Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diam atas Krisis Rohingya, Apakah Hadiah Nobel Suu Kyi Akan Dicabut?

Kompas.com - 05/09/2017, 19:16 WIB
Ericssen

Penulis

 

OSLO, KOMPAS.com -  Aung San Suu Kyi, pemimpin de facto Myanmar menjadi sorotan dunia saat ini. Hal itu karena dia diam membisu, tidak menanggapi, krisis kemanusiaan yang sedang melanda etnis Rohingya di negara bagian Rakhine.

Demonstrasi terjadi di mana-mana mulai dari Jakarta, Canberra, hingga Chechnya di Rusia, menuntut penerima Nobel Perdamaian pada tahun 1991 itu untuk mengambil tindakan untuk melindung warga etnis minoritas Rohingya.

Sesama rekan peraih Nobel, juga bersuara mendesak Suu Kyi segera bertindak.

"Setiap kali saya melihat berita tersebut, hati saya hancur karena penderitaan Muslim Rohingya di Myanmar," kata aktivis Pakistan, Malala Yousafzai, peraih nobel perdamain termuda dalam sebuah pernyataan di Twitter, seperti dilaporkan kantor berita Perancis, AFP, Senin (4/8/2017).

Baca: HRWG: Inisiatif Aung San Suu Kyi Terkait Rohingya Tak Direspons

"Selama beberapa tahun terakhir ini saya berulang kali mengecam perlakuan tragis dan memalukan ini. Saya masih menunggu Peraih Nobel, Aung San Suu Kyi, agar melakukan hal serupa," tambahnya.

Bahkan ada yang menuntut agar Nobel yang diterima Suu Kyi dicabut. Sejumlah petisi termasuk di Indonesia telah bermunculan mendesak Komite Nobel melakukan sesuatu.

Suu Kyi dianugerahi Nobel Perdamaian ketika dia ditahan oleh junta militer Myanmar seusai pemilihan umum 1990.

Junta yang berkuasa menolak mengakui kemenangan Partai Liga Demokrasi pimpinan Suu Kyi.

Komite Nobel menyebut Suu Kyi layak mendapatkannya untuk perlawanan anti-kekerasannya memperjuangkan demokrasi dan hak asasi manusia.

Tentunya, 26 tahun kemudian menjadi hal yang ironis ketika Suu Kyi diam seribu bahasa terhadap konflik militer yang berujung kekerasan di negaranya.

Baca: Jimly: Aung San Suu Kyi Tak Pantas Terima Nobel Perdamaian

Jangan lupa pula, dia saat ini memimpin Myanmar walaupun wewenangnya dibatasi oleh militer Myanmar (Tatmadaw) yang masih mendominasi keputusan militer.

Tidak ada sejarah pencabutan

“Tidak ada sejarahnya pencabutan Nobel Perdamaian. Komite juga tidak memiliki tradisi mengecam peraih Nobel,” ucap Gunnar Stalsett, mantan anggota komite yang merupakan deputi ketua komite di tahun Suu Kyi menerima Nobel, seperti dikutip The New York Times.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com