WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Kubu Partai Republik, Amerika Serikat, mulai angkat bicara tentang kemungkinan untuk memakzulkan Presiden Donald Trump.
Langkah kaum Rebupliken itu muncul setelah ada laporan bahwa Trump meminta James Comey, ketika masih menjabat Direktur FBI, untuk menghentikan penyelidikan atas kaitan mantan Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Michael Flynn dengan Rusia.
Anggota Kongres dari Republik, Justin Amash, mengatakan kepada The Hill pada Rabu (17/5/2017) bahwa jika ada laporan tentang tekanan Trump terhadap Comey, maka layak untuk melakukan impeachment kepada Trump.
Baca: AS Heboh Lagi, Memo Comey Ungkap Trump Minta FBI Tutup Kasus Rusia
Dalam sebuah wawancara dengan CNN, perwakilan Partai Republik Carlos Curbelo menyamakan langkah Trump – yang diduga menekan Comey untuk membatalkan penyelidikan atas Flynn – dengan tindakan menghalangi-halangi proses hukum (obstruction of justice).
Tindakan seperti itu, yang menghalang-halangi proses hukum adalah sebuah tindakan kriminal, pernah mendorong pemakzulan terhadap dua mantan Presiden AS, Richard Nixon dan Bill Clinton.
"Obstruction of Justice dalam kasus Nixon, dan dalam kasus Clinton di akhir tahun 1990-an, telah dilihat sebagai pelanggaran yang bisa membawa pemakzulan," kata Curbelo.
Baca: Kongres Bereaksi Keras atas Memo Intervensi Trump kepada FBI
Kedua anggota Kongres AS tersebut telah mengkritik Trump dan mengaku tidak memilih Trump dalam Pilpres AS 2016.
Fakta bahwa kaum Republiken sekarang mulai mewacanakan impeachment terhadap Trump itu adalah sebuah dampak dari skandal terbaru Trump.
Keberadaan memo tersebut, yang dilaporkan ditulis Comey sendiri, menunjukkan bahwa Trump telah berusaha untuk mempengaruhi penyelidikan terhadap bawahannya, sekutunya, dan Rusia.
Baca: Trump Terancam Digugat Partainya Sendiri, Partai Republik
Sebenarnya FBI di bawah Comey sedang melakukan penyelidikan mengenai kemungkinan adanya kolusi antara Rusia dan tim kampanye Trump, serta penyelidikan terpisah terhadap Flynn.
Flynn mengundurkan diri pada Februari lalu setelah diketahui bahwa dia telah memberikan keterangan yang menyesatkan Wakil Presiden Mike Pence dan pejabat tinggi Gedung Putih lainnya mengenai percakapannya dengan Duta Besar Rusia untuk AS, Sergey Kislyak.