KUALA LUMPUR, KOMPAS.com – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) harus melakukan intervensi di Rakhine, Myanmar, untuk menghentikan eskalasi kekerasan terhadap minoritas Rohingnya dan mencegah genosida seperti yang terjadi di Kamboja dan Rwanda.
Hal ini disampaikan Utusan Khusus Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk Myanmar, Syed Hamid Albar, menjelang pertemuan OKI di Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis (19/1/2017), yang rencananya akan membahas konflik di Rakhine, yang banyak didiami kelompok minoritas Rohingya.
"Kami tak ingin melihat genosida seperti yang pernah terjadi di Kamboja atau Rwanda," kata Syed Hamid kepada kantor berita Reuters di Kuala Lumpur, Rabu (18/1/2017).
"Masyarakat internasional hanya melihat saja dan berapa orang yang mati (di Rakhine)?" katanya.
Ditambahkan, ada kasus-kasus di masa lalu yang bisa diambil sebagai pelajaran dan masyarakat internasional harus memikirkan apa yang bisa dilakukan untuk membantu mengatasi persoalan.
Konflik terbaru di Rakhine pecah pada awal Oktober 2016 yang menyebabkan 86 orang tewas dan sekitar 66.000 orang menyelamatkan diri ke negara tetangga Myanmar, Banglades.
Syed Hamid mengatakan, masalah Rohingya tak lagi masalah dalam negeri Myanmar.
Para pengungsi, warga, dan pegiat-pegiat hak asasi manusia mengatakan, tentara Myanmar 'telah melakukan eksekusi, pemerkosaan, dan membakar rumah-rumah warga Rohingya' sejak melancarkan operasi militer di Rakhine, 9 Oktober 2016.
Ditolak
Pemerintah Myanmar menolak tudingan tersebut. Pemimpin Myanmar yang juga peraih Hadiah Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi, mengatakan, banyak laporan soal Rohingya 'dibuat-buat' dan menegaskan bahwa yang terjadi di Rakhine adalah masalah internal.
Myanmar melancarkan operasi militer di Rakhine, Myanmar utara, setelah terjadi serangan terhadap pos-pos keamanan di dekat perbatasan dengan Banglades yang menewaskan sembilan polisi.
Pemerintah mengatakan, serangan ini dilakukan oleh kelompok militan yang memiliki kaitan dengan kelompok Islam di luar negeri.
Juru bicara pemerintah Myanmar mengatakan negaranya tidak akan hadir di pertemuan khusus OKI di Kuala Lumpur karena negaranya bukan negara Islam.
Desember lalu dalam pertemuan ASEAN, delegasi Myanmar mengatakan bahwa intervensi PBB 'akan ditentang oleh rakyat Myanmar'.
Sekitar 56.000 warga Rohingya saat ini berada di Malaysia untuk menyelamatkan diri dari kekerasan di Rakhine.
Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, pernah ambil bagian dalam aksi solidaritas terhadap Muslim Rohingya di Kuala Lumpur pada awal Desember 2016 dan dalam kesempatan ini ia menggambarkan kekerasan terhadap warga minoritas Muslim Rohingya sebagai 'pembersihan etnis'.
Myanmar 'menyayangkan keikutsertaan PM Razak' dan menyatakan mestinya Malaysia menghormati asas ASEAN untuk tidak mencampuri urusan internal negara-negara anggota lain.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.