Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rohingya, Sebuah Kisah yang Tak Dibicarakan di Myanmar...

Kompas.com - 09/10/2017, 20:57 WIB

Shwe Toontay Sayar Taw adalah salah seorang biksu yang berperan penting dalam Revolusi Saffron.

Taw ditanya, dalam demokrasi yang masih muda, bukankah Myanmar bertanggung jawab untuk memperlakukan semua komunitas -termasuk Rohingya- secara adil?

"Dalam demokrasi semuanya setara," jawab Taw. 

"Namun tidak untuk teroris," sambung Taw dengan cepat.

"Untuk terorisme, semua orang di dunia harus bersatu untuk menghancurkan terorisme. Kalau tidak mereka akan menghancurkan generasi kita."

Tidak diragukan, bahwa isu Rohingya meningkatkan dukungan dari kalangan mayoritas di Myanmar kepada Aung San Suu Kyi.

Di sisi lain, dia mendapat kecaman internasional karena dituduh berdiam diri atas masalah tersebut.

Beberapa pawai berlangsung di depan Balai Kota Yangon untuk menyatakan dukungan kepada Suu Kyi, yang secara praktis merupakan pemimpin Myanmar walau resminya menjabat sebagai Konselor Negara.

Sementara pejabat Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menggambarkan kekerasan atas umat Islam Rohingya sebagai 'pembersihan etnis'.

Tuduhan itu jelas dibantah oleh Pemerintah Myanmar.

Myanmar sebenarnya sudah pernah juga menyaksikan pengungsian besar-besaran.

Tahun 1960-an, tak lama setelah militer merebut kekuasaan, mereka memerintahkan puluhan ribu warga etnis India untuk meninggalkan negara itu.

Etnis India tinggal di Myanmar selama berabad-abad, dan banyak yang dibawa ke negara itu oleh kekuatan kolonial ketika Mynamar menjadi bagian dari Inggris, pada masa abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Diperkirakan lebih dari 300.000 orang yang kemudian terpaksa meninggalkan Myanmar, dan kembali ke India. Sementara tanah-tanah milik mereka dinasionalisasikan.
 
Lantas mengapa media-media di Yangon juga berada dalam situasi membantah kekerasan atas warga Rohingya?

Seorang redaktur senior dan mantan tahanan politik, yang tidak mau disebutkan namanya, memberi jawaban.

"Semua orang ketakutan dan semua orang enggan menyentuh masalah ini. Pertama, ada masalah keamanan di sana (negara bagian Rakhine). Jadi sebagian besar laporan hanya berdasarkan pada keterangan pers yang resmi."

Dia menambahkan, ada juga tekanan publik.

"Jika Anda menentang pandangan utama, bahkan para saudara dan teman tidak akan menyukai Anda."

Baca: Perahu Pengungsi Rohingya Terbalik, 12 Orang Tewas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com