Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Palupi Annisa Auliani
Tukang Ketik

Pekerja media. Dari cetak, sedang belajar online dan digital, sambil icip-icip pelajaran komunikasi politik di Universitas Paramadina.

Rohingya, Mereka yang Terempas sebagai “Kalas” di Tanah Penuh Berkat

Kompas.com - 06/09/2017, 18:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Nahas, saat junta militer berkuasa di Burma mulai 1963, kebijakan pendudukan Inggris tersebut diadopsi. Situasi makin memburuk bagi Rohingya, semenjak keluarnya Burma Citizenship Law pada 1982, yang tak direvisi sekalipun sekarang Myanmar—nama baru Burma sejak 1989—sudah dipimpin rezim sipil.

Human Right Watch dalam satu bab laporannya pada 2000 memetakan persoalan yang ditanggung Rohingya karena Burma Citizenship Law tersebut. Bab tersebut berjudul "Discrimination in Arakan", dengan sub bab berjudul "Denial of Citizenship".

Sejumlah klausul dalam produk hukum tersebut sangat menyulitkan sebagian besar Rohingya untuk mendapatkan status kewarganegaraan Myanmar. Terlebih lagi, rujukan soal pemberian status kewarganegaraan tersebut lebih dominan berdasarkan etnis dan posisi domisili menggunakan garis batas masa dimulainya pendudukan Inggris pada 1823.

Kalaupun ada upaya revisi soal aturan kewarganegaraan Myanmar tersebut, adalah penerbitan pengumuman dari Kementerian Imigrasi dan Kependudukan Myanmar pada 2014. Notifikasi tersebut memberikan peluang bagi "warga asing" mendapatkan kartu putih. 

Namun, lagi-lagi persyaratannya tak akan serta-merta menjadikan Rohingya diakui sebagai warga negara, sekalipun mereka sudah beranak-pinak berabad-abad di Arakan. Kartu putih ini lebih dimaknai sebagai kepentingan politik suara dalam pemilu.

Tiga kategori kewarganegaraan

Merujuk Burma Citizenship Law, Myanmar mengelompokkan penduduknya dalam tiga kategori warga negara. Menggunakan kartu dengan warna merah muda, biru, dan hijau, kewarganegaraan Myanmar dikategorikan menjadi “citizenship”, “associate citizenship”, dan “naturalized citizenship”.

Berdasarkan aturan ini, sebagian besar Rohingya dikategorikan sebagai “resident foreigner”, penduduk asing, bukan warga negara. Di sini, perlakuan diskriminasi di segala bidang mendapatkan ruang besar.

KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI Klasifikasi Warna Status Warga Negara Myanmar

Diskriminasi, kemiskinan, pembodohan, dan tak terpenuhinya hak-hak dasar selama rentang panjang perubahan penguasa dan aturan, memunculkan wajah Rohingya pada hari ini. Apakah mau berkutat semata pada kata “pokoknya” lalu abai pada fakta krisis kemanusiaan di depan mata?

Sebagai penguji hati, puluhan ribu Rohingya sudah mengungsi dari Arakan. Namun, upaya mereka ini pun tak selalu menghasilkan perubahan nasib. Pilihannya, ditolak masuk ke negara lain—termasuk Banglades yang berbatasan langsung dan punya kaitan sejarah panjang dengan Arakan—atau terombang-ambing di lautan di atas perahu yang tak layak.

Di tanah sendiri terdiskriminasi dan hidup tak layak, keluar pun tak lebih baik. Mau sampai kapan dunia tutup mata dan membiarkan Myanmar berlaku abai pada warganya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com