Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sukarelawan Saksi Eksekusi Hukuman Mati...

Kompas.com - 12/04/2017, 14:16 WIB

KOMPAS.com -Teresa Clark sudah menyaksikan tiga orang yang tidak dikenalnya mati. Saat pertama kali menyaksikan, dia menggenggam tangan suaminya. Namun, lambat laun pengalaman itu menjadi terasa biasa.

Pasangan Teresa dan Larry yang mengelola bisnis membersihkan cerobong asap di Waynesboro, Virgina, Amerika Serikat, adalah dua orang yang secara sukarela menjadi saksi eksekusi hukuman mati.

Awalnya, suaminya yang berusia 63 tahun melakukan kegiatan itu sendirian.

"Dia amat penasaran. Saya mengantar dia dan mengajukan berbagai pertanyaan," tutur Teresa.

"Setelah itu dia mengatakan, 'kau harus melihatnya'."

Dan, Teresa pun mengikuti anjuran suaminya.

Pada 1998 dia melakukan "perjalanan yang menegangkan" untuk menyaksikan eksekusi Douglas Buchanan Jr, yang dinyatakan bersalah membunuh ayahnya, ibu tirinya, dan dua saudara tirinya.

Saksi mata seperti Teresa dan Larry dibutuhkan secara hukum.

Di Virginia, dan di beberapa negara bagian lain yang menerapkan hukuman mati di AS, undang-undang mensyaratkan orang-orang yang tidak mempunyai hubungan dengan terpidana menjadi saksi untuk eksekusi.

"Sukarelawan dianggap sebagai saksi mata dan mewakili masyarakat umum saat eksekusi berlangsung," kata Robert Dunham, Direktur Eksekutif Pusat Informasi Hukuman Mati.

"(Kehadiran saksi) menjadi pengakuan bahwa proses ini perlu dilakukan di depan masyarakat umum."

Pandangan terpidana

Pada malam eksekusi, Teresa, Larry, dan sukarelawan lainnya akan dijemput oleh bus penjara dan dibawa ke Lembaga Pemasyrakatan Greensville di Jarrat, Virginia.

Setelah menghabiskan waktu beberapa lama ngobrol dengan para wartawan di kantin LP, mereka kemudian diarahkan ke sebuah ruangan kecil.

Lampu di ruangan itu bersinar terang dengan jendera besar. Ketika tirai dibuka, terlihat tempat tidur dorong, dan lalu Buchanan masuk.

Ketika ditanya apakah ingin menyampaikan kata-kata terakhir, Buchanan menjawab: "Siapkan perjalanan. Saya siap untuk pergi."

Selama eksekusi, Teresa mengatakan terpidana melihat ke arah ruang tempat para saksi mata, dan ruangan itu menjadi hening.

"Agak aneh, menyaksikan seseorang melihat ke arahmu ketika sedang bersiap-siap untuk mati," kata Teresa.

Setelah eksekusi, dokter menyatakan terpidana sudah mati dan tirai kembali ditutup.

Para sukarelawan mendapat ucapan terima kasih atas kesediaannya menjadi saksi dan diantar pulang.

Proses pencarian saksi ini menjadi berita beberapa waktu belakangan karena Wendy Kelley selaku Direktur Departemen LP Arkansas, mengutarakan niatnya untuk mencari sukarelawan eksekusi dalam sebuah pertemuan masyarakat.

Pencarian dilakukan soalnya negara bagian itu ingin mengeksekusi tujuh terpidana dalam waktu sehari, namun tidak berhasil menemukan jumlah saksi mata yang cukup.

Undang-Undang Negara Bagian Arkansas menyatakan sedikitnya enam 'warga terhormat' harus hadir dalam setiap eksekusi 'untuk mengukuhkan eksekusi dilakukan sesuai dengan yang disyaratkan hukum'.

Alasan penegakan keadilan

Beth Viele adalah salah seorang yang menyatakan ketertarikannya menjadi saksi eksekusi, dalam surat kepada Kelley.

"Mohon terima surat menyurat ini sebagai permohonan resmi untuk menjadi sukarelawan saksi mata untuk delapan eksekusi mendatang," tulis perempuan berusia 39 tahun itu.

"Saya ingin berpartisipasi membantu keluarga korban untuk melihat keadilan yang sudah lama tertunda bisa dilaksanakan."

Sukarelawan lainnya, adalah Frank Weiland, pria berusia 77 tahun yang masih bekerja di pabrik kuningan.

Dia menawarkan diri untuk menjadi saksi bagi empat eksekusi karena ingin memperlihatkan dukungan bagi penegak hukum.

Eksekusi terakhir disaksikan Weiland pada 2006 lalu, ketika Brandon Hedrick memilih kursi listrik dibanding suntikan mematikan.

"Orang itu tinggal tidak jauh dari aku, dan aku tahu beberapa orang yang mengenalnya. Mereka mengatakan dia takut sama jarum suntik," kata Weiland sambil tertawa.

Dia menyaksikan Hedrick diikat di kursi dan sipir LP menaruh busa di kepalanya untuk memudahkan aliran listrik menyebar dengan lebih cepat.

"Tahu-tahu, boom!"

"Dia tidak mengejang atau apalah. Kalau saya harus memilih, saya akan memilih kursi (listrik)," tambah Weiland.

"Satu-satunya yang memperlihatkan bahwa dia sedang kena aliran listrik adalah kakinya agak berasap sedikit."

Memutar ulang kenangan

Bagaimana pun menyaksikan seseorang menjalani eksekusi hukuman mati tetap berdampak.

"Saya sering sekali memutar ulang di benak saya. Tidak tahu kenapa tapi saya lakukan," kata Weiland.

Sementara Teresa mengenang malam setelah eksekusi yang dia saksikan.

"Saya duduk di dalam mobil dan saat lampu merah saya melihat jendela belakang mobil dan saya bersumpah saya melihat pria yang baru saya saksikan mati itu."

"Gambarnya seperti melekat denganmu," tambahnya.

Namun hal itu tidak mengurungkan niatnnya, "jika mereka menelepon sekarang dan membutuhan seseorang, saya akan pergi."

"Melintas di benak saya, dan tetap terlintas, bahwa orang-orang itu tahu kapan mereka akan mati sedang orang yang mereka bunuh tidak tahu. Mereka bisa mengatakan selama tinggal, jadi saya tidak bisa mengatakan merasa menyesal untuk mereka."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com