Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 19/07/2017, 11:32 WIB
EditorPascal S Bin Saju

KOMPAS.com - SAAT wartawan asing melewati sebuah jembatan bambu, seorang wanita muda Rohingya berpakaian hitam dan berpayung hitam, mengangkat tangannya dengan ragu-ragu.

Sikapnya menunjukkan dia berada dalam keadaan kosong dan ketakutan. Namun, gadis itu tampaknya ingin mengatakan sesuatu kepada rombongan wartawan asing.

Sebuah laporan mengatakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) secara sistematis terhadap warga Muslim Rohingya di Rakhine, Myanmar, termasuk dalam kategori genosida.

"Rakhinese datang dan mengarahkan senapan ke dahiku. Mereka memegang tanganku dengan kuat dan melakukan apa yang mereka inginkan dariku," katanya.

"Kemudian saya disuruh kembali. Tapi tidak saya lakukan. Saya duduk di sana, lalu mereka mulai memukul dan mereka melepaskan pakaian saya," kata remaja tersebut.

Baca: Amnesti: Militer Myanmar Lakukan Kejahatan Kemanusiaan

"Mereka memukuli saya terlalu banyak dan melakukan apa yang mereka inginkan. Militer melakukan semua ini," ucap gadis berusia 18 tahun itu.

Pemerintah Myanmar mengorganisir kunjungan wartawan asing ke negara bagian Rakhine utara, di sebelah barat Myanmar.

Wilayah tersebut telah terlarang sejak militan menyerang beberapa pos polisi pada Oktober 2016, menewaskan sembilan polisi dan mencuri puluhan senjata.

Hal itu memicu pembalasan dari pasukan keamanan terhadap etnis Rohingya sampai Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutnya sebagai "kemungkinan pembersihan etnis".

Beberapa dari 70.000 warga Rohingya yang melarikan diri ke negara tetangga Banglades menceritakan kekejaman tentara.

Kota Maundaw merupakan lokasi terjadinya kekerasan terburuk tahun lalu yang diduga dilakukan oleh tentara dan polisi.

Baca: "Pengungsi Rohingya Pilih Mati di Myanmar, daripada Ditelan Banjir

Bila memungkinkan, wartawan mendesak para polisi bersenjata berat yang mengawal kami tinggal di belakang saat para wartawan melakukan wawancara.

Sittwe, ibu kota negara bagian Rakhine, Myanmar. Google Sittwe, ibu kota negara bagian Rakhine, Myanmar.
"Mereka datang ke desa ini dan membakar ayah saya (hidup-hidup) di dalam rumah dan memenjarakan ibu saya (ketika dia mengajukan keluhan)," kata seorang wanita, yang tidak disebutkan namanya.

Beresiko

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke