GENEVA, KOMPAS.com - Uni Eropa, Kamis (16/3/2017), mendesak Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk segera mengirim misi pencari fakta ke Myanmar guna menyelidiki dugaan penyiksaan, pemerkosaan, dan pembunuhan oleh militer terhadap minoritas Rohingya.
Menurut laporan PBB bulan lalu – berdasarkan wawancara dengan warga yang selamat dan melarikan diri ke Banglades – aparat keamanan Myanmar telah melakukan pembunuhan dan pemerkosaan massal terhadap warga Rohingya dalam sebuah operasi.
Kekerasan tersebut justru oleh sejumlah aktivis dan kritikus dicap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan dan pembunuhan sebagai pembersihan etnis.
UE telah merancang resolusi tentang desakan tersebut dan menyerahkannya kepada Dewan Hak-hak Asasi Manusia PBB.
Rancangan itu mempertegas seruan dalam susunan sebelumnya, yang tidak memuat tuntutan agar penyelidikan internasional atas dugaan kekejaman terhadap etnis Rohingya dilakukan.
Forum dengan 27 negara anggota itu, yang saat ini sedang melaksanakan sidang selama empat pekan, akan melakukan pemungutan suara terhadap rancangan resolusi tersebut pada 23-24 Maret.
Jika disahkan, Dewan akan "segera mengirimkan misi internasional independen pencari fakta" ke Myanmar guna menyelidiki berbagai pelanggaran "untuk memastikan agar para pelaku bertanggung jawab secara penuh dan agar para korban mendapatkan keadilan".
Sekitar 75.000 orang telah mengungsikan diri dari negara bagian Rakhine di Myanmar ke Banglades sejak militer Myanmar mulai melakukan operasi keamanan pada 9 Oktober 2016.
Operasi itu dilancarkan sebagai penanganan atas tindakan, yang disebut militer sebagai serangan, oleh para pemberontak Rohingya di pos-pos perbatasan. Sembilan personel pasukan keamanan Myanmar tewas dalam insiden tersebut.
Berdasarkan permintaan Inggris, Dewan Keamanan PBB akan diberi pemaparan secara tertutup pada Jumat (17/3/2017) menyangkut situasi di negara bagian Rakhine, kata sejumlah diplomat di New York.
Resolusi yang dirancang UE berisi desakan kepada pemerintahan Aung San Suu Kyi untuk "bekerja sama secara penuh dengan misi pencari fakta, termasuk membuka akses terhadap hasil investigasi dalam negeri.”
Sejumlah pegiat mengatakan penyelidikan nasional itu tidak bisa dipercaya dan karena itu mereka menginginkan adanya penyelidikan oleh pihak internasional.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.