Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duterte Diadukan ke Mahkamah Kriminal Internasional

Kompas.com - 25/04/2017, 19:05 WIB

MANILA, KOMPAS.com - Seorang pengacara Filipina mengajukan gugatan terhadap Presiden Rodrigo Duterte dan pejabat seniornya ke Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) karena kebijakan antinarkoba-nya.

Pengacara Filipina, Jude Sabio, menyatakan pengaduan setebal 77 halaman diajukan ke terhadap Duterte.

Pengacara itu menjelaskan, Duterte telah "berulang kali dan terus menerus" melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Baca juga: Duterte Jadi Presiden, Tiap Hari 44 Warga Filipina Tewas Terkait Narkoba

Di bawah pemerintahan Duterte, termasuk saat dia menjabat wali kota Davao, praktik pembunuhan tersangka narkoba dan penjahat lainnya telah menjadi "praktik terbaik".

Jude Sabio adalah pengacara yang mewakili Edgar Matobato, seorang pria yang telah memberikan kesaksian di Senat Filipina tentang perintah pembunuhan yang dikeluarkan Duterte.

Matobato adalah anggota dari salah satu regu penembak yang menjalankan perintah Duterte tersebut.

Kesaksian Matobato dan seorang anggota kepolisian yang sudah pensiun, Arturo Lascanas, menjadi dasar pengaduan yang diajukan ke ICC.

Baca juga: Terkait Narkoba, Duterte Bilang Masih Banyak yang Akan Dibunuh

Dalam gugatan itu disebutkan, setidaknya 11 pejabat senior pemerintahan juga bertanggung jawab atas aksi-aksi pembunuhan tersebut.

Anggota parlemen Filipina menerangkan tidak menemukan bukti-bukti dari kesaksian Matobato di Senat dan para pembantu presiden Duterte menyebut kesaksian itu sebagai rekayasa.

Hampir 9.000 orang telah terbunuh sejak Eduardo Duterte menjabat sebagai presiden tahun lalu. Polisi mengklaim sepertiga dari pembunuhan tersebut dilakukan untuk membela diri selama operasi polisi yang sah.

Kelompok hak asasi manusia mengatakan, kebanyakan dari dua pertiga kasus sisanya adalah pembunuhan yang dilakukan oleh warga yang bekerja sama dengan polisi, atau oleh polisi yang menyamar sebagai warga biasa. Polisi membantah tuduhan itu.

Baca juga: Takut Ditembak Mati, 500.000 Pengedar dan Pengguna Narkoba di Filipina Menyerah

Ernesto Abella, juru bicara Duterte, mengatakan minggu lalu, otoritas keamanan telah "mengikuti protokol operasional" dan mereka yang melanggar prosedur itu akan dibawa ke hadapan hukum.

Dia menambahkan, laporan tentang jumlah korban tewas dalam perang narkoba yang mencapai hampir 9.000 orang adalah "berita palsu".

Jaksa Penuntut Umum di kantor ICC membenarkan telah menerima sebuah dokumen pengaduan. "Kami akan melakukan analisa, sebagaimana prosedurnya. Begitu kami mencapai sebuah keputusan, kami akan memberitahukan kepada pengirim dan memberikan alasan untuk keputusan kami."

Baca juga: Duterte: Membunuh Pengedar Narkoba Bukan Kejahatan

Penasihat Hukum Kepresidenan, Salvador Panelo, mengatakan kepada saluran televisi lokal ANC, pengaduan tersebut hanyalah "propaganda" dan dia meragukan ICC memiliki yurisdiksi.

Duterte bulan lalu menyatakan, dia tidak takut dan tidak akan terintimidasi. Kampanye yang dilancarkan melawan narkoba akan terus dilanjutkan secara "brutal", tandasnya.

Sejak didirikan pada bulan Juli 2002, ICC telah menerima lebih dari 12.000 pengaduan. Sembilan dari kasus itu telah diadili dan enam putusan telah disampaikan.

ICC tidak memiliki kekuatan penegakan hukum.

Jika keputusan ICC tidak dipatuhi, ICC hanya bisa membawa kasusnya ke Perserikatan Bangsa-Bangsa atau badan lembaga peradilan nasional di negara bersangkutan.

Baca juga: Pensiunan Polisi Tuding Duterte Dalangi 200 Pembunuhan di Davao City

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com