PRETORIA, KOMPAS.com - Ahmed Timol, aktivis anti-apartheid yang meninggal dalam tahanan polisi 46 tahun lalu, ternyata tidak melakukan bunuh diri tetapi dibunuh oleh polisi.
Pengadilan di Pretoria, Afrika Selatan, menyingkap perkara itu Kamis (12/10/2017), dalam sebuah keputusan yang dipandang bersejarah.
Apartheid adalah sistem pemisahan ras yang diterapkan oleh pemerintah kulit putih di Afrika Selatan dari sekitar awal abad ke-20 hingga tahun 1990.
Pengadilan pun memerintahkan petugas yang terlibat dalam upaya menutup-nutupi kasus kematian di tahun 1971 itu untuk diselidiki sebagai pihak yang terlibat dalam pembunuhan.
Ruang sidang yang padat di Pretoria pun sesaat bergemuruh dengan tepuk tangan, saat hakim membacakan dakwaan yang memberatkan polisi.
Baca: Menlu AS Bantah Sebut Israel Negara Apartheid
Hakim mengungkap bagaimana polisi memperlakukan orang-orang yang menentang peraturan minoritas kulit putih di masa itu.
Ahmed Timol, meninggal saat berusia 29 tahun. Dia ditangkap di Johannesburg pada bulan Oktober 1971.
Setelah lima hari ditahan, dia tewas terjatuh dari gedung markas kepolisian setempat.
Otoritas kepolisian kala itu menyatakan Timol tewas bunuh diri. Keterangan itu pun dikuatkan dengan kesimpulan sebuah penyelidikan pada tahun 1972.
Namun, keluarga Timol melawan keputusan tersebut selama berpuluh-puluh tahun.
Mereka tak henti berkampanye untuk mendapatkan peninjauan hukum, yang akhirnya dimulai pada bulan Juni lalu.
Baca: Sudah 9 Kali, Presiden Afsel Jacob Zuma Lolos dari Mosi Tidak Percaya
"Timol tidak melompat keluar dari jendela, tapi didorong keluar dari jendela atau di luar atap," kata hakim Billy Mothle, membaca ringkasan dari dakwaan sepanjang 129 halaman.
"Otoritas keamanan membunuh Timol," tegas hakim