Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Trump Hentikan Kesepakatan Nuklir, Sebut Iran "Rezim Fanatik"

Kompas.com - 15/10/2017, 07:06 WIB

Rusia mengatakan masih tetap berkomitmen terhadap kesepakatan dan menolak penggunaan "retorika yang agresif dan mengancam dalam hubungan internasional".

Perdana menteri Israel Benjamin Netanyahu memberikan selamat pada Trump, yang dia sebut "dengan berani menghadapi rezim teroris Iran". Arab Saudi juga mendukung "strategi yang tegas" dari presiden AS.

Apa yang berubah?

Presiden Trump telah mengubah daftar ancaman di Timur Tengah, dengan Iran menggantikan kelompok yang menyebut diri Negara Islam ISIS sebagai Musuh Nomor Satu.

Pandangan itu didukung oleh para pendukungnya di kawasan termasuk Israel dan pemimpin Teluk Arab yang sejak dulu melihat Iran sebagai ancaman utama mereka, dan saingan di Timur Tengah.

Mereka membenci kesepakatan Washington dengan Iran di masa pemerintahan Presiden Obama. Seperti Presiden Trump, negara-negara itu ingin mengubah keputusan tersebut.

Pendekatan baru untuk menerapkan sanksi kembali tetapi berhenti menuding pasukan elit Garda Revolusi sebagai sebuah kelompok teroris - sebuah langkah yang Iran sebut sama dengan deklarasi perang.

Iran Tambah Rp 7 Triliun di Program Rudal, "Matilah Amerika”

Pertanyaan mendesak saat ini adalah apakah strategi baru ini akan memicu semangat kelompok garis keras Iran termasuk Garda Revolusi.

Seperti pasukan AS, Garda Revolusi juga terlibat untuk mengalahkan ISIS di Irak dan Suriah, dan juga mungkin dilihat sebagai musuh baru.

Apa itu kesepakatan nuklir?

Secara formal dikenal sebagai Rencana Aksi Bersama yang Komprehensif, dirancang untuk mencegah Iran untuk mengembangkan senjata nuklir.

Kesepakatan itu juga mencabut beberapa sanksi yang melarang Iran untuk menjual minyak dalam pasar internasional.

Pencabutan sanksi itu tergantung pada pembatasan program nuklir Iran. Negara itu harus mengurangi persediaan uraniumnya, tidak membangun reaktor selama 15 tahun dan juga mengizinkan pemeriksa untuk masuk ke negara tersebut.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com