Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Generasi Milenial Vietnam yang Menantang Arus Zaman

Kompas.com - 30/08/2017, 15:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

 

PERUSAHAAN-PERUSAHAAN multinasional dunia mulai tergiur melihat Vietnam yang mencatat pertumbuhan ekonomi 6,2 persen dengan 95 juta penduduknya. Mereka mengincar keuntungan dengan cara yang sama dilakukan negara-negara Asia Pasifik lainnya dalam mencapai kemakmuran.

Perusahaan multinasional biasanya berpikir bahwa yang perlu mereka lakukan adalah memproduksi sepeda motor dan mobil, serta menyediakan layanan keuangan dan kesehatan. Dengan semua itu, mereka akan mendapatkan banyak keuntungan dalam beberapa dekade ke depan.

Akankah begitu?  Hau, karyawan quality control sebuah perusahaan berusia 23 tahun yang baru saja bekerja di Ho Chi Minh City punya mimpi yang mungkin saja bisa menghancurkan rencana-rencana para perusahaan multinasional dunia yang sudah disusun dengan matang itu.

Hau punya obsesi selalu ingin bepergian ke suatu tempat. Berwajah tampan dan segar, Hau mengaku tidak menabung.

Dia juga belum berpikir untuk menikah atau membeli rumah. “Saya bahkan tidak belanja baju, memakai Adidas atau Nike, sebab itu terlalu mahal. Jangan kan pergi clubbing, saya bahkan lebih banyak minum kopi ketimbang bir,” tuturnya.

Sebaliknya, hasratnya untuk bisa bepergian begitu kuat. “Saya berhemat supaya bisa jalan-jalan. Kalau pekerjaan saya sudah lebih stabil, saya mau mengambil cuti satu tahun untuk menjelajahi dunia ke Paris, London, Singapura, dan Amerika,” ujarnya lebih lanjut.

“Saya sudah menjelajahi hampir semua tempat di Vietnam. Saya sudah sampai ke Da Lat (sebuah bukit tempat kaum kolonial dulu beristirahat) dan Nha Trang (kawasan pantai) dengan motor. Saya bahkan sudah pernah melintasi perbatasan Kamboja,” katanya.

Saat ini, Hau memiliki gaji VND 9 juta atau sekitar Rp 5,28 juta setiap bulan. Jumlah itu hanya sedikit lebih kecil dibandingkan penghasilan orangtuanya sebesar VND 10 juta atau sekitar Rp 5,8 juta per bulan.

Ayah Ibu Hau tinggal di kampung halaman mereka di provinsi Dong Thap, sekitar tiga jam dengan bis dari Ho Chi Minh City.

“Orangtua saya memiliki lahan dua hektar yang ditanami lemon dan kelapa. Menanam lemon tidak terlalu banyak menghasilkan uang setelah dipotong untuk biaya pupuk dan pestisida,” Hao menjelaskan.

“Ayah saya supir truk, dua kali seminggu dia mengendarai truk delapan jam dari provinsi Can Tho ke Da Lat, yang jauh ke pedalaman,” dia melanjutkan kisahnya.

Mengingat betapa sulit hidup kedua orang tuanya, sangat mengagumkan melihat mereka berhasil membiayai kuliah Hau selama empat tahun hingga menjadi sarjana Manajemen Industri dari Ho Chi Minh City University of Technology.

Penduduk Kota Ho Chi Minh hampir 8.5 juta dimana sebagian besar orang mengendarai motor.Dok Karim Raslan Penduduk Kota Ho Chi Minh hampir 8.5 juta dimana sebagian besar orang mengendarai motor.
Selama kuliah, mereka mengirimkan VND 2 juta atau sekitar Rp 1,17 juta setiap bulan untuk Hau.

Mereka bahkan membelikan Hau sepeda motor meski Hau pun ikut mencicilnya dari hasil bekerja sebagai barista paruh waktu dan guru les privat. Tak heran kalau Hau rajin pulang untuk menengok kedua orangtuanya, sedikitnya sebulan sekali.

Saya bertanya apakah dia juga mengirimkan uang untuk mereka secara rutin? Dengan malu-malu dia menjawab, “Uang saya habis untuk travelling dan hangout dengan teman-teman," katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com