Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Halangi Konvoi Presiden, Politisi Zambia Didakwa Lakukan Pengkhianatan

Kompas.com - 13/04/2017, 07:14 WIB

LUSAKA, KOMPAS.com - Seorang pemimpin oposisi Zambia, Hakainde Hichilema didakwa melakukan pengkhianatan terhadap pemerintah.

Apakah Hakainde ingin melakukan kudeta? Tidak. Dia didakwa berkhianat karena dianggap mengganggu iring-iringan mobil Presiden Edgar Lungu di salah satu provinsi negeri tersebut akhir pekan lalu.

Saat itu, iring-iringan mobil rombongan Hakainde menolak untuk memberi jalan konvoi kepresidenan. Kedua rombongan sama-sama menuju ke sebuah gelaran upacara tradisional.

"Pemimpin oposisi itu tak mematuhi perintah polisi untuk memberi jalan rombongan presiden di jalan Limulunga sebagai upaya untuk membahayakan jiwa presiden," kata kepala kepolisian Zambia, Inspektur Jenderal Kakoma Kanganja di Lusaka.

"Saya  ingin tekankan bahwa tindakan yang dilakukan pemimpin oposisi itu tak masuk akal, ceroboh, dan kriminal," gtambah Kanganja.

"Kami akan memastikan bahwa mereka yang menginginkan terjadinya anarki akan ditahan dan didakwa," Kanganja menegaskan.

Pada Selasa (11/4/2017), polisi mengepung kediaman Hichilema di luar kota Lusaka sambil menembakkan gas air mata. Akhirnya sang pemimpin oposisi bisa dibekuk dan dibawa ke tahanan.

Hakainde Hichilema, pemimpin Partai Persatuan untuk Pembangunan Nasional (UPND), tak mengakui kemenangan Edgar Lungu dalam pemilihan presiden yang digelar Agustus tahun lalu.

"Kami menyerahkan diri ke tangan polisi setelah bertahan dari tembakan gas air mata sepanjang malam," kata Hichilema lewat akun Facebooknya.

"Beberapa saat sebelum diborgol, dengan pikiran jernih kami katakan kepada polisi bahwa kami akan menyerah demi kesatuan negara. Kami menyerah demi rakyat yang menderita," tambah Hichilema.

Hichilema telah memprotes hasil pemilihan presiden. Dia menganggap kecurangan telah terjadi demi memenangkan partai Front Patriotik pimpinan Presiden Lungu.

Kasus pengkhianatan di Zambia diancam hukuman penjara minimal selama 15 tahun hingga paling maksimal adalah hukuman mati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Telegraph
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com