Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pascal S Bin Saju
Editor

Wartawan, mendalami isu-isu internasional dan penyuka Sepak Bola

Selamat Datang Raja Salman, Apa Kabar Suriah dan Yaman?

Kompas.com - 27/02/2017, 18:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Salah satu Negara di Asia Tenggara yang menyatakan keberpihakannya terhadap Arab Saudi adalah Malaysia, negara tetangga yang dikunjungi Salman sebelum ke Indonesia.

Sebenarnya, sebagai sesama negara berpenduduk Muslim, Arab Saudi dan Indonesia bisa melakukan pendekatan informal kepada pihak yang bertikai di Suriah agar mau mencari solusi damai.

Namun, langkah itu mustahil terwujud jika pendekatan yang dilakukan masih bersifat sektarian. Selama kepentingan golongan diutamakan, selama itu pula konflik Suriah berlangsung.

Kalau saja Indonesia mengikuti aliansi AS dan Arab Saudi, hal itu akan berarti Indonesia memusuhi Iran, negara yang nyata-nyata hanya mendukung sekte Alawit-nya Presiden Bashar al-Assad.

Konflik Yaman

Begitu pula ketika terjadi perang saudara di Yaman, yang dimulai pada 2015. Sikap Indonesia yang lebih mengedepankan dialog berseberangan dengan Arab Saudi memilih angkat senjata.

Pertemuan Raja Salman dan Presiden Jokowi di Istana Bogor diharapkan bisa menghasilkan jalan keluar yang sejuk menuju perdamaian, ketimbang dengan senjata.

Berawal dari pemberontah Houthi untuk menggulingkan kekuasaan Presiden Abdu Rabbo Mansur Hadi dengan merebut Sana’a, ibu kota Yaman, pada 21 Maret 2015.

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, sejak Maret 2015 hingga Januari 2017, lebih dari 16.200 orang tewas di Yaman, dengan sebagian terbesar yakni 10.000 orang adalah warga sipil tak berdosa.

Perang Yaman juga merupakan pertarungan kekuatan senjata antara Iran, yang menjadi pendukung utama Houthi, dan koalisi Arab Saudi yang mendukung Hadi.  

Alih-alih ingin mengakhiri konflik Yaman, keterlibatan Iran dan Arab Saudi justru semakin membuat negara paling miskin di wilayah Arab itu semakin terperosok ke dalam kehancuran.

Koalisi pimpinan Arab Saudi yang mengintensifkan serangan udara ke Yaman sehingga memicu eskalasi kekerasan baru di Yaman.

Sebab di tengah konflik Yaman itu, kelompok radikal Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) dan Al Qaeda di Semenanjung Arab (AQAB) mendapat angin segar untuk memperkuat posisinya.

Pemicu eskalasi kekerasan di Yaman adalah ketegangan diplomatik antara Arab Saudi dengan Iran, yang disulut eksekusi mati ulama Syiah di Arab Saudi, Nimr al-Nimr.

Arab Saudi pun terus melakukan serangan udara untuk menyasar aliansi Iran di Yaman, yakni kelompok pemberontak Syiah Houthi.

Yaman pun telah tercabik-cabik dan menjadi setidaknya empat wilayah besar yang masing-masing dikuasi Houthi, ISIS, AQAB, dan loyalis Hadi.

Perang saudara antara pemberontak Houthi melawan pasukan pemerintahan Hadi, yang didukung Arab Saudi, memicu bencana kelaparan dan wabah penyakit di Yaman.

Lawatan Raja Salman ke Indonesia, diharapkan bisa dimanfaatkan Jakarta untuk meyakinkan Riyadh bahwa inilah saatnya kedua negara bersatu menjadi aktor perdamaian internasional, bukan memperburuk keadaan atau penyulut perang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com