Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buron Rezim Erdogan, Wartawan Turki Raih Golden Pen of Freedom Award

Kompas.com - 08/06/2017, 16:30 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis


DURBAN, KOMPAS.com – Cun Dundar, wartawan yang pernah dipenjara dan masih jadi buron rezim Recep Tayyip Erdogan di Turki, mendapatkan Golden Pen of Freedom Award, Rabu (7/6/2017) dari asosiasi koran dan media dunia (WAN-IFRA).

“Wartawan butuh keberanian karena ada ancaman menakutkan membayanginya, di mana-mana, dan sangat kuat,” ujar Dundar saat menerima penghargaan, Rabu malam waktu setempat, dalam pembukaan World News Media Congress ke-69 dan World Editors Forum ke-24 di Durban, Afrika Selatan.

Dundar adalah salah satu wartawan yang pernah dipenjara Erdogan dan masih menjadi buron karena memberitakan dinamika negara itu.

Dalam pidatonya, Dundar menyebutkan, saat ini masih ada 150 wartawan berada di penjara-penjara Turki. Bahkan, ujar dia, koleganya jarang yang tahu tuduhan apa yang dikenakan pada mereka, seperti yang pernah juga dia alami.

"Saya berasal dari penjara terbesar bagi wartawan di dunia. Pemenjaraan satu wartawan juga berarti dengan intimidasi bagi ratusan wartawan lain di sana,” imbuh dia.

Setelah upaya kudeta yang gagal pada Juli 2016, ungkap Dundar, Pemerintah Turki membatasi kebebasan media dengan menerapkan pasal pidana, penghinaan, dan anti-terorisme, untuk pemberitaan yang mengkritisi rezim tersebut.

“Wartawan (di Turki) menghadapi peningkatan ancaman kekerasan, pelecehan, dan intimidasi dari oknum negara dan non-negara,” kata Dundar.

Selain penangkapan dan pemenjaraan, lanjut Dundar, seratusan media di Turki juga ditutup sejak upaya kudeta yang gagal itu.

Dundar pun menyebutkan, seseorang baru bisa disebut sebagai pemimpin dan tokoh panutan bila menghormati hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat.

“Kami berharap orang Indonesia mendukung pula perjuangan kebebasan di Turki dan belajar dari situasi yang terjadi di sana, mencari tahu pula lebih banyak soal sosok sebenarnya dari Erdogan” ujar dia dalam perbincangan dengan Kompas.com dan delegasi Indonesia.

KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI Cun Dundar (kiri), jurnalis dari Turki seusai menerima Golden Pen of Freedom Award 2017 di Durban, Afrika Selatan, Rabu (7/6/2017) malam waktu setempat, berbincang dengan wartawan senior dari Filipina, Maria A Ressa.

Menurut Dundar, saat ini jurnalisme sedang menghadapi banyak tantangan, terutama ancaman dan tekanan dari berbagai pihak. Namun, kata dia, jurnalisme juga sedang sangat dibutuhkan sekarang karena kebenaran tetap harus diungkapkan.

“Kita harus menghadapi (ancaman dan tekanan) itu, terus berjuang memberitakan fakta dan kebenaran, karena masyarakat punya hak untuk tahu fakta dan kebenaran. Kita harus jadi pemberani, pekerja keras, dan pegiat,” tegas Dundar.

Bagi para wartawan muda, Dundar mengatakan bakat saja tak cukup, harus ditambah dengan keberanian untuk menjalani profesi ini.

Pada 2013, Dundar dipecat dari perusahaannya. Pemecatan itu diyakini terkait tulisan kritisnya tentang penanganan kerusuhan di Gezi Park.

Dia lalu bekerja di koran tertua di Turki, Cumhuriyet, tetapi ditangkap bersama kepala bironya di Ankara pada November 2015, karena beritanya soal aktivitas dinas intelijen Turki.

Penangkapan menggunakan dalil kedua wartawan ini sengaja dan sukarela membantu organisasi teroris, anggota organisasi teroris, serta pengungkapan dokumen rahasia negara untuk spionase.

Mereka berdua dipenjara selama 92 hari dan bebas setelah Mahkamah Agung setempat menyatakan penahanan mereka merupakan “perampasan kebebasan yang tidak semestinya”.

Dundar juga mengalami percobaan pembunuhan di depan gedung pengadilan, dengan pelakunya hanya dipenjara 5 bulan. Sejak Juni 2016, Dundar tinggal di Jerman, dengan setidaknya 6 perintah penangkapan untuknya sudah terbit di Turki.

Sementara itu, Presiden World Editors Forum Dave Callaway, menegaskan, jurnalisme bukanlah kejahatan. “Turki harus segera membebaskan dan membebaskan semua jurnalis yang dipenjara karena menjalankan pekerjaan mereka,” ujar dia.

Dalam pidatonya, Callaway pun menyatakan, pemulihan independensi media dan menjamin kebebasan pers harus menjadi prioritas. “(Termasuk) bagi siapa pun yang berkepentingan melihat keberhasilan Turki,” kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com