GAZA CITY, KOMPAS.com - Kelompok Hamas, Senin (12/6/2017), mengancam kekerasan baru akan muncul kembali di Jalur Gaza setelah Israel memangkas aliran listrik ke daerah itu.
Israel memangkas aliran listrik ini demi memenuhi permintaan Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk menekan Hamas yang adalah rival politiknya.
Baca: Pertama Kali dalam 9 Tahun, Israel Buka Perbatasan Erez ke Jalur Gaza
Pekan ini, kabinet Israel memutuskan untuk menerima permintaan Abbas itu meski langkah ini berdampak buruk terhadap warga Gaza dan kemungkinan memicu perang baru antara Israel dan Hamas.
Selama ini listrik hanya menyala empat jam sehari di Gaza dan pemutusan aliran listrik ini membuat durasi pasokan listrik ke Gaza berkurang 45 menit.
Sejauh ini belum diperoleh informasi kapan Israel akan memulai pemangkasan aliran listrik itu.
Pemangkasan aliran listrik akan memengaruhi kehidupan dua juta orang di wilayah kantong yang sempit di pesisir Laut Tengah itu.
Rumah sakit akan mengurangi jam operasional, warga tak bisa menyimpan barang di dalam lemari es, dan warga juga akan kesulitan mengisi baterai telepon genggam mereka.
Pasokan air bersih juga akan berkurang karena pusat desalinasi air laut tak bisa bekerja tanpa energi listrik.
Dalam pernyataan resminya, Hamas mengancam Israel dan Presiden Abbas jika keputusan pemangkasan listrik akan memicu kekerasan.
"Keputusan Israel memangkas pasokan listrik setelah diminta Presiden Mahmoud Abbas berdampak buruk bagi kehidupan di Gaza," ujar Hamas.
"Keputusan ini akan memperburuk kondisi warga dan bisa memicu kekerasan di Gaza," tambah Hamas.
Baca: Bantu Warga di Jalur Gaza, AS Kucurkan Dana Rp 660 Miliar
Gilan Erdan, menteri keamanan publik Israel, mengatakan, tak ada hubungan pasti antara pemangkasan energi listrik dan konfrontasi militer.
Dia malah mendesak warga Palestina untuk mengabaikan Hamas, yang dianggap sebagai organisasi teroris oleh Israel, AS, dan Inggris.