota yang berani bicara secara terbuka.

Namun, para analis memperingatkan, pertaruhan Erdogan merevitalisasi partainya dengan mengorbankan wali kota bisa menjadi bumerang.

Hal itu mengingat pemilih cenderung memprihatinkan inflasi dua digit yang terus meningkat dan angka pengangguran di Turki yang melambung, bersamaan dengan menurunnya nilai tukar mata uang.

Baca juga : Erdogan: Turki Bisa Jadi Obat Penyakit Kronis Eropa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com