Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

17 WNI yang Bergabung dengan ISIS Diserahkan ke Indonesia

Kompas.com - 11/08/2017, 16:14 WIB

RAQQA, KOMPAS.com - Sebanyak 17 warga negara Indonesia yang sebelumnya bergabung dengan kelompok yang menamakan diri Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) telah diserahkan kepada perwakilan pemerintah Indonesia di perbatasan Suriah-Irak, Selasa (8/8/2017).

Namun, pejabat Kementerian Luar Negeri RI mengatakan 'pemerintah masih mengupayakan', sebagaimana dilaporkan BBC Indonesia, Jumat (11/8/2017).

Petugas Kamp Ain Issa di Suriah, Omar Allouche, mengatakan para WNI telah meninggalkan Suriah. Sebelumnya, mereka menetap di kamp pengungsian Ain Issa, sekitar 50 kilometer di utara Raqqa, ibu kota “kekhalifahan” Islam versi ISIS.

Penyerahan 17 WNI itu juga disampaikan juru bicara Women Protection Unit, Nisreen Abdullah, sebagaimana dikutip kantor berita Associated Press.

Akan tetapi, Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia (PWNI dan BHI) pada Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, menyebut pihaknya masih berkomunikasi dengan berbagai kelompok di Suriah, termasuk otoritas Kurdi di Suriah Utara.

Iqbal tidak secara tegas menjawab pertanyaan terkait kepulangan 17 WNI tersebut.

Baca: Revisi UU Terorisme, Paspor WNI yang Bergabung ISIS Akan Dicabut

"Pemerintah masih mengupayakan. Kondisi di lapangan membuat prosesnya tidak mudah. Banyak kelompok berbeda menguasai wilayah itu," kata Iqbal.

Lebih dari itu, Iqbal menyatakan 17 WNI yang atas inisiatif sendiri pergi ke Raqqa itu bukanlah milisi ISIS. Iqbal mendasarkan pernyataannya pada investigasi sejumlah kelompok di Suriah.

"Kami memperoleh informasi bahwa mereka bukan fighters," tuturnya.

Iqbal mengatakan, 17 WNI tersebut berada di Raqqa pada 40 hari pertama keberadaan mereka di Suriah. "Sisanya di penjara serta rumah isolasi sampai mereka melarikan diri dengan bantuan pihak ketiga 10 Juni lalu," kata Iqbal.

Pemulangan 17 WNI dari Raqqa itu menjadi pro-kontra, terutama karena kepergian mereka ke Suriah didasari keinginan untuk bergabung dengan ISIS.

Kepada BBC Indonesia, akhir Juni lalu, Direktur Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Brigjen Hamidin menyebut pemerintah Indonesia tidak dapat menolak pemulangan WNI yang dideportasi.

Menurutnya, aturan itu juga berlaku terhadap 17 WNI yang pergi ke Suriah untuk bergabung ke ISIS. "Tidak ada prinsip menolak warga Indonesia yang dikembalikan sebagai deportan," ujarnya.

Hamidin menuturkan, pemerintah akan menampung 17 WNI itu dan mengharuskan mereka mengikuti program deradikalisasi secara berkelanjutan.

Baca: Kemenlu: 210 WNI Dipulangkan ke Indonesia, Diduga Terkait ISIS

Ia berkata, 17 WNI itu akan dipulangkan ke domisili mereka setelah menyelesaikan program yang digelar lintas lembaga, antara BNPT, Densus Antiteror 88, Kementerian Sosial, dan Kementerian Dalam Negeri.

Pada Juni lalu, BBC Indonesia mendapat rekaman suara salah seorang WNI melalui bantuan petugas Kamp Ain Issa di Suriah, Omar Allouche.

Salah seorang dari WNI yang menyebut bernama Dilfansyah Rahmani, mengatakan kondisi mereka sakit-sakitan.

"Kondisi kami di sini juga banyak yang sakit sakitan, uang semakin menipis."

"Kami 17 orang ingin bersama-sama kembali ke Indonesia. Kami berharap...bantuan dari pemerintah Indonesia membantu kami keluar dari Suriah dengan aman," kata Dilfansyah.

Sebelumnya, kepada kantor berita AFP, sebagian besar dari 17 WNI itu mengaku meninggalkan Indonesia pada Agustus 2015 karena tertarik pada ideologi dan bantuan ekonomi yang ditawarkan ISIS.

Leefa misalnya, mengaku ingin menjadi bagian ISIS karena tawaran bebasa biaya hidup.

Baca: BNPT Sebut Ratusan WNI Mulai Kembali dari Suriah ke Indonesia

"Saya punya masalah kesehatan, Saya perlu operasi di bagian leher dan biayanya sangat mahal di Indonesia. Tapi di daerah ISIS semuanya gratis," tuturnya di kamp Ain Issa.

Namun belakangan, seperti diutarakan Nur, perempuan berusia 19 tahun yang menjadi bagian dari 17 WNI itu, mereka menyesali kepergian ke Suriah.

"Semua bohong…ketika kami memasuki wilayah ISIS, yang kami lihat sangat berbeda dengan yang mereka katakana di internet," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com