Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Alexander Agung Wafat

Kompas.com - 13/06/2017, 19:00 WIB

KOMPAS.com - Salah satu nama yang paling dikenal dalam sejarah panjang umat manusia adalah Alexander Agung, Raja Macedonia.

Pemimpin muda yang  dikenal sebagai ahli strategi militer dan penakluk itu meninggal dunia pada 13 Juni 323 sebelum Masehi karena terserang malaria di Babilonia atau Irak di masa kini.

Alexander lahir di Pella, Macedonia pada 20 Juli 356 SM dari Raja Philip II dan Ratu Olympia.

Di masa kecilnya, Alexander yang bermata gelap dan berambut ikal itu jarang bertemu sang ayah, yang menghabiskan waktunya di medan perang dan bermain perempuan.

Meski Olympia menjadi teladan yang kuat bagi Alexander, tetapi dia tumbuh besar nyaris tanpa kasih sayang ayahnya.

Alexander mendapatkan pendidikan awal seperti matematika, menunggang kuda, dan memanah dari Leonidas Epirus yang disewa ayahnya.

Namun, Leonidas tak kuasa mengendalikan sifat pemberontak Alexander. Barulah guru berikutunya, Lysimachus yang bisa menarik perhatian Alexander dengan metode pelajarannya.

Pada 343 SM, Raja Philip mendatangkan filsuf Aristoteles untuk mengajari Alexander. Selama tiga tahun, Aristoteles mengajarkan filosofi, puisi, drama, sains, dan politik kepada Alexander.

Mengetahui Alexander sangat terinspirasi  Iliad karya Homer, maka Aristoteles meringkas kisah panjang itu agar bisa dibawa Alexander dalam kampanye-kampanye militernya.

Alexander menyelesaikan pendidikannya pada 340 SM dan menjalani misi militer pertamanya saat masih berusia belasan saat melawan suku  Thracia.

Pada 338 SM, Alexander sudah memimpin sebuah Kompi Kavaleri dan membantu ayahnya mengalahkan pasukan Athena dan Thebes di Chaeronea.

Setelah Philip II sukses mempersatukan seluruh negara-negara kota Yunani, kecuali Sparta, ke dalam Liga Korintia, aliansinya dengan Alexander justru merenggang.

Renggangnya hubungan ayah dan anak itu diawali ketika Philip II menikahi Clepatra Eurydice, keponakan Jenderal Attalus dan menyingkirkan Olympia.

Alhasil, Alexander dan Olympia terpaksa meninggalkan Macedonia dan tinggal bersama keluarga ibunya di Epirus hingga Alexander dan Philip II bisa menyelesaikan masalah mereka.

Pada 336, saudara perempuan Alexander menikah dengan Raja Molossia, yang masih berstatus paman dan juga bernama Alexander.

Di tengah perayaan pernikahan itulah Raja Philip II tewas dibunuh Pausanias, seorang bangsawan Macedonia.

Alexander yang baru berusia 19 tahun tak menyia-nyiakan kesempatan dan berupaya merebut tahta Macedonia.

Kecakapan Alexander membuat dia dengan cepat mendapatkan dukungan militer terutama pasukan yang pernah berperang bersamanya di Chaeronea.

Militer mendaulat Alexander sebagai raja baru dan membantunya membunuh para pesaingnya dalam memperebutkan tahta Macedonia.

Bahkan demi memastikan tahta untuk putranya, Olympia membunuh putri hasil pernikahan Raja Philip II dan Cleopatra, lalu memaksa Cleopatra untuk bunuh diri.

Meski Alexander didaulat menjadi Raja Macedonia, dia tak otomatis memegang kendali Liga Korintia.

Bahkan, negara-negara di wilayah selatan Yunani merayakan kematian Philip II dan berniat melepaskan diri.

Athena memiliki agenda sendiri. Di bawah kepemimpinan Demosthenes yang demokrat, kota itu berharap bisa menentang Liga Korintia.

Saat Athena memulai gerakan kemerdekaan itu, Alexander mengirim pasukannya ke selatan dan memaksa wilayah Thessaly mengakuinya sebagai pemimpin Liga Korintian.

Lalu dalam pertemuan para pemimpin Liga Korintian, Alexander mendapatkan kepercayaan untuk menjadi pemimpin.

Pada musim gugur 336 SM, Alexander mempertegas kembali kesepakatan dengan negara-negara kota Yunani yang tergabung dalam Liga Korintian, kecuali Athena.

Dia kemudian mendapatkan kepercayaan penuh memimpin kampanye militer melawan Kekaisaran Persia, tetapi sebelum menyerang Persia, Alexander menaklukkan suku Thracia pada 335 untuk mengamankan perbatasan utara negerinya.

Menjelang berakhirnya kampanye militer di wilayah utara, Alexander mendapat kabar bahwa negeri Thebes memukul pasukan Macedonia yang ditempatkan di sana.

