Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Dikurung di Rumah dan Dibakar hingga Jadi Abu

Kompas.com - 05/07/2017, 15:32 WIB

JUBA, KOMPAS.com –  Sudan Selatan kembali menjadi sorotan dunia internasional karena kekejaman yang mengerikan terus berulang di sana.  

Laporan dari Amnesty International menjelaskan tentang kekejaman terbaru, yakni penyiksaan dan pemerkosaan, di negara itu sehingga dijuluki sebagai “ladang pembunuhan yang mengerikan”.

Pemerintah Sudan Selatan dan milisi loyalisnya melakukan kekerasan mematikan di desa-desa terpencil. Misalnya serangan dengan parang atau senjata tajam, sebagaimana dilaporkan The Guardian, Selasa (4/7/2017).

Namun, laporan yang lebih menyeramkan adalah tentang orang-orang dikurung di rumah mereka di Kudupu, dekat Uganda, lalu rumah dibakar bersama orang-orang di dalamnya.

Baca: PBB: 300 Orang Tewas akibat Bentrokan Senjata di Sudan Selatan

Sudan Selatan sendiri sedang didera berbagai persoalan buruk. Pengungsian akibat kekerasan senjata telah menyebabkan hampir satu juta orang melarikan diri ke Uganda.

Dari populasi sekitar 12,5 juta, lebih dari 1,7 juta mengalami kelaparan berat. Sedangkan mereka yang berisiko mengalami kelaparan adalah 6 juta orang dan jumlahnya terus bertambah.

Selain itu, wabah kolera yang menyebar cepat mengancam telah untuk membunuh ribuan orang.

Kelompok pegiat HAM, Amnesty, yang telah mengumpulkan laporan dari konflik tersebut, mengatakan bahwa pasukan telah mengurangi pasokan makanan ke daerah-daerah.

Pasukan di maksud adalah kelompok bersenjata yang setia kepada pemerintah dan yang berpihak kepada oposisi. Pertempuran antara pasukan pemerintah dan oposisi sangat tajam.

Baca: Kanibalisme Paksaan Terjadi dalam Konflik Sudan Selatan

Amnesty melaporkan, perempuan dan anak perempuan semakin banyak diculik dan diperkosa di Equatoria, wilayah yang menjadi garis terdepan baru dalam konflik bersenjata.

Kondisinya mengerikan terjadi setiap hari, antara lain di Equatoria, sehingga oleh Amnesty wilayah itu dijuluki sebagai “ladang pembunuhan yang mengerikan”.

"Eskalasi pertempuran di wilayah Equatoria telah menyebabkan meningkatnya kebrutalan terhadap warga sipil,” demikian Amnesty.

Pria, wanita, dan anak-anak telah ditembak, dibacok sampai mati dengan parang, atau dikurung di dalam rumah-rumah mereka, lalu dibakar hingga menjadi abu.

Radio Tamazuj Pengungsi akibat kekerasan senjata terbaru di Sudan Selatan.
"Perempuan dan anak perempuan diperkosa dan diculik, "kata Donatella Rovera, penasihat senior Amnesty.

Joanne Mariner, penasihat Amnesty lainnya, mengatakan, "Ini adalah tragedi yang mengerikan akibat perang ... di Sudan Selatan”.

Baca: Militer Sudan Selatan Memerkosa dan Bakar Anak Perempuan

Setahun yang lalu, Equatoria dapat melayani kebutuhan pangan bagi jutaan orang. Namun, tahun ini “telah berubah menjadi ladang pembunuhan berbahaya, yang telah memaksa hampir satu juta untuk melarikan diri demi keamanan mereka."

Setelah lebih dari setengah abad melakukan perjuangan, Sudan Selatan memperoleh kemerdekaan dari Sudan pada pertengahan 2011.

Perayaan yang menandai kelahiran negara terbaru di dunia itu sangat emosional, namun dua tahun kemudian, negara baru itu terjebak dalam konflik bersenjata antara presiden negara tersebut, Salva Kiir, dan wakil presiden, Riek Machar, memicu konflik baru.

Machar dipecat dan melakukan perlawanan. Kiir dari etnis Dinka dan Machar dari etnis Nuer – dua kelompok etnis yang dominan di Sudan Selatan itu telah bermusuhan selama lebih dari satu abad.

Machar, pemimpin oposisi, telah melarikan diri dari negara tersebut setelah kesepakatan damai gagal dicapai tahun lalu. Para tentara loyalisnya terus bertempur melawan pemerintah.

Baca: Kekerasan Senjata Kembali Melanda Sudan Selatan, 43 Orang Tewas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com