Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demi Melacak Keluarga, Mbah Wongso Datang dari Suriname ke Indonesia

Kompas.com - 18/10/2017, 15:56 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jemari tua Sugiran Wongso Taroeno sibuk di atas layar telepon pintarnya. Dia tengah mencari sebuah foto yang hendak diperlihatkannya kepada Kompas.com.

Beberapa saat kemudian wajah pria berusia 80 tahun itu terlihat cerah lalu kemudian memperlihatkan sebuah foto yang tersimpan di telepon genggamnya.

Di foto itu terlihat sekumpulan orang berpose dengan seorang pria tua yang mengenakan kemeja dan celana panjang putih berada di tengah.

"Yang baju putih itu paman saya, usianya 99 tahun. Dia tinggal di Kulonprogo, Yogyakarta," kata Wongso Taroeno saat ditemui di sebuah hotel di Surakarta, Rabu (18/10/2017).

Baca: Rombongan Warga Suriname Berwisata sambil Mengenang Jejak Leluhur di Indonesia

Untuk bertemu sang paman dan keluarga di Yogyakarta itulah salah satu alasan Mbah Wongso, panggilan akrab pria tua itu, datang jauh-jauh dari Suriname ke Indonesia.

Mbah Wongso memang pria Jawa tetapi lahir di Suriname, sebuah negara bekas jajahan Belanda, pada 13 Februari 1937.

Ini adalah kali pertama Wongso datang ke Indonesia mengikuti program Family Pilgrim Trip yang difasilitasi KBRI Paramaribo.

Lalu apa yang hendak disampaikan Mbah Wongso saat kali pertama bertemu keluarganya di Kulon Progo, Yogyakarta?

"Saya ingin bertanya seperti apa kehidupan bapak saya di Indonesia dulu dan mengapa bapak pergi ke Suriname," kata pria yang pernah empat kali menikah ini.

Wongso kemudian bercerita dengan menggunakan bahasa Jawa "ngoko" diseling beberapa kosa kata bahasa Belanda, soal sejarah ayahnya.

"Saya tidak tahu tahun berapa bapak saya tiba di Suriname. Cuma katanya waktu pertama kali datang dia berusia 18 tahun," tambah bapak delapan anak ini.

Sugiran Wongso Taroeno saat bertemu keponakannya yang tinggal di Jakarta.KBRI Paramaribo Sugiran Wongso Taroeno saat bertemu keponakannya yang tinggal di Jakarta.
Wongso melanjutkan, ayahnya pernah bercerita alasannya pergi jauh-jauh dari Pulau Jawa ke Suriname.

"Di masa mudanya ayah saya senang main kartu, tentunya pakai uang. Biasanya dia dapat uang dari ibunya sebagai upah mengasuh adik-adik saat ibunya pergi berjualan tempe ke pasar," kenang Wongso.

Suatu hari, lanjut Wongso, ayahnya tak mendapatkan uang seperti biasa. Dia marah dan pergi meninggalkan rumah.

"Dia lalu ketemu temannya yang mengajaknya pergi ke Suriname karena di sana banyak uang. Akhirnya bapak saya pergi ke Suriname," ujar Wongso.

Di Suriname, ayah Wongso bekerja di pertambangan bauksit, yang jejaknya kemudian dilanjutkan Wongso hingga dia pensiun di usia 60 tahun.

Baca: Pameran Indofair, Ajang "Temu Kangen" Keturunan Indonesia di Suriname

Kembali ke soal pertemuan dengan keluarganya di Yogyakarta, Wongso mengatakan, pamannya akan berulang tahun yang ke-100 tahun depan.

"Dia sebenarnya minta kami pulang ke Indonesia karena ayah saya masih memiliki bagian dari tanah warisan keluarga dan sudah ada sertifikatnya," kata Wongso.

"Tapi saya katakan sebaiknya tanah itu dibagi untuk keluarga di Indonesia, karena saya sudah terlanjur lama hidup di Suriname," kata Wongso.

Etnis Jawa di Suriname berjumlah sekitar 70.000-an orang dari sekitar 550.000 jiwa penduduk Suriname.

Gelombang kedatangan orang Jawa ke negeri Amerika Selatan itu terjadi pada 1890-1938. Di Suriname pada awalnya orang Jawa bekerja di perkebunan tebu dan pertambangan.

Selama di Indonesia, Mbah Wongso dan sekitar 20 warga Suriname keturunan Jawa berkunjung ke Bali, Surabaya, Malang, Surakarta, Yogyakarta, Semarang, dan perjalanan berakhir di Jakarta. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com