Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Rakyat Inggris Pilih Keluar dari Uni Eropa

Kompas.com - 23/06/2017, 18:30 WIB

KOMPAS.com - Hari ini tepat satu tahun lalu, warga Inggris memberikan suaranya dalam sebuah referendum untuk menentukan masa depan negeri itu dalam keanggotaan Uni Eropa.

Jumlah warga Inggris yang memberikan suara cukup besar yaitu 72,2 persen dari seluruh pemilik suara.

Setelah penghitungan suara, 51,9 persen atau 17,4 juta suara memilih Brexit, istilah yang digunakan untuk menyebut keluarnya Inggris dari Uni Eropa.

Sedangkan warga yang menginginkan Inggris tetap dalam pakta ekonomi itu sebanyak 16,1 juta atau 48,1 persen.

Ini adalah kali pertama sebuah negara anggota Uni Eropa menggelar referendum untuk memutuskan keluar dari pakta ekonomi itu.

Hasil itu merupakan kekalahan telak bagi PM David Cameron yang langsung menyatakan mundur dari jabatannya tak lama setelah  hasil referendum diumumkan.

Pada 2010, Cameron menjadi perdana menteri dengan komitmen untuk membawa Inggris memainkan peran aktif dan enerjik dalam Uni Eropa.

Pemerintahan Cameron kemudian menerbitkan undang-undang yang mengatur perlunya referendum untuk mendorong sebuah pemindahan wewenang dari negara anggota ke Uni Eropa.

Pada Januari 2013, di bawah tekanan para anggota parlemen anti-Uni Eropa di dalam partainya sendiri, Partai Konservatif dan semakin kuatnya Partai Kemerdekaan Inggris (UKIP), membuat Cameron berjanji menggelar referendum  "Brexit" jik partainya memenangkan pemilu 2015.

Tujuan utama Cameron sebenarnya adalah melakukan negosiasi hubungan baru Inggris dengan Uni Eropa dan memenangkan dukungan publik agar Inggris terus menjadi anggota Uni Eropa.

Baca: Pasca-Brexit, Warga Inggris Berlomba Dapat Paspor Jerman

Setelah Partai Konservatif memenangkan pemilu pada Mei 2015, Cameron berusaha mendapatkan persetujuan terkait empat isu dari negara-negara anggota lain Uni Eropa.

Keempat isu itu adalah perlindungan untuk negara yang tak menggunakan mata uang euro, mempercepat liberalisasi pasar tunggal UE, kedaulatan Inggris, dan pembatasan tunjangan bagi warga Uni Eropa yang bekerja di Inggris.

Pada Februari 2016, menyusul pertemuan dengan Dewan Uni Eropa di Brussels, Cameron mengatakan, sudah tercapai kesepatan atas keempat isu yang diusungnya. Sehari kemudian, Cameron menentukan 23 Juni 2016 untuk menggelar referendum.

"Pilihan ada di tangan Anda, tetapi rekomendasi saya sudah jelas. Saya yakin Inggris akan lebih aman, kuat, dan baik dengan tetap menjadi anggota Uni Eropa," kata Cameron kepada rakyat Inggris.

Namun, para penentang Cameron, termasuk para politisi Partai Konservatif mengatakan, apa yang dicapai Cameron terlalu kecil.

Para politisi ini menuduh Cameron terlalu jauh berkompromi khususnya dalam masalah "kebebasan bergerak" terutama karena menjanjikan tunjangan kesejahteraan bagi para pekerja dari negara Uni Eropa.

Selama masa kampanye menjelang referendum, pertanyaan yang diusung adalah "Apakah Inggris tetap menjadi anggota atau meninggalkan Uni Eropa?".

Di bawah aturan ketat soal pengeluaran untuk kampanye di televisi maka komisi pemilu Inggris menyetujui dia kampanye resmi Inggris Semakin Kuat di Eropa (BSE) untuk pendukung "remain" dan Vote Leave untuk pendukung "Brexit".

Cameron memutuskan para menteri kabinet bebas berkampanye untuk sisi manapun tanpaharus terikat dengan konvensi tentang tanggung jawab kolektif.

Meski sebagian besar menteri kabinet mendukung Cameron, beberapa pejabat penting justru mendukung "Brexit".

Salah satunya adalah Boris Johnson wali kota London hingga Mei 2016 dan salah satu politisi Partai Konservatif yang paling populer.

Para pemimpin Partai Buruh, Liberal Demokrat, Partai Nasional Skotlandia (SNP), Partai Hijau, Plaid Cymru (Wales) serta Partai Aliansi dan Sinn Fein (Irlandia Utara) bergabung mendukung Cameron memperjuangkan Inggris tetap di Uni Eropa.

Sebagian kecil politisi Partai Konservatif dan Partai Buruh bersama Partai Uni Demokratik serta UKIP mendukung "Brexit".

Salah satu isu paling dominan dalam kampanye referendum dalah imigrasi. Saat Cameron menjadi perdana menteri, dia menjanjikan untuk mengurangi angka imigrasi hingga kurang 100.000 orang.

Baca: Merkel: Inggris Jangan Berkhayal bahwa Brexit Akan Mudah

Namun, pada 2015, angka imigrasi meningkat hingga 300.000 orang dan separuhnya berasal dari negara-negara Uni Eropa.

Para pendukung "Brexit" mengatakan, hanya dengan keluar dari Uni Eropa dan aturan "kebebasan bergeraknya" membuat Inggris akan sepenuhnya mengendalikan kebijakan imigrasinya.

Isu kedua adalah kontribusi Inggris dalam anggaran Uni Eropa yang dianggap terlalu besar dan seharusnya bisa digunakan untuk membiayai kebutuhan dasar publik Inggris.

Sementara pendukung Inggris tetap menjadi anggota Uni Eropa menekankan bahwa meninggalkan pakta ekonomi itu akan berdampak buruk bagi Inggris.

Keluar dari Uni Eropa bisa berujung pada minimnya investasi, kurangnya lapangan kerja, standar hidup yang rendah, dan keuangan negara yang melemah.

Alhasil, uang untuk kesejahteraan rakyat dan layanan publik juga akan berkurang. Demikian argumentasi kelompok pro-Uni Eropa.

Namun, pada 24 Juni 2016 pagi, sudah jelas terlihat bahwa para pendukung "Brexit" yang meraih kemenangan meski amat tipis.

Pada pukul 07.15 waktu setempat, komisi pemilihan umum Inggris mengumumkan hasi referendum dan satu jam kemudian Cameron mengundurkan diri dari jabatannya.

Partai Konservatif kemudian menunjuk Theresa May sebagai pemimpin baru partai dan dia menjabat perdana menteri Inggris pada 13 Juli 2016.

Setelah menjadi perdana menteri, meski mendukung Inggris tetap menjadi anggota Uni Eropa, May menegaskan tetap menerima hasil referendum.

May juga akan menimpin negosiasi keluarnya Inggris dari Uni Eropa yang akan dimulai pada awal 2019. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com