Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sarjana Psikologi Jadi Pekerja Seks, Kini Risau Soal Pendapatan Turun

Kompas.com - 13/09/2017, 10:22 WIB

KOMPAS.com -  “CHARLEY” bergelar sarjana psikologi dan bekerja sebagai pekerja sosial di Queensland, Australia, hingga dua tahun lalu.

Ibu yang saat itu berusia 49 tahun memutuskan untuk beralih karir. Ia menjadi pekerja seks dan ia sangat menyukainya.

Tapi kini, Charley takut karir barunya terancam. Bukan karena munculnya aplikasi kencan seperti “Tinder” yang membuatnya khawatir.

Ia mengatakan, lonjakan industri panti pijat gelap atau ilegal menyebabkan kemunduran besar dalam kunjungan ke rumah bordil (pelacuran) dan pendapatannya telah berkurang setengah.

"Saya sebelumnya bekerja sebagai manajer kasus yang bekerja dengan anak-anak yang menggunakan narkoba dan alkohol," kata Charley.

"Tapi saya terdepak dari industri ini. Saya masih perlu mempertahankan penghasilan, yang membawa saya ke pekerjaan di bidang seks.”

"Ini bukan sesuatu yang ingin saya lakukan – tapi saya menginginkan sesuatu yang bebas stres dan saya menginginkan jam kerja yang baik, jadi saya bisa hadir untuk keluarga saya."

Baca: Kisah Pekerja Seks Tua yang Bersaing dengan Gadis-gadis Belia

 

Dua anaknya, yang berusia 24 dan 22 tahun, tidak senang saat Charley mengumumkan karir barunya tapi ia mengatakan bahwa mereka telah menerimanya. "Saya tidak pernah sebahagia ini," ujarnya.

Tapi, bukan munculnya aplikasi Tinder atau aplikasi kencan lainnya, seperti yang dituduhkan rumah bordil Sunshine Coast “Lush”, yang mengancam karier baru Charley.

"Orang-orang di rumah bordil tidak mencari hubungan, mereka mencari keintiman," katanya.

"Meningkatnya jumlah panti pijat yang menawarkan layanan seks illegal-lah yang menjadi masalah.”

"Ada bukti daring dari para pria yang berbicara di forum dewasa tentang layanan yang bisa mereka dapatkan."

Membayar pajak

Charley tak senang melihat penghasilannya menurun. "Tahun lalu, saya mengalami sekitar 50 persen penurunan pendapatan," akunya.

"Saya punya Nomor Wajib Pajak (ABN), saya membayar pajak sama seperti orang lain, dan saya memperlakukannya seperti bisnis."

Charley menjalani empat shift seminggu di rumah bordil Brisbane dan kemudian melakukan pekerjaan privat, di mana ia biasanya pergi ke rumah klien.

Baca: Partai Seks Kembali ke Kancah Politik Australia

Ia lebih suka hanya bekerja di rumah pelacuran tapi membutuhkan pekerjaan privat untuk menambah penghasilannya.

"Apakah saya ingin bekerja secara eksklusif di rumah pelacuran? Tentu, karena lebih aman," sebutnya sambil mengakui bahwa ia mendapatkan jauh lebih sedikit di rumah pelacuran.

"Saya menagih 150 dollar (atau setara Rp 1,5 juta) untuk layanan setengah jam. Di rumah bordil, saya mengenakan biaya yang sama, tapi bedanya di rumah bordil saya mendapatkan 55 persen."

Lebih dari sekedar pijat

Meskipun demikian, Charley ingin agar pemerintah setempat berbuat lebih banyak untuk mengatasi industri tempat pijat ilegal. "Yang dilakukan (pemerintah) belum cukup," katanya.

"Pemerintah sudah mulai melakukan sesuatu -mereka menarik visa pekerja terampil 457 mengingat para perempuan itu masuk dengan menyamar sebagai terapis pijat."

Ia mengatakan, para terapis pijat mengiklankan pijat antara  65 dan  90 dollar (atau setara Rp 650.000-900.000), namun menawarkan lebih dari sekedar pijat punggung sederhana.

Charley mengatakan, “Bukti dari efek yang mereka hadapi jelas terlihat saat Anda melihat apa yang terjadi setelah panti pijat ilegal ditutup di Townsville, Queensland.”

"Sebagai hasil dari penuntutan itu, rumah bordil legal mengalami kenaikan bisnis sebesar 70 persen," sebutnya.

Charley kini khawatir karir barunya tidak akan bertahan lama. "Saya khawatir tentang hal itu setiap hari," ungkapnya.

Baca: Hadapi Pemilu, Partai Seks Australia Berkoalisi dengan Partai Ganja

"Saya suka bekerja dalam keamanan industri rumah bordil. Saya suka bahwa kami dites kesehatan setiap tiga bulan dan satu-satunya layanan kami adalah layanan yang aman.”

"Para perempuan yang bekerja dengan saya berasal dari semua bidang kehidupan, ibu muda, ibu tunggal yang menafkahi anak-anak, dan istri. Suami mereka tahu apa yang mereka lakukan.”

"Banyak orang telah melakukan banyak pekerjaan untuk menjadikan industri seks sebagai karir yang sah. Sungguh memalukan bagi industri ini jika mati karena banyak hal ilegal terjadi."

Charley mengatakan, kini ia berusia 51 tahun dan persepsi tentang industri ini telah berubah.

"Saya pernah memiliki persepsi yang sama seperti yang dipikirkan orang tentang industri seks – orang  mengira ini adalah industri yang misterius, sedikit busuk," ujarnya.

"Begitu saya bertemu dengan klien – saya melihat klien lansia, saya melihat klien disabilitas, saya melihat klien berusia 18 sampai 89 tahun dan mereka semua hadir karena alasan yang berbeda.”

"Ini tentang orang-orang yang memiliki hak untuk bisa merasakan keintiman itu. Terkadang itu bahkan bukan seks, saya pernah dapat klien yang hanya mengajak minum secangkir kopi."

Baca: "My Red Light", Proyek Pelacuran Mandiri bagi Para Pekerja Seks di Amsterdam

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com