Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lolos dari Senjata Kimia, Pria Suriah Ingin Namai Anaknya Donald Trump

Kompas.com - 07/04/2017, 18:16 WIB

DAMASKUS, KOMPAS.com - Pendapat beragam muncul di antara warga Suriah terkait serangan rudal tomahawk yang dilepaskan AS usai serangan senjata kimia di provinsi Idlib yang menewaskan 72 orang.

Sebagian warga Suriah memuji serangan itu sebagai awal kehancuran Bashar al-Assad, sementara sebagian lainnya menilai serangan itu tak akan berdampak apa-apa.

"Assad membuat kesalahan kalkulasi saat ini," kata pekerja sosial asal AS keturunan Suriah, Adham Sahloul di kota Gaziantep, Turki.

"Selama ini respon AS di Suriah hanya berupa pukulan kecil. Kali ini, rezim (Assad) harus berpilir ulang jika mengincar warga sipil," tambah Sahloul.

Bagi para penentang Assad, serangan AS ini sudah lama ditunggu. Mereka sudah lama melihat pasukan Suriah membunuh lebih dari 1.300 orang di pinggiran Damaskus pada 2013 dengan menggunakan gas beracun.

Sebuah serangan yang melintasi "garis merah" yang ditetapkan pemimpin AS saat itu, Barack Obama. Namun, tak ada tindakan dari AS kala itu.

Qusai Zakaria, seorang aktivis yang terluka akibat serangan senjata kimia di Moamadiya, mengaku sangat senang dengan langkah yang diambil AS.

"Saya akan memberi nama anak laki-laki saya Donald (Trump). Pria ini adalah pahlawan. Dia punya keberanian," kata Zakaria.

Serangan AS ini, ujar Zakaria, memberi harapan bagi rakyat Suriah bahwa perubahan akhirnya akan datang.

"Ini adalah era baru di mana AS benar-benar akan melakukan sesuatu. Serangan ini menunjukkan bahwa memang ada 'garis merah' di Suriah," tambah Zakaria.

Seorang korban selamat dari serangan senjata kimia di Idlib berharap serangan AS ini akan membuat pemerintah Suriah menghentikan serangan udara terhadap warga sipil.

Alaa al-Youssef (27), warga kota Khan Sheikhoun yang kehilangan 19 anggota keluarganya dalam serangan senjata kimia itu.

"Serangan AS ini sedikit mengangkat penderitaan kami. Namun, saya khawatir ini hanya seperti obat bius dalam sebuah operasi," ujar Alaa.

"Apa gunanya serangan terhadap pangkalan udara Shayart di saat masih ada 15 pangkalan udara lainnya," tambah Alaa.

Sementara itu, para pendukung Presiden Bashar al-Assad bersikukuh pemerintah berada di belakang serangan pada Selasa (4/4/2017).

Pendukung Assad mengatakan, serangan udara pemerintah menghantam gudang persediaan senjata kimia milik pemberontak.

Mereka kemudian mengolok-olok serangan yang oleh AS disebut sebagai respon terbatas itu.

"Yang benar sajalah, Trump tak bisa berbuat lebih baik dari serangan itu," kata Ali Hamadan yang tinggal di kota Tartus yang dikuasai pemerintah.

"Dia melakukan serangan udara terbatas, kalian bersorak sorai untuknya, dan hanya sebatas itu," tambah dia.

Leith Abu Fadel, CEO Al-Masdar News yang pro-pemerintah Suriah juga berkomentar lewat akun Twitternya.

"Hingga hari ini, 14 negara Timur Tengah sudah dihantam rudal tomahawk milik AS sejak 1980. Mereka sungguh cinta damai," ujar Fadel.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Telegraph
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com