YANGON, KOMPAS.com - Pejabat tinggi pemerintah Myanmar, Selasa (11/4/2017), membantah terjadi pembersihan etnis minoritas Rohingya di negara bagian Rakhine yang bergolak.
Operasi militer di Rakhine, Mynamar barat laut, telah menyebabkan 75.000 warga etnis minoritas Rohingya mengungsi ke Banglades.
Serangan terhadap pos penjaga perbatasan Myanmar pada 9 Oktober 2016 oleh kelompok pemberontak Rohingya memicu kemelut terbesar pada tahun awal kepemimpinan Aung San Suu Kyi.
Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Februari 2017, mengatakan, pasukan keamanan Myanmar melakukan pembunuhan massal, penculikan, dan pemerkosaan terhadap warga Rohingya selama operasi militer berjalan.
Human Right Watch bahkan mengkategorikannya kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun, militer Myanmar membantah tuduhan itu dan mengatakan militer terlibat dalam gerakan sah melawan pemberontakan.
Thaung Tun, Penasihat Keamanan Nasional yang baru-baru ini ditunjuk, menegaskan klaim yang dibuat oleh pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Suu Kyi selama wawancara baru-baru ini.
Dia berkata "pembersihan etnis merupakan ekspresi yang terlalu kuat digunakan untuk menggambarkan apa yang terjadi".
"Tidak ada pembersihan etnis minoritas Muslim di Rakhine," kata Thaung Tun kepada sekelompok diplomat di Yangon, kota terbesar Myanmar.
"Ini adalah masalah orang-orang di berbagai sisi terbelah dan pemerintah berjuang untuk mengatasi situasi dan untuk menutup kesenjangan," katanya.
Tanggapan itu disampaikan di tengah beberapa penyelidikan yang sedang berlangsung terkait tuduhan itu, termasuk satu yang diamanatkan pemerintah Suu Kyi dan diketuai oleh wakil presiden dan mantan kepala intelijen militer, Myint Swe.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.