Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hediana Utarti, WNI Peraih Penghargaan Anti-Perdagangan Manusia di AS

Kompas.com - 28/01/2017, 18:26 WIB

SAN FRANCISCO, KOMPAS.Com - Seorang warga Negara Indonesia bernama Hediana Utarti, belum lama ini dianugerahi penghargaan Modern Day Abolitionist Award 2017 for Direct Service to Survivors of Human Trafficking.

Penghargaan yang diberikan di San Fransisco, Amerika Serikat itu terkait jasa Hediana membantu para korban perdagangan manusia di AS.

Hediana menjadi orang Indonesia pertama yang memperoleh penghargaan yang dianugerahi oleh organisasi San Francisco Collaborative Against Human Trafficking (SFCAHT) ini.

Menurut situs Web SFCAHT, penghargaan ini diberikan kepada individu yang aktif memerangi perbudakan di era modern.

Penghargaan juga diberikan kepada mereka yang berkomitmen untuk membangun komunitas lokal dan global yang menghargai kehidupan manusia.

Disebutkan, selama kurang lebih 17 tahun, lulusan S3 bidang politik dari University of Hawaii di Manoa ini bekerja di organisasi nirlaba Asian Women’s Shelter.

Organisasi itu sudah berdiri sejak 30 tahun lalu.

Dalam 10 tahun terakhir, Hediana menjabat sebagai Community Projects Coordinator yang menangani program dan pelayanan di bidang anti perdagangan manusia.

Sehari-harinya, ia membantu para korban kekerasan rumah tangga dan pemerkosaan yang memiliki keterbatasan bahasa Inggris, yang berasal dari berbagai negara.

Kebanyakan dari para korban adalah imigran baru.

Saat ini, organisasi tempat Hediana bekerja memiliki 19 karyawan dan sekitar 50 penerjemah yang dua atau tiga di antaranya adalah orang Indonesia.

“Jadi komitmen besar dari organisasi saya ini adalah yang namanya language access,” ujar Hediana Utarti saat dihubungi oleh VOA Indonesia.

“Tahun ’88 servis kami itu dilakukan dalam dua atau tiga bahasa, ada Mandarin, ada Laotian. Di tahun 2017, kami mempunyai 40 bahasa, termasuk Indonesia, Hindi, Mongolia, sampai Arabic, Spanish, dan juga bahasa Rusia,” kata dia.

“Saya membantu orang-orang Indonesia, tenaga kerja Indonesia yang menjadi korban eksploitasi atau labor trafficking,” ujar Hediana.

Indonesian Community Outreach Committee

Di samping itu bersama beberapa warga Indonesia lainnya, Hediana juga membentuk organisasi Indonesian Community Outreach Committee yang memang khusus membantu para korban perdagangan manusia dari Indonesia.

Para anggotanya terdiri dari seorang pastor dan pemimpin kelompok pengajian di San Francisco.

“Acapkali kok ada situasi di mana orang itu tidak dibayar atau dipenjara, enggak boleh keluar dari rumah, mereka itu ceritanya ke ibu pengajian. Ibu pengajian lalu bilang ke saya," kata dia.

"Dalam situasi seperti itu, saya bagaimana caranya bisa bicara dengan bapak-bapak atau ibu-ibu yang tidak boleh keluar dari rumah itu," sambungnya.

"Saya memberi informasi bahwa (tindakan) seperti itu dilarang di AS. Itu adalah tindakan kriminal,” papar Hediana.

Bantuan yang diberikan oleh Indonesian Community Outreach Community tidak hanya mencarikan tempat penampungan bagi korban, namun juga mencakup bantuan di bidang kesehatan dan lainnya.

Seperti yang pernah dilakukan oleh Hediana saat membantu dua orang nelayan pria asal Indonesia yang bekerja di perairan Hawaii dan San Francisco.

“Ternyata di kapal itu paspornya disimpan. Bekerjanya dari jam 5 pagi sampai 12 malam, tidak diberi pakaian untuk pengamanan," ungkap dia.

Setelah hampir dua tahun, salah satu dari mereka luka-luka, dan akhirnya mereka itu melarikan diri dari kapal itu." sambungnya.

"Mereka itu sebetulnya takut lari dari kapal, karena visanya itu visa untuk bekerja di kapal. Kalau enggak salah malah kadang-kadang tidak usah pakai visa kalau mau kerja di kapal, tapi tidak boleh menginjak ranahnya AS,” ujar Hediana.

Karena jarang ada tempat penampungan yang menerima korban pria, ia dan rekannya, pastor Tony Bastaman, kemudian mencari teman-teman asal Indonesia yang bisa menampung para korban untuk sementara.

Hediana juga membantu para korban dalam berkomunikasi, mengingat mereka tidak bisa berbahasa Inggris.

Bahkan,tidak hanya itu, Hediana juga yang membantu mereka menemui dokter atau ke tukang potong rambut.

“Mereka perlu tempat tinggal yang aman, mereka perlu makanan, mereka perlu ke dokter, mungkin juga perlu ke terapis, karena mereka ketakutan,” kata Hediana.

Hediana kemudian membantu mencarikan mereka pengacara yang lalu melaporkan kasus tersebut kepada FBI.

Jika tidak ada pengacara yang membantu, para korban ini bisa langsung dideportasi.

Jika terbukti bahwa mereka adalah benar korban, maka pemerintah dan agen sosial di AS bisa memberikan bantuan selama delapan bulan.

Selain itu mereka juga menerima bantuan dana sebesar 400-500 dollar AS untuk makan, dan bantuan asuransi kesehatan.

Dengan memiliki pengacara, para korban bisa mendaftar untuk memperoleh ijin tinggal dan T visa yang khusus ditujukan untuk korban perdagangan manusia.

Visa itu berlaku selama empat tahun. Pemegang T visa juga diperbolehkan untuk bekerja di AS.

Setelah empat tahun, mereka bisa mendaftar untuk mendapatkan Green Card atau menjadi penduduk tetap AS. Mereka juga diperbolehkan untuk pulang ke negara masing-masing.

Kepada orang Indonesia yang ingin bekerja di luar negeri Hediana berpesan untuk mencari keberadaan organisasi Indonesia di negara yang dituju dan jangan mau diisolasi.

“Kalau bisa, kita itu harus punya kebebasan untuk bergerak," tegas dia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com