Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Menakutkan, Desa Kami Dibakar, Banyak Anak dan Orangtua Terpisah"

Kompas.com - 30/08/2017, 19:45 WIB

KOMPAS.com - Abdullah tak kuasa menahan air matanya.

Laki-laki berusia 25 tahun itu adalah salah satu dari ribuan warga Muslim Rohingya yang harus menyelamatkan diri ke Banglades.

Dia melarikan diri menyusul pecahnya kekerasan di Rakhine, Myanmar, sejak pekan lalu.

"Sangat menakutkan, rumah-rumah dibakar, orang-orang berlarian meninggalkan rumah mereka, anak dan orangtua terpisah, beberapa di antaranya hilang, yang lainnya tewas."

Abdullah berasal dari Desa Mee Chaung Zay, di kawasan Buthidaung, negara bagian Rakhine.

Ia mengatakan empat dari enam kampung di desanya dibakar oleh aparat keamanan. Kondisi itu membuat dia dan warga lain harus menyelamatkan diri ke negara tetangga, Banglades.

Baca: 6.000 Warga Rohingya Terdampar di Perbatasan Banglades

Bersama ribuan warga desa, Abdullah mengungsi ke kaki Pegunungan Mayu.

Ia mengungsi bersama istri dan anak perempuannya yang baru berusia lima tahun.

Abdullah membawa beras ketan, beberapa lembar plastik bekas, dan botol-botol air yang kosong.

Itulah bekal untuk berjalan kaki selama beberapa hari melewati pegunungan demi menuju perbatasan Banglades.

Dia bersama warga Rohingya lain berjalan kaki kira-kira 20 kilometer.

Baca: Usai Ungkap Simpati untuk Muslim Rohingya, Paus Segera Datangi Myanmar

"Saya masih menunggu kerabat lain. Begitu kami semua berkumpul, kami akan segera pergi (ke Banglades)," kata Abdullah.

Para pejabat PBB mengatakan, hingga Rabu (30/8/2017), jumlah warga Rohingya yang telah melewati perbatasan dan masuk ke Banglades lebih dari 18.000 orang.

Di antara mereka ada perempuan muda bernama Noor Begum.

"Jika kami kembali ke desa kami (di Rakhine), kami pasti akan dibunuh oleh tentara. Jangan paksa kami kembali ke sana."

Begum mengungkapkan kesaksiannya dengan berurai air mata kepada BBC di perbatasan Banglades-Myanmar.

"Lebih baik kami mati di sini, kami tak mau pulang," kata dia lagi.

Baca: Gerilyawan Rohingya Serang Pos Polisi Myanmar, 32 Orang Tewas

Gelombang pengungsian terbaru dipicu oleh serangan mematikan terhadap pos-pos keamanan di Rakhine oleh milisi Rohingya.

Serangan itu kemudian dibalas dengan operasi keamanan oleh militer Myanmar.

Trauma mendalam

Wartawan AFP yang mengunjungi desa-desa yang dilanda konflik mengatakan asap dari rumah rumah yang dibakar terlihat membumbung ke angkasa.

Ia mengatakan, kekerasan tak menunjukkan tanda-tanda akan segera mereda.

Setidaknya 110 orang tewas, 11 di antaranya pejabat negara bagian, sementara ribuan warga sipil mengungsi ke Banglades.

Organisasi Migrasi Internasional (IOM) mencatat jumlah warga Rohingya yang mengungsi mencapai sedikitnya 18.445 orang.

"Kondisi mereka mengenaskan. Mereka sangat membutuhkan makanan, layanan kesehatan, dan tempat penampungan."

Baca: Kekerasan Terhadap Rohingya, Menlu Telpon Penasehat Keamanan Myanmar

Demikian diungkapkan Sanjukta Sahany, pejabat IOM di Cox's Bazar, di perbatasan Banglades-Myanmar.

Ia juga mengatakan, warga Rohingya yang mengalami luka, baik akibat tembakan senjata api maupun karena luka bakar.

"Terlihat dengan jelas, orang-orang Rohingya ini trauma," kata Sahany.

PBB pun telah mengecam serangan oleh milisi Rohingya, dan kemudian mendesak militer Myanmar melindungi warga sipil tanpa membedakan etnisitas atau agama.

Nasib 1,1 juta warga Muslim Rohingya di Myanmar menjadi salah satu persoalan serius yang dihadapi pemerintahan pimpinan Aung San Suu Kyi.

Masyarakat internasional menuduh Suu Kyi berdiam diri atas persekusi yang dialami warga Rohingya.

Di Myanmar, warga Rohingya tidak diakui, tak diberi status warga negara, dan dianggap sebagai imigran gelap.

Meski, mereka mengklaim bahwa akar budaya mereka sudah ada di Myanmar sejak berabad-abad silam.

Kekerasan dalam beberapa hari ini menandai eskalasi dramatis sejak Oktober lalu ketika milisi Rohingya melakukan serangan dengan skala yang lebih kecil.

Ketika itu, serangan ini juga dibalas dengan operasi militer, yang dikatakan PBB sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Militer Myanmar mengatakan, mereka sebisa mungkin akan menahan diri tapi juga menegaskan mereka mempunyai hak untuk membela diri dari serangan-serangan teroris.

Baca: Bantu Rohingya, Menlu Retno Akan Terbang ke Myanmar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com