MOGADISHU, KOMPAS.com – Sedikitnya 26 orang mati kelaparan di wilayah semi-otonomi Jubbaland, Somalia selatan, dalam kurun waktu 1,5 hari atau 36 jam hingga Senin (20/3/2017).
Radi pemerintah Somalia mengungkapkan fata itu dalam situs berita internalnya, sebagaimana dilaporkan kantor berita Agence France-Presse, Selasa (21/3/2017).
Somalia, sama seperti negara-negara lain di Tanduk Afrika, sedang dilanda kemarau panjang yang menyebabkan seluru ternak mati, gagal panen, dan menyebabkan 6,2 juta warganya (separuh dari total penduduk), dalam kesuitan pangan yang parah.
Kematian akibat kelaparan merupakan sebuah peristiwa paling tragis ketika di belahan lain dunia ini, warga bumi membuang makanan dan tidak peduli pada kesulitan sesamanya yang berkekurangan.
Kelaparan yang akut mencengkeram Jubbaland sehinga ratusan keluarga melakukan eksodus besar-besaran ke Mogadishu, ibu kota Somalia, untuk mencari bantuan.
Situs berita radio pemerintah mengutip Mohamed Hussein, asisten menteri dalam negeri wilayah otonomi Jubbaland, mengabarkan, kemarau panjang merenggut nyawa banyak warga dalam kurun 36 jam hingga Senin (20/3/2017).
Hussein juga mengatakan, kematian itu terjadi di sejumlah tempat di Jubba tengah dan wilayah Gedo.
"Warga di daerah-daerah tersebut membutuhkan bantuan darurat,” kata Hussein dalam laporannya yang dirilis situs berita radio pemerintah tersebut.
Penduduk mengatakan, kebanyakan kota yang terdampak kemarau panjang berada dalam penguasaan kelompok militan Al Shabab.
Militan sayap Al Qaeda di Tanduk Afrika itu, yang juga telah berbaiat dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS), sedang perperang untuk menggulingkan pemerintahan dukungan Barat di Mogadishu.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.