Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rohingya, Sebuah Kisah yang Tak Dibicarakan di Myanmar...

Kompas.com - 09/10/2017, 20:57 WIB

YANGON, KOMPAS.com - Jika dilihat dari Yangon, kota terbesar di Myanmar, maka Anda mungkin tidak akan mengetahui krisis kemanusiaan yang berlangsung selama satu bulan lebih di negara bagian Rakhine, di sebelah barat negara itu.

Sekitar setengah warga Rohingya sudah mengungsi melintasi perbatasan ke Banglades sejak milisi Rohingya menyerang beberapa pos polisi pada 25 Agustus lalu.

Pihak keamanan Myanmar kemudian melancarkan operasi militer besar-besaran yang mendorong pengungsian massal warga Rohingya, hingga menjadi berita di seluruh dunia.

Komunitas internasional menekan Pemerintah Myanmar untuk mengakhiri kekerasan dan menanangai ketidakstabilan di Rakhine.

Myanmar pun dituntut memberi akses penuh kepada bantuan badan internasional untuk masuk ke kawasan yang dilanda konflik itu.

Baca: Krisis Rohingya Belum Teratasi, Pangeran Charles Batal ke Myanmar

Namun di Yangon -kota perdagangan yang pernah menjadi ibu kota- suasananya tenang, dengan jalanan yang bersih dan pohon-pohon hijau yang teratur, meski lalu lintasnya macet.

Sementara para laki-laki dan perempuan yang berpakaian rapi melakukan rutinitas sehari-hari.

Orang-orang di Yangon tidak menggunakan istilah Rohingya. Mereka merujuknya sebagai 'Islam Bengali' dan kadang disebut 'para pendatang gelap Bengali dari Banglades'.

Ketika masalah Rohingya ditanyakan kepada warga Yangon, sejumlah orang langsung berterus terang menyampaikan pendapatnya.

Namun ada pula yang menutupinya dengan berkata, "masih banyak masalah lain di negara ini."

Termasuk di dalamnya adalah seorang wartawan kawakan, U Aung Hla Tun, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pers Myanmar.

"Masalahnya adalah motif politik di balik istilah itu. Saya dulu punya banyak kawan Bengali ketika masih muda."

"Mereka tidak pernah mengakui Rohingya. Mereka pertama kali menemukan istlah itu beberapa dekade lalu."

"Mereka tidak termasuk dalam etnis minoritas (di negara ini). Begitulah kenyataannya," kata Tun.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com