Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Erdogan Ancam Evaluasi Hubungan dengan Uni Eropa

Kompas.com - 22/03/2017, 05:53 WIB

ANKARA, KOMPAS.com - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memperingatkan, negerinya akan mengevaluasi hubungan dengan Uni Eropa yang "fasis dan kejam" usai referendum bulan depan.

Serangan Erdogan terhadap beberapa negara Eropa, termasuk menyebut Jerman menggunakan taktik Nazi, memicu kegeraman Kanselir Angele Merkel.

Merkel yang sejatinya adalah salah satu sekutu politik terdekat Erdogan pada Selasa (21/3/2017) mengatakan, Erdogan kini "tak diterima" di Jerman.

Dalam pidato hariannya yang isinya lagi-lagi mengecam Uni Eropa, Erdogan menegaskan, Turki akan menjadi lebih kuat setelah referendum berakhir.

Nantinya, lanjut Erdogan, Turki akan mengevaluasi hubungan negeri itu dengan Uni Eropa.

"Setelah (referendum) 16 April, kita akan duduk bersama. Kondisi ini tak bisa berlanjut. Kita, sebagai bangsa Turki, akan melakukan apa yang harus dilakukan," ujar Erdogan dalam sebuah acara di Ankara yang seharusnya membahas soal masalah kehutanan.

Erdogan menegaskan, tak akan mengizinkan Uni Eropa mendikte negeri itu dengan mengancam akan menunda aplikasi Turki untuk bergabung dengan blok ekonomi itu.

Erdogan juga menegaskan, Uni Eropa tak bisa lagi mengancam Turki untuk menunda pembayaran sesuai kesepakatan imigran yang diteken tahun lalu.

"Masa-masa itu sudah berakhir," ujar Erdogan.

Negosiasi bergabungnya Turki dengan Uni Eropa sudah dimulak sejak 2005, tetapi Turki tak terlalu optimistis negeri itu bisa bergabung dengan blok ekonomi tersebut.

Proses aplikasi yang nampaknya tiada akhir itu memicu rasa frustrasi bagi sebagian besar warga Turki.

Ahmet Han, guru besar ilmu hubungan internasional di Universitas Kadir Has, mengatakan, Erdogan kemungkinan besar akan mengurangi retorikanya usai referendum.

Sebab, lanjut Ahmed, bagaimanapun keberadaan Uni Eropa masih sangat penting bagi perekonomian Turki.

Namun, dia menambahkan, Erdogan akan mengalami kesulitan untuk berbalik arah apalagi semua pernyataannya disampaikan secara terbuka di hadapan publik.

"Kata-kata dalam politik memiliki kebiasaan aneh untuk menjadi sebuah kebijakan dan menciptakan momentumnya sendiri. Saya tak akan mengabaikan kemungkinan bahwa mengendurkan pernyataan akan jauh lebih sulit," ujar Ahmet.

Sementara itu, Jerman sangat berang dengan penggunaan istilah Nazi yang digunakan Erdogan untuk mengecam negeri itu.

Kanselir Angela Merkel sudah menegaskan, penghinaan tersebut harus dihentikan tanpa alasan apapun.

Bahkan, wakil ketua Partai Kristen Demokrat yang berkuasa, Volker Bouffier memberikan pernyataan lebih keras.

"Presiden Erdogan dan pemerintahannya tak disambut baik di negari kami, dan hal itu mulai sekarang harus dipahami," kata Bouffier.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Telegraph
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com