Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bom Manchester Didorong Perlakuan Tak Adil atas Orang Arab di Inggris

Kompas.com - 26/05/2017, 17:36 WIB

MANCHESTER, KOMPAS.com – Tersangka pelaku pengebom bunuh diri sesaat seusai konser di Manchester Arena, Inggris, didorong oleh apa yang dilihatnya sebagai perlakuan tidak adil terhadap orang-orang Arab di Inggris.

Keterangan itu disampaikan oleh seorang kerabatnya, Kamis (25/5/2017), yang mengkonfirmasikan bahwa pelaku bom bunuh diri, Salman Abedi, melakukan kontak terakhir melalui telepon di mana ia mengatakan, "Maafkan saya".

Abedi sangat kecewa dengan pembunuhan seorang perempuan Muslim tahun lalu yang kematiannya dia percaya tidak diketahui oleh "orang-orang kafir" di Inggris.

Baca: Salman Abedi, Sosok Pendiam yang Ledakkan Manchester Arena

Demikian keterangan seorang perempuan kerabat Abedi, yang tidak mau disebutkan namanya demi alasan keamanan.

Alasan utama

"Mengapa tidak ada kemarahan (publik) atas pembunuhan terhadap seorang Arab dan seorang Muslim dengan cara yang sangat kejam?" tanyanya, seperti dirilis Associated Press.

"Kemarahan adalah alasan utama," bagi terjadinya ledakan yang menewaskan 22 orang pada akhir konser penyanyi AS, Ariana Grande, di Manchester Arena, Senin (22/5/2017), .

Informasi itu disampaikan oleh perempuan kerabat Abedi dalam percakapan per telepon dari Libya dan informasi baru tentang motivasi Abedi itu muncul pada saat warga Inggris menghadapi pemeriksaan keamanan yang meningkat.

Pihak berwenang melakukan berbagai penggerebekan dan penyelidikan ke seluruh Eropa dan Libya, di mana sebagian besar keluarga tersangka yang dicurigai sebagai pembom Manchester itu tinggal.

Pihak berwenang juga menyelidiki kemungkinan hubungan antara Abedi dan kelompok militan di Manchester, tempat-tempat lainnya di Eropa, Afrika Utara, dan Timur Tengah.

Baca: Salman Abedi, Pelaku Bom Bunuh Diri di Manchester, Siapa Dia

Mereka menyelidiki hubungan potensial tersangka dengan Abdalraouf Abdallah, seorang warga Libya yang dipenjara di Inggris karena serangan teror, dan juga kaitannya dengan Raphael Hostey, seorang perekrut kelompok teror Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) yang terbunuh di Suriah.

Keluarga Abedi juga tetap menjadi fokus penyelidikan, di mana seorang saudara laki-lakinya di Inggris, ayahnya dan saudara laki-laki lainnya di Libya termasuk di antara mereka yang telah ditahan.

Ayah terkait Al Qaeda?

Ayah Abedi diduga anggota kelompok pejuang Islam Libya yang didukung Al Qeada pada tahun 1990an, namun klaim itu dibantah olehnya.

Sebelum terjadinya pengeboman, Salman Abedi memiliki pandangan yang memicu kekhawatiran dari komunitas Muslim di mana ia menjadi anggotanya.

Akram Ramadan, anggota komunitas Muslim Libya di kota Manchester yang menghadiri Masjid Didsbury di kota tersebut, mengatakan bahwa Abedi dilarang masuk masjid setelah dia menginterupsi khotbah seorang Imam yang mengecam kelompok militan ISIS.

Baca: Ayah dan Adik Pelaku Bom Manchester Ditangkap di Libya

"Dia (Abedi) berdiri dan mulai memaki Imam tersebut – ‘Anda berbicara omong kosong’. Dia juga melotot ke arah Imam, dengan tatapan yang mengancam," kata Ramadan mengisahkan peristiwa yang terjadi di masjid tersebut.

Mohammed Fadl, pemimpin masyarakat setempat menyangkal cerita itu, dan mengatakan, walaupun keluarga Abedi terkenal di Manchester, Salman Abedi sendiri jarang menghadiri pertemuan masyarakat.

Fadl menambahkan bahwa dia mendengar ayah Abedi mengambil paspor anaknya, karena kekhawatiran tentang hubungannya dengan tersangka ekstremis dan penjahat.

"Sangat sedikit anggota masyarakat yang dekat dengannya, dan karena itu fanatisme Salman Abedi tidak banyak diketahui oleh masyarakat," katanya.

Ahmed bin Salem, juru bicara pasukan khusus di Libya, mengatakan bahwa Abedi melakukan kontak telepon terakhirnya untuk menghubungi Ibu dan saudara laki-lakinya.

Kerabat Abedi mengatakan bahwa dia hanya berbicara dengan saudaranya, dan meminta agar pesannya disampaikan kepada ibunya.

Baca: Polisi: Pria Pelaku Serangan di Manchester Ikut Tewas dalam Ledakan

"Dia mengucapkan selamat tinggal," kata Salem.

Setahun di Libya

Kerabat Abedi itu juga mengatakan bahwa tersangka yang dicurigai sebagai pembom Manchester tersebut merasa prihatin dengan pembunuhan terhadap Abdel-Wahab Hafidah, seorang perempuan Muslim berusia 18 tahun.

Menurut berita, ia tewas setelah dikejar oleh sekelompok pria pada Mei 2016 di Manchester.

"Mereka tidak mengizinkan Anda berbagi roti dengan mereka," kata Abedi kepada kerabatnya. "Mereka berlaku tidak adil terhadap orang-orang Arab," imbuhnya.

Bin Salem menambahkan bahwa ibu Abedi mengatakan kepada penyidik bahwa anaknya berangkat ke Inggris empat hari sebelum terjadinya serangan itu setelah berada di Libya selama satu bulan.

Baca: Teror di Manchester, ISIS: Kami Membunuh Anak-Anak Kalian

Berdasarkan laporan dari seorang adiknya, penyidik menyangka Abedi menggunakan internet untuk belajar membuat bom dan "mencari kemenangan untuk ISIS," kata bin Salem.

Namun, berbagai tuduhan itu bertentangan dengan apa yang ayah Abedi katakan sehari sebelumnya dalam sebuah wawancara dengan Associated Press.

"Kami tidak percaya untuk melakukan pembunuhan terhadap orang-orang yang tidak berdosa," kata Ramadan Abedi sebelum ditahan di Tripoli. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AP/VOA
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com