Khawatir insiden ini akan memicu revolusi dari negara-negara kota lainnya, Alexander bergerak cepat. Dia memimpin pasukan besar terdiri dari 3.000 kavaleri dan 30.000 infantri ke ujung Semenanjung Yunani.

Sementara salah seorang jenderalnya, Parmenion sudah memulai kampanye militer di Asia Kecil atau Turki di masa kini.

Alexander dan pasukannya tiba di Thebes dengan cepat sehingga kota itu tak memiliki cukup waktu untuk menyusun pertahanannya.

Alhasil, Thebes dihancurkan dan penduduknya dibantai. Alexander berharap hancurnya Thebes bisa menjadi contoh agar kota-kota lain tak berusaha untuk memicu revolusi.

Taktik intimidasi ini efektif karena kota-kota Yunani lainnya termasuk Athena, akhirnya menyatakan setia kepada Kekaisaran Macedonia atau bersikap netral.

Pada 334 SM, Alexander memulai kampanye militernya di Asia dan tiba di kota Troya pada musim semi.

Alexander lalu menghadapi pasukan Persia yang dimpimpin Raja Darius III dekat Sungai Grancius. Hasilnya, Darius kalah telak.

Pada musim gugur, Alexander dan pasukannya sukses menyeberang ke pesisir selatan Asia Kecil ke kota Gordium . Di sana Alexander beristirahat selama musim dingin hingga semi.

Pada musim panas 333, untuk kedua kalinya Alexander dan Darius III bertempur di Issus. Meski kalah jumlah, strategi yang jitu membuat pasukan Macedonia bisa mengalahkan Persia dan Darius melarikan diri.

Pada November 333, Alexander mendeklarasikan diri sebagai Raja Persia setelah menangkap Darius setelah sempat membuatnya sebagai buronan.

Tak puas dengan Persia, agenda penaklukkan selanjutnya adalah Mesir. Setelah merebut Gaza dalam perjalanan menuju Mesir, Alexander berhasil meraih ambisinya, Mesir menyerah tanpa pertempuran.

Pada 331, dia mendirikan kota Alexandria yang dirancang sebagai pusat budaya dan perdagangan Yunani.

Di akhir tahun 331, Alexander kembali mengalahkan pasukan Persia dalam Pertempuran Gaugamela.

Dengan hancurnya pasukan Persia, maka Alexander mendaulat dirinya menjadi "Raja Babilonia, Asia, dan Empat Sudut Dunia".

Selanjutnya Alexander menaklukkan wilayah timur Iran di mana dia menciptakan koloni Macedonia dan pada 327 dia merebut perbentengan di Ariamazes.

Setelah menangkap Putri Oxyartes, Alexander menikahi anak perempuan sang putri, Rhoxana.

Lalu pada 328, Alexander mengalahkan pasukan Raja Porus di wilayah utara India. Karena mengagumi Porus, Alexander tetap membiarkannya menjadi raja tetapi mendapatkan kesetiaannya.

Alexander kemudian terus maju hingga ke Sungai Ganga tetapi terpaksa kembali setelah pasukannya yang kelelahan menolak untuk terus maju.

Dalam perjalanan pulang di sepanjang Sungai Indus, Alexander terluka karena serangan tentara Malli.

Pada 325, setelah Alexander pulih dari lukanya, dia dan pasukannya berjalan menuju ke arah utara menyusuru Teluk Persia.

Saat itu banyak tentaranya yang jatuh sakit, terluka, dan meninggal dunia. Pada Februari 324, Alexander dan pasukannya berhasil tiba di kota Susa, ibu kota Persia.

Berusaha mempertahankan kepemimpinan dan pasukannya, dia berusaha menyatukan para bangsawan Macedonia dan Persia untuk menciptakan kelas masyarakat penguasa.

Dia kemudian memerintahkan penikahan besar-besaran antara para bangsawan Macedonia dan para putri Persia.

Setelah Alexander berhasil merekrut puluhan ribu tentara Persia, dia memensiunkan pasukan Macedonia yang tersisa . Keputusan ini membuat para prajurit Macedonia berang.

Mereka secara terbuka mengkritik Alexander Agung karena merekrut pasukan Persia serta mengadopsi adat istiadat Persia.

Untuk mengurangi kemarahan pasukan Macedonia ini, Alexander kemudian membunuh 13 perwira militer Persia. Hal ini justru membuat perpecahan antara Macedonia dan Persia semakin dalam.

Saat mempertimbangkan untuk menaklukkan Kartago dan Roma, Alexander Agung meninggal dunia setelah terserang malaria di Babilonia (Irak) pada 13 Juni 323 SM dalam usia baru 32 tahun.

Istrinya, Rhoxana melahirkan seorang putra beberapa bulan setelah Alexander meninggal dunia.

Setelah Alexander wafat, kekaisaran yang dibangunnya dengan keringat dan darah itu ambruk. Negara-negara di dalam kekaisarannya saling berperang berebut kekuasaan.

Jenazah Alexander Agung kemudian dibawa ke kota Alexandria tempat dia dimakamkan di dalam sebuah peti mati dari emas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